Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Bikin Rudal Hibrida, China Klaim Daya Ledaknya Seluas 64.000 Kaki

        Bikin Rudal Hibrida, China Klaim Daya Ledaknya Seluas 64.000 Kaki Kredit Foto: U.S. Navy/Mass Communication Specialist 1st Class Ronald Gutridge
        Warta Ekonomi, Beijing -

        Militer China telah meluncurkan rudal hibrida baru yang menakutkan yang diklaim dapat menghabisi seluruh lapangan udara dengan satu tembakan.

        Peluncuran senjata baru ini disiarkan stasiun televisi pemerintah, CCTV. Menurut laporan televisi tersebut, senjata ini beratnya 1.102 pon dan memiliki kemampuan untuk menghancurkan area seluas 64.000 kaki persegi dengan melepaskan ratusan bom.

        Baca Juga: China Hargai Satu Paket Vaksinnya 2 Juta Rupiah, Sepadan?

        Dengan mengutip seorang ahli militer China secara anonim, CCTV melaporkan rudal hibrida baru ini ditujukan untuk menghancurkan lapangan udara Taiwan menjelang invasi ke pulau tersebut.

        Senjata itu adalah persilangan antara rudal surface-to-surface dan bom berpemandu yang dapat dijatuhkan oleh pesawat. Senjata ini secara resmi diklasifikasikan sebagai "bom dispenser luncur terpandu".

        Saat dijatuhkan, senjata dispenser tersebut dapat membuka sayapnya untuk jarak lebih dari 37 mil, yang berarti sebuah pesawat dapat menjatuhkannya dengan aman tanpa memasuki zona pertahanan udara musuh.

        Rudal hibrida ini dipamerkan saat Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLA-N) melakukan latihan tembakan langsung di Laut China Selatan.

        Menurut laporan CCTV desain senjata itu juga dapat mengurangi penampang radar senjata, meningkatkan kemampuan silumannya. Setiap rudal dispenser dapat membawa 240 submunisi dari enam jenis yang dapat mencakup area yang luas.

        Global Times, media yang juga dikelola pemerintah China mengutip analis militer setempat mengatakan bahwa jika perang dengan Taiwan pecah, PLA akan menghancurkan lapangan udara pulau itu.

        Senjata seperti yang dipamerkan tersebut, kata analis militer, dapat melumpuhkan lapangan terbang untuk waktu yang lama hanya dengan satu tembakan, karena banyaknya peledak berarti seluruh landasan pacu akan dihancurkan.

        Ada kemungkinan bahwa beberapa submunisi adalah ranjau, yang akan membuat upaya untuk memperbaiki landasan pacu sangat berisiko.

        China menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya dan telah lama mengancam akan menggunakan kekerasan untuk mengendalikannya.

        Taiwan sendiri telah meningkatkan senjatanya dan baru-baru ini memasang rudal anti-kapal baru ke pesawat tempur F-16 karena PLA dilaporkan telah mensimulasikan invasi ke pulau-pulau yang dikendalikan Taiwan.

        Rudal hibria baru ini dibuat oleh China Ordnance Industries Group Corporation Limited, yang secara resmi disingkat sebagai Norinco. Itu adalah perusahaan pertahanan milik negara yang memproduksi beragam produk sipil dan militer.

        Rudal ini juga bisa digunakan pada kendaraan, dengan kemampuan menembus tank lapis baja. Namun beberapa laporan media mengklaim bahwa "bom dispenser" adalah kata lain untuk bom cluster, yang dilarang di bawah perjanjian internasional tentang Konvensi Munisi Tandan.

        Munisi tandan dilarang karena melepaskan banyak bom kecil di wilayah yang luas, yang menimbulkan risiko bagi warga sipil baik selama serangan maupun setelahnya.

        Dampak serangan senjata seperti itu akan meninggalkan sejumlah besar persenjataan berbahaya yang belum meledak.

        Seorang pengguna internet China, seperti dikutip The Sun, Selasa (18/8/2020), berkomentar; "Ini dilarang karena melepaskan banyak bom kecil di area yang luas, menimbulkan risiko bagi warga sipil baik selama serangan maupun setelahnya. Munisi Tandan dilarang bagi negara-negara yang meratifikasi Konvensi Munisi Tandan, yang diadopsi di Dublin, Irlandia pada Mei 2008."

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: