Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Solusi Masalah Hulu-Hilir Sawit: Industri 4.0?

        Solusi Masalah Hulu-Hilir Sawit: Industri 4.0? Kredit Foto: Antara/Rony Muharrman
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Tak dapat dimungkiri, sistem manajemen dan teknologi yang digunakan dalam industri perkebunan kelapa sawit Indonesia masih bersifat parsial dan terbatas kapasitas untuk mengelola seluruh  faktor-faktor yang berpengaruh untuk mencapai kinerja maksimum.

        Akibatnya, produksi, laba, manfaat ekonomi, dan sosial yang diperoleh hanya bersifat sub-optimal.

        Pada level perkebunan, hasil penelitian Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) 2017 menemukan bahwa potensi produktivitas minyak sawit yang ditanam selama ini yakni berkisar 8–12 ton per hektare.

        Sementara realisasi produktivitas perkebunan sawit secara nasional masih 50 persen dari  potensi tersebut. Bahkan, produktivitas kebun sawit rakyat masih jauh lebih rendah dari yang disebutkan tersebut.

        Baca Juga: Mie Nyaman, Inovasi dari Minyak Sawit yang Sehat dan Aman

        Baca Juga: This Is It! Green Revolution Versi Kelapa Sawit Indonesia

        Berkaca pada kondisi tersebut, sebenarnya faktor apa yang memengaruhi tingkat produktivitas kelapa sawit di Indonesia? Dalam buku PASPI Monitor dituliskan, "selain faktor genetik/varietas, banyak faktor yang memengaruhi produktivitas TBS. Pada level penyerapan hara oleh akar tanaman, misalnya variasi puluhan faktor kimia, fisika, serta biologi tanah memengaruhi ketersediaan dan penyerapan hara oleh akar tanaman. Pada proses  pertumbuhan dan produksi tanaman sawit, puluhan faktor ekofisiologi yang memengaruhinya, seperti faktor iklim, temperatur, intensitas cahaya matahari, panjang penyinaran, kelembaban, dan lain-lain."

        Tidak hanya faktor-faktor tersebut, secara teknis, penggunaan input produksi seperti pupuk seringkali tidak tepat takaran, dan cenderung berlebihan. Berbagai riset mengungkapkan bahwa sekitar 60–70 persen pupuk nitrogen yang digunakan dalam produksi, tidak berhasil diserap tanaman dan justru terbuang.

        Demikian juga dalam proses pemanenan, pengangkutan, pengolahan di pabrik kelapa sawit (PKS) hingga pada seluruh aspek mata rantai pasok (supply chain), baik industri hilir, pengangkutan, perdagangan, hingga pada level konsumen yang belum terpantau dan dikelola dengan baik.

        Beberapa tahun terakhir, ditambah lagi masih masifnya penyebaran infeksi Covid-19 di Indonesia dan dunia, industri 4.0 menjadi jawaban atas hampir seluruh kegiatan di sektor industri.

        "Industri sawit 4.0 merupakan suatu metodologi poduksi baru yang lebih komprehensif, efektif dan berkelanjutan pada setiap supply chain industri sawit dari hulu ke hilir," dikutip dari buku PASPI Monitor.

        Dengan pengelolaan yang simultan pada semua aspek rantai pasok industri kelapa sawit, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (innovation-driven) dengan mengintegrasikan komponen utama, yakni big Data, artificial intelligence, human-machine interaction, digital-to-physical dan bioteknologi, maka produktivitas, efisiensi serta nilai tambah dari sektor kelapa sawit dapat terwujudkan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ellisa Agri Elfadina
        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: