Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ikut me-repost unggahan Instagram Fraksi PDIP soal alasan tidak walk out (WO) dalam rapat paripurna Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P2APBD) DKI 2019.
Dalam postingan tersebut, terdapat 8 poin alasan PDIP tidak ikut WO di paripurna lalu. "8 poin kenapa Fraksi PDI Perjuangan menyetujui P2APBD di rapat paripurna pada 7 September," tulis Ahok, yang juga politikus PDIP itu dalam akun Instagram-nya, @basukibtp, seperti dilihat, Kamis (7/9/2020). Baca Juga: Ahok Dukung Penghapusan Premium, Harga Pertamax Turun Pak?
Sementara itu, diketahui dalam rapat paripurna, empat fraksi yaitu Golkar, PAN, NasDem, dan PSI walk out pada Senin (7/9) karena menganggap tidak ada transparansi. Baca Juga: Ahok Tak Dicopot karena Ada Kepentingan dengan China? Yang Bener?
Namun, laporan pertanggungjawaban tetap diterima DPRD DKI Jakarta. Anies menyampaikan ucapan terima kasih.
"Saya ingin sampaikan alhamdulillah tadi P2APBD sudah ditetapkan sebagai Perda dan tadi kita juga mengajukan revisi atau perubahan atas Perda pajak parkir dan penerangan jalan umum yang sudah ditetapkan," ujar Anies.
Berikut delapan poin penjelasan dari PDIP:
1) Penolakan dan persetujuan tidak relevan
Terkait P2APBD (Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD), penolakan atau persetujuan tidak relevan lagi untuk APBD yang sudah dilaksanakan.
2) Lebih kepada evaluasi dan kinerja
Selain itu, BPK telah mengeluarkan audit 2019 dengan menyatakan hasil WTP. Jadi pembahasan P2APBD 2019 lebih kepada kinerja anggaran 2019.
Ini bukan setuju atau tidak setuju, tapi persoalannya akan ditetapkan berbeda hal, antara lain adalah SiLPA yang pada waktu penetapan adalah sebuah asumsi.
3) P2APBD 2019 ini jembatan penghubung ke APBD-P 2020
Output P2APBD berupa perda perhitungan yang menjadi acuan dalam pembahasan APBD Perubahan 2020. Jadi perda P2APBD ini jembatan penghubung ke APBD-P 2020. Dalam siklus anggaran P2APBD adalah bagian tak terpisahkan dari siklus tersebut. Maka setelah P2APBD disahkan, akan dipastikan SILPA berapa dan itu akan menjadi pedoman dalam proses penyusunan APBD Perubahan berikutnya.
4) Tidak ada ruang untuk menjatuhkan
Jadi, apa yang kita bahas dalam P2APBD beda halnya dengan tahun-tahun sebelumnya, di mana pertanggungjawaban mutlak harus diterima atau ditolak. Bisa diterima dan bisa ditolak, tapi dengan perizinan perundang-undangan sekarang, tidak ada ruang untuk menjatuhkan dengan menolak atau menerima perubahan P2APBD.
5) Pertanggungjawaban gubenur tidak dapat digunakan untuk menjatuhkan gubernur.
Memang benar, landasan yang digunakan untuk menolak pengesahan P2APBD 2019 ini adalah PP nomor 18 tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah. PP 108 ini adalah turunan dari UU nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU nomor 32 ini diganti dengan UU 22, disebutkan bahwa pertanggungjawaban gubernur tidak dapat digunakan untuk menjatuhkan gubernur.
Dalam Permendagri, alur siklus anggaran itu mulai dari penetapan, kemudian dilanjut penetapan Perda P2APBD yang menetapkan SiLPA kemudian dilanjutkan dengan APBD Perubahan.
Jadi, dengan kata lain, Perda P2APBD merupakan jembatan penghubung antara Perda APBD dengan Perda APBD-P.
6) P2APBD harus ditetapkan dalam Perda
Sesuai amanat UU APBD, APBD-P, dan P2APBD harus ditetapkan dengan Perda. Khusus APBD jika gagal ditetapkan dengan Perda akan diatur melalui Pergub dan tidak ada lagi siklus anggaran rutin.
7) Kami selalu mendorong transparansi
Selama proses pembahasan APBD dan APBD-P, Fraksi PDI Perjuangan selalu mendorong transparasi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta karena hal ini merupakan hal yang fundamental demi terciptanya anggaran yang berkualitas.
8) Fokus pada pembenahan APBD-P 2020
Jauh lebih baik mengerahkan energi untuk fokus pada pembahasan APBD-P 2020 di tengah situasi seperti ini.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil