Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku terus melakukan pemantauan apakah pihaknya akan melakukan kebijakan penghentian darurat (emergency break) lagi atau tidak, menyusul masih tingginya penambahan kasus positif COVID-19 di Ibu Kota di atas 500-an dalam dua pekan terakhir.
"Kami terus pantau hari-hari ke depan bagaimana kondisinya di Jakarta ini," kata Anies di Balai Kota Jakarta, Senin.
Baca Juga: Tegas! Anies Nyatakan Mau Buat Sejarah Baru
Kebijakan rem darurat itu, sebelumnya ditempuh Jakarta dalam peniadaan kembali kegiatan Hari Bebas Kendaraan (Car Free Day/CFD) dan kawasan khusus pesepeda di 32 titik di seluruh Jakarta, dengan pertimbangan kasus COVID-19 yang tidak terus mereda.
Di Jakarta, kata Anies, pihaknya melakukan tiga hal serius yakni pengujian (testing), penelusuran (tracing) dan perawatan (treatment) secara serius.
Dalam pengujian, Anies mengaku pihaknya telah melakukan uji usap (PCR) empat kali lipat di atas standar minimal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) demi menemukan orang yang telah terpapar agar bisa diisolasi.
"Jadi bukan hanya angka yang perlu jadi perhatian, tapi ikhtiar mencari angka itu yang harus dilihat. Karena apabila di luar banyak orang yang terpapar tapi hanya sedikit yang dites maka wabah akan terus melebar, justru kita harus lebih agresif," kata Anies.
Dengan jumlah tes yang banyak dan di atas standar WHO, kata Anies, akan diketahui tingkat rata-rata kasus positif (positivity rate) di Jakarta yang akurat dan dapat dipercaya. Sejak awal wabah, lanjut Anies, di Jakarta angka "positivity rate" tersebut adalah 5,9 persen dari jumlah orang yang dites.
Namun, dalam hitungan selama tiga pekan, Anies mengakui Jakarta mengalami lonjakan tajam yang bergerak dari 4,5 persen hingga mencapai 8,9 persen.
"Kondisi dikatakan aman apabila di bawah lima persen, lima persen hingga 10 persen membahayakan dan sangat bahaya jika di atas 10 persen," ucapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat