Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Malu-maluin Aja, Jika Orang Kaya, Jangan Beli BBM Premium dan Gas Melon Dong!

        Malu-maluin Aja, Jika Orang Kaya, Jangan Beli BBM Premium dan Gas Melon Dong! Kredit Foto: Antara/Oky Lukmansyah
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Bahan bakar bersubsidi seperti premium dan gas elpiji ukuran 3 kilogram sedianya diperuntukan untuk kelompok miskin. Namun, sayangnya bahan bakar tersebut masih banyak digunakan oleh kelompok masyarakat mampu. 

        Lihat saja, di kota-kota besar, seperti Jakarta. Bahkan, BBM premium yang seharusnya digunakan untuk angkutan umum, kendaraan logistik, juga masih digunakan kendaraan pribadi. Tabung gas melon juga banyak digunakan oleh pengusaha rumah makan. Kondisi tersebut akhirnya, kelompok yang berhak pun dirugikan.  Baca Juga: Pertamina Akan Simpan Stok BBM Singapura di Indonesia

        Karena itu, PT Pertamina terus mendorong masyarakat agar menggunakan gas dan BBM sesuai dengan peruntukan. Untuk kendaraan pribadi menggunakan BBM oktan tinggi seperti Pertamax, adapun gas untuk rumah tangga, masyarakat kaya, kelompok mampu secara ekonomi menggunakan Bright Gas.  Baca Juga: Diakuisisi Pertamina, TPPI Langsung Tancap Gas Garap Proyek Rp2,7 Triliun

        Untuk diketahui, LPG 3 kg adalah barang subsidi sehingga penggunaannya ada kuota dari pemerintah. Sesuai tulisan yang ada pada tabung, LPG 3 kg sesungguhnya hanya untuk masyarakat tidak mampu. Adapun agar mesin kendaraan tetap prima dan sehat, perlu menggunakan BBM dengan oktan tepat. 

        Arifun Dhalia, Vice President Promotion & Marketing Communication PT Pertamina, menyampaikan, untuk mendorong agar konsumen terus menggunakan produk-produk berkualitas, Pertamina secara aktif terus memberikan edukasi, meningkatkan awareness produk, terutama produk nonsubsidi. 

        "Dengan menggunakan BBM Non Subsidi yang sesuai dengan kendaraan akan menjadikan mesin lebih awet, pembakaran lebih optimal dan tentunya membantu menjaga lingkungan," ucap Arifun, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (29/9/2020).

        Apalagi, semua produk non subsidi yang dimiliki Pertamina, kini juga makin mudah diakses oleh konsumen baik melalui Layanan Pesan Antar melalui call center 135, maupun Pertamina Delivery Service (PDS). Bahkan, bisa dipesan melalui aplikasi MyPertamina, dimana sekarang bisa melayani pembelian Pertamax series di seluruh SPBU  Pertamina di Indonesia serta pembelian produk di Bright Store. 

        Direncanakan pada akhir September, konsumen sudah dapat melakukan pembelian produk LPG melalui fitur Pertamina Delivery Service. Layanan PDS saat ini dilayani dari 2 Jenis Lembaga Penyalur, Untuk SPBU sudah dilayani dari 329 SPBU dan 580 Agen LPG untuk melayani produk Bright Gas yang tersebar di seluruh Indonesia.

        Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, meminta kelompok masyarakat mampu tidak menggunakan gas elpiji 3 kilogram dan BBM subsidi karena merugikan kelompok masyarakat lain dan juga para pedagang kecil yang memang lebih berhak mendapatkan gas elpiji tiga kilogram.  

        "Setiap kali over, maka ini menjadi tanggungan Pertamina. Sementara ketika kuota jebol dan terpaksa ditambah oleh Pertamina, belum tentu juga diganti pemerintah karena masih perlu dihitung selisihnya dan tergantung audit BPK," jelas Mamit.

        Diperlukan pengaturan lebih terperinci dalam distribusi gas subsidi. Bisa dilakukan perubahan pola seperti subsidi gas tiga kilogram dihilangkan kemudian diberikan bantuan langsung kepada kelompok miskin. Jika pun dilakukan pengetatan, distribusi lebih tertutup, perlu dukungan data dan distribusi yang tepat sasaran. Sehingga tidak akan memuncukan kegaduhan lain yang tidak perlu.

        Kata Mamit, jika kelompok masyarakat mampu masih bandel menggunakan gas elpiji 3 kilogram, bisa dipastikan kuota yang ditetapkan oleh BPH Migas akan jebol dan ujung-ujungnya justru memberatkan Pertamina dan keuangan negara. Ia pun mendorong masyarakat beralih ke produk-produk gas lain milik Pertamina terutama nonsubsidi. 

        "Gas melon yang notabene menjadi hak masyarakat miskin justru digunakan kelompok masyarakat mampu. Seharusnya, masyarakat tidak mengambil apa yang menjadi hak masyarakat miskin," tegas Mamit.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: