Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Antam Disebut Rugi Bandar, Erick Thohir Buka Suara

        Antam Disebut Rugi Bandar, Erick Thohir Buka Suara Kredit Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mencatat, Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diterima PT Aneka Tambang (Persero) Tbk atau Antam pada 2016 silam belum dimanfaatkan secara maksimal. Meski dana itu dialokasikan bagi sejumlah Proyek Strategi Nasional (PSN), khususnya pembangunan pabrik feronikel.

        Pernyataan Erick tersebut merupakan sanggahan atau respons terhadap pertanyaan yang diutarakan anggota Komisi DPR, Anton Sukartono Suratto. Dalam pertanyaannya, Anton menyentil perihal pembangunan pabrik feronikel di Halmahera Timur, Maluku Utara milik Antam.

        Di mana, dalam pembangunan pabrik yang masuk sebagai Proyek Strategi Nasional (PSN) dengan anggaran mencapai Rp5,3 triliun melalui pembiayaan Penyertaan Modal Negara (PMN) pada tahun 2016. Anton menilai, proyek itu tidak memberikan keuntungan bagi Antam, bahkan cenderung merugi.

        Baca Juga: Omnibus Law Sah, Sri Mulyani Bakal Duet Maut dengan Erick Thohir

        Baca Juga: Boncos, Duit Negara dari Freeport Malah Balik Lagi ke Freeport

        "Proyek itu belum menghasilkan keuntungan bagi Antam, bahkan Antam cenderung rugi. PMN untuk Antam tahun 2016, Antam rugi bagaimana Pak Erik? Apa yang bisa dilakukan oleh BUMN agar manajemen risiko bisa dilakukan dengan baik," ujar Anto dalam rapat kerja bersama Menteri BUMN secara virtual, Jakarta, Selasa (22/9/2020).

        Selain menanggapi pertanyaan itu dengan argumentasi bahwa PMN tidak dimanfaatkan secara baik, Erick Thohir juga menjelaskan bahwa Key Performance Indicators (KPI) perseroan pelat merah pun cenderung menurun atau tidak maksimal dijalankan. Meski begitu, dari data riil yang diperoleh, Erick menilai KPI Antam berpotensi untuk bisa diperbaiki saat ini.

        Persoalan power plan atau kekuatan untuk menggerakkan roda bisnis perusahaan pun menjadi masalah lain. Artinya, ketika KPI sudah bermasalah, hal itu justru berpengaruh pada kesiapan power plan perseroan.

        "Kalau kita lihat KPI yang disampaikan, sejak awal kita melihat bahwa proses yang terjadi di Antam ini banyak hal-hal yang bisa ditingkatkan. Karena itu sejak awal dengan data data yang riil, bagaimana PMN yang diberikan ternyata tidak bisa berjalan maksimal karena power plan-nya belum siap," kata Erick.

        Karena itu, Erick memasukan Antam sebagai bagian dari peta transformasi yang dilakukan pihaknya terhadap sejumlah BUMN. "Itulah kenapa masuk dalam peta nomor 4 kita bagaimana proses daripada investasi itu tidak bisa project bass, tetapi proses bisnis yang harus dijalankan secara bersama sehingga yang dinamakan sinerginya BUMN bisa berjalan," katanya.

        Sebagai langkah pembaharuan Antam, Erick juga sudah melakukan perombakan struktur direksinya. Bahkan, saat ini dia mengajukan agar dana dialokasikan dari PT Freeport Indonesia kepada negara akan kelola oleh Kementerian BUMN. Pengelolaan dana tersebut guna mendorong kinerja perseroan di sektor pertambangan dan penggalian.

        Dari catatan yang dihimpun, kontributor terbesar pendapatan Antam sepanjang 2015 adalah penjualan emas dan feronikel. Emas menyumbang Rp7,31 triliun atau 70% dari total penjualan, sedangkan feronikel sebanyak Rp2,72 triliun atau 26%.

        Sementara pada 2016, Antam mengalokasikan dana belanja modal atau capital expenditure (Capex) sekitar Rp2 triliun. Dana tersebut akan digunakan untuk ekspansi pabrik. Dana capex akan digunakan untuk pembangunan tiga proyek utama ANTM, yakni proyek Anode Slime, Smelter Grade Alumina (SGA) Mempawah, dan proyek Proyek Pembangunan Pabrik Feronikel Halmahera Timur (P3FH).

        Dijelaskan, anode slime adalah produk sampingan pengolahan tembaga. Anode slime yang selama ini diekspor ke luar negeri, bakal diolah menjadi emas di dalam negeri oleh Antam. Nilai investasi pabrik di Gresik, Jawa Timur itu berkisar US$40 juta.

        Total dana yang berhasil diperoleh ANTM dari aksi korporasi itu mencapai Rp5,37 triliun, Nantinya, kapasitas produksi feronikel pabrik Halmahera Timur sebesar 13.500-15.000 ton nikel dalam feronikel (TNi) per tahun. Seluruh dana PMN digunakan untuk pembangunan pabrik tersebut.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: