Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        5 Unicorn Indonesia Berjemaah IPO di Tengah Pandemi, Yay or Nay?

        5 Unicorn Indonesia Berjemaah IPO di Tengah Pandemi, Yay or Nay? Kredit Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia, pergerakan pasar modal Indonesia masih tergolong bagus. Meski sempat jatuh ke level 3.900-an pada awal pandemi di Maret 2020, tetapi perlahan indeks bergerak naik dan kembali ke level 5.000-an per bulan ini.

        Tak dimungkiri pengumuman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada 9 September lalu sempat membikin pasar ketar-ketir. Akibatnya, investor asing saat itu melakukan aksi jual mencapai Rp2,26 triliun.

        Baca Juga: Apa Kabar Rencana IPO Ready Bos Bukalapak?

        Meski begitu, Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management (BTIM) Budi Hikmat memaparkan kondisi pasar saat ini tak akan mengulang peristiwa koreksi pasar serupa PSBB pertama, Maret lalu.

        Melalui keterangan persnya beberapa waktu lalu, Budi berkata tekanan di bursa dan nilai tukar saat ini diharapkan sementara. Sebab, penyebabnya lebih bersifat lokal sebagai antisipasi perlambatan ekonomi akibat PSBB."

        Sementara, sambungnya, beragam gelombang indikator makro untuk pasar eksternal global masih relatif stabil. Selain menjaga suku bunga global tetap rendah, kelebihan likuiditas akan memaksa dolar AS masuk siklus melemah dan emas berpeluang paling berkilau.

        "Meski memang investor harus mewaspadai retorika politik di Amerika Serikat jelang Pilpres dan masih ada keraguan efektivitas vaksin Covid," pungkasnya.

        Tidak hanya dari sisi indeks harga saham, kinerja baik juga terlihat dari kenaikan jumlah investor yang menanamkan modal di pasar saham. Komisaris Bursa Efek Indonesia (BEI) Pandu Patria Sjahrir, mencatat terjadi kenaikan jumlah investor ritel yang masuk ke bursa hingga menembus angka tiga juta investor.

        "Sebelumnya hanya satu juta investor saja," katanya sebagaimana dilansir dari SindoNews di Jakarta, Selasa (22/9/2020).

        Bursa Bagus, Unicorn Berjemaah Matangkan Rencana IPO

        Pertumbuhan perusahaan rintisan di Tanah Air baru bersemi kurang lebih tujuh tahun terakhir. Meski agak sedikit terlambat dibandingkan negara sekelas Amerika Serikat dan China, Indonesia kini patut berbangga lantaran sudah memiliki lima startup bergelar unicorn. Bahkan, di antaranya sudah ekspansi ke luar negeri.

        Kabarnya, kelima startup dengan bervaluasi lebih dari US$1miliar atau setara Rp14,9 triliun ini bakal menghimpun tambahan modal dari pasar saham.

        Mempertimbangkan kondisi pasar dan krisis ekonomi akibat pagebluk Covid-19 saat ini, para unicorn berjemaah lebih memilih untuk mempersiapkan rencana initial public offering (IPO) secara matang sebelum benar-benar melantai di bursa.

        VP of Corporate Communications Tokopedia, Nuraini Razak, memastikan bahwa perusahaanya pasti akan melaksanakan IPO atau penawaran umum perdana saham.

        "Tokopedia pastinya akan melantai di bursa saham. Harapannya, setiap masyarakat Indonesia, termasuk para pengguna, penjual, dan mitra Tokopedia, berkesempatan untuk turut memiliki Tokopedia," kata Nuraini saat dihubungi redaksi Warta Ekonomi di Jakarta, beberapa waktu lalu.

        Dia pun lantas membocorkan sedikit perkembangan persiapan IPO, juga rencana bisnis ke depan serta ambisi startup yang berdiri sejak 2009 ini. Ia menjelaskan persiapan untuk go public sudah dipetakan, direncanakan, dan disiapkan jauh-jauh hari.

        "Sekarang di tahun ke-11 kami terus fokus untuk bertransformasi menjadi superecosystem, infrastruktur menyeluruh yang bisa mempermudah masyarakat lewat kolaborasi dengan berbagai mitra strategis demi mewujudkan pemerataan ekonomi secara digital di Indonesia," paparnya.

        Terkait detail waktu IPO, Nuraini enggan berkomentar lebih jauh. "Untuk waktu tepatnya belum dapat kami informasikan lebih lanjut," tukasnya.

        Baca Juga: Tokopedia Pasti IPO di Bursa, Tapi...

        Hal senanda disampaikan President of Traveloka Group Operations, Henry Hendrawan. Mengonfirmasi kabar IPO, sayangnya ia tak bisa mengungkapkan detail waktu tepatnya kapan Traveloka akan melantai ke bursa.

        "Kami belum bisa memastikan kapan rencana IPO akan terealisasi," bebernya kepada redaksi Warta Ekonomi, Jumat (18/9/2020) lalu.

        Di hari yang sama lewat pesan singkatnya, CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin menyampaikan bahwa rencana Bukalapak tetap sama, yakni mempersiapkan diri untuk IPO Ready.

        "Jadi, mohon ditunggu saja berita selanjutnya ya," ujarnya.

        Perlu diketahui, IPO Ready adalah istilah yang digunankan oleh mantan Director of Finance and Planning PT Bank Bukopin ini, dalam arti menyiapkan tata kelola dan infrastruktur di perusahaan agar siap menghadapi berbagai perubahan korporasi, baik saat ada fund raising ataupun IPO.

        Rachmat bilang saat ini yang terpenting bagi Bukalapak ialah menciptakan bisnis yang berkelanjutan dengan peningkatan EBITDA dan burn rate yang semakin rendah. Sampai pertengahan 2020, Bukalapak berhasil meningkatkan EBITDA hingga lebih dari 60%.

        "Tentunya saat ini yang tidak kalah penting adalah menjadi perusahaan yang menciptakan dampak dan sustainable," tegasnya.

        Sedikit tak sama dengan yang lain, si unicorn Indonesia yang kelima, OVO mengaku belum memiliki rencana untuk menghimpun dana lewat pasar modal, baik domestik maupun internasional. Fokusnya saat ini adalah menjalankan rencana bisnis yang sudah dirancang perusahaan.

        Kepada redaksi, Kamis (16/9/2020) lalu, Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra bilang, "OVO terus melakukan berbagai cara untuk beradaptasi terhadap setiap situasi. Kami memastikan strategi yang kami jalankan tepat untuk menghadapi kondisi ekonomi baru, khususnya terkait dengan kondisi ekonomi pandemi Covid-19."

        Baca Juga: Startup Unicorn OVO Tertarik IPO di Bursa?

        Lebih jauh, Karaniya bicara bahwa di tengah ancaman pandemi Covid-19 saat ini, perusahaan akan lebih fokus pada upaya membantu dan memberikan kontribusi positif bagi pemerintah guna memulihkan ekonomi Indonesia.

        Dia sampaikan, "fokus utama kami saat ini ialah untuk membantu pemerintah Indonesia untuk secara proaktif berkontribusi dalam berbagai program maupun bantuan yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam menghadapi pandemi."

        Gojek, decacorn pertama Indonesia, sendiri hingga berita ini ditulis enggan memberikan respons soal rencana IPO-nya.

        Terka-Menerka Peluang IPO Unicorn di tengah Bencana Kesehatan

        Saat hampir seluruh sektor bisnis mati suri akibat serangan pandemi Covid-19, industri startup justru digadang-gadang memiliki imun kuat melawan hantaman virus asal Wuhan itu. Malahan pandemi mendorong rencana bisnis perusahaan rintisan semakin maju.

        "Karena pola hidup masyarakat berubah, aktivitas masyarakat pun saat ini serba digital. Hal ini membuat industri startup yang seharusnya terjadi dua tahun lagi menjadi lebih cepat," ungkap Pandu Patria Sjahrir yang juga masuk jajaran Dewan Komisaris Gojek.

        Berseberangan dengan Pandu, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi berpendapat bahwa pandemi saat ini membuat para startup, terutama yang masih kecil, semakin terhuyung-huyung. Tak sedikit pula yang sudah memotong jumlah karyawan demi bisa survive.

        "Banyak perusahaan startup yang sebelum pandemi saja sudah terhuyung-huyung. Jadi, untuk bertahan ini agak berat karena persaingan yang tajam, kompetitornya juga mungkin punya modal yang lebih kuat. Di sisi lain juga masih banyak yang bakar uang," jelas dia kepada redaksi Warta Ekonomi melalui sambungan telepon, Minggu (20/9/2020).

        Heru pun tak memungkiri bahwa ada sejumlah perusahaaan rintisan yang justru mendapat berkah di tengah bencana kesehatan saat ini. "Memang ada beberapa startup bahkan unicorn yang mungkin di era pandemi ini kinclong, misal e-commerce. Artinya, memang orang membutuhkan layanan tersebut."

        Namun, bicara soal IPO unicorn, Heru tak lantas menyarankan mengeksekusi rencana itu saat ini, di tengah wabah. Pasalnya, kata dia, investasi yang menarik selama pandemi ini ialah instrumen-instrumen pemerintah seperti ORI, surat utang negara atau yang ke depan ada kepastian. Apalagi entah kapan pandemi ini akan berakhir.

        "Iya, (IPO) memang berat karena betapapun masyarakat bingung memilih unicorn yang akan bertahan ke depannya. Mungkin kalau kesehatan, masih ada harapan. Orang investasi kan enggak bisa setahun-dua tahun, tapi mungkin lima tahun ke depan seperti apa (prospeknya)," terangnya.

        Baca Juga: Traveloka Mulai Bangkit, Mungkinkah IPO Tahun Ini?

        Heru menekankan bahwa tak menutup kemungkinan IPO bisa dilakukan oleh unicorn dengan kinerja positif misal e-commerce. Namun, hal itu bergantung pada daya beli investor. Jika golnya bursa luar negeri, peluangnya lebih besar karena suku bunga tabungan yang nol membuat orang mengalokasikan uang ke investasi saham.

        "E-commerce kan secara presentasi transaksi meningkat, nilai juga meningkat sehingga misalnya mereka IPO, ya mungkin sambutannya juga cukup bagus. Cuma ngincarnya seperti apa. Kalau mencoba incar investor luar, mungkin (IPO) iya karena sekarang ini misal di Eropa kalau simpan tabungan, suku bunga nol. Sudahlah investasi saja," kata dia menggambarkan kondisi sektor keuangan masyarakat Eropa.

        Meski begitu, ketimbang ekspansi untuk IPO, Heru lebih menyarankan para startup ataupun unicorn untuk bertahan dalam satu-dua tahun ke depan karena kondisi saat ini masih sangat menantang.

        "Saya sepakat bahwa 2020-2021 ini adalah tahun untuk lebih bertahan dibanding untuk ekspansi," ujar Heru.

        Sementara Pandu mendorong startup, utamanya unicorn Indonesia, untuk tak ragu melakukan IPO di bursa. Ia melihat potensi perkembangan startup di negeri ini sangat luar biasa.

        Melansir dari laman SindoNews, dia bilang, "dulu, mungkin dari 1% dari seluruh total offline e-commerce, mungkin sekarang baru naik 2%. Kalau di China, sudah mencapai 15%, Amerika malah 20%. Jadi, menurut saya, perkembangan startup di Indonesia masih besar sekali."

        Dia pun mencontohkan pergerakan saham salah satu startup e-commerce asal Singapura, Shopee. Selama lima bulan terakhir, harga sahamnya melambung tinggi.

        "Perusahaan startup seperti Shopee, pergerakan sahamnya luar biasa. Dari 30 dolar AS per saham awal tahun, sekarang sudah 150 dolar AS per saham di bursa saham Amerika. Itu refleksi apa yang terjadi di dunia, apalagi di Indonesia," bebernya.

        Matangkan Aksi IPO dengan Kinerja Kinclong

        Heru mengatakan, model bisnis startup berbeda dengan perusahaan biasa sehingga ada sejumlah hal yang mesti dipersiapkan agar rencana IPO para unicorn bisa benar-benar berjalan mulus; menarik banyak investor.

        "Startup dan unicorn ini kan beda dengan perusahaan tradisional. Yang biasanya nanti dinilai asetnya apa yang riil. (Startup) ini kan (asetnya) enggak riil, walaupun enggak semuanya. Misal punya gedung, punya aset apa. Transportasi online, punya motor, punya mobil. Tapi semua aset itu kan ada di mitranya," jelasnya.

        Yang paling penting, lanjut dia, ialah startup harus mampu membuktikan pada investor bahwa keuangannya dikelola dengan standar akuntansi yang baik, bisnisnya punya prospek cerah ke depan, dan terus meningkat; dari status startup biasa jadi unicorn, unicorn jadi decacorn, dan seterusnya.

        "Harus memberikan suatu keyakinan pada masyarakat bahwa pengeloaan keuangan selama ini dilakukan secara baik, memiliki potensi untuk berkembang ke depannya, memiliki angka transaksi yang besar. Ini yang utama, memang agak beda bagaimana dia meyakinkan publik," ujar Heru.

        Di samping itu, sebelum IPO, startup pasti melakukan efisiensi agar pertumbuhannya positif atau mendulang untung. Juga mampu membagikan cuan pada investor dan melunasi semua utangnya.

        "Enggak positif juga, tapi negatifnya enggak terlalu besar. Bagus lagi, kalau sudah positif. Negatifnya bisa rendah, dan punya proyeksi ke depan menjadi positif. Dia juga punya kemampuan dua-tiga tahun ke depan untuk mengembalikkan semua investasi, semua pinjaman. Itu yang perlu diyakinkan pada masyarakat," pungkasnya menggarisbawahi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rosmayanti
        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: