Ketua Umum Lembaga Pemantau Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Arief Poyuono, mengatakan ancaman buruh untuk melakukan rencana mogok nasional pada periode 6-8 Oktober 2020 tidak perlu dilakukan.
Hal itu karena, ujarnya, realita lapangan sudah banyak buruh dan karyawan yang tidak bisa bekerja karena kebijakan PSBB total yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta.
"Mau mogok bagaimana, wong memang sudah mogok otomatis karena banyak buruh dan pekerja yang dirumahkan akibat dampak pemberlakuan PSBB ketat seperti yang dilakukan Anies Baswedan," katanya di Jakarta, Senin (5/10/2020).
Baca Juga: Berani Betul Anies Mbalelo dari Presiden Jokowi, Poyuono Ajak Buruh Tolak PSBB Ala Anies!
Ia memberi contoh ada banyak pekerja BUMN yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) serta keputusan dirumahkan selama PSBB berlangsung.
"Malah ada 14 BUMN yang karyawannya sudah nonaktif bekerja serta akan dibubarkan sama Erick Thohir (Menteri BUMN), serta belum diselesaikannya hak-hak para pekerjaannya," katanya.
Politisi Partai Gerindra ini menegaskan pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) dalam pengambilan keputusan tingkat satu di Badan Legislasi (Baleg) merupakan kerja keras pemerintah, parlemen, dan seluruh stakeholder di negeri ini.
"Walau dalam proses legislasi RUU Ciptaker ada beberapa pihak yang merasa dirugikan, namun itulah proses politik yang terjadi di setiap negara," tegasnya.
Baca Juga: Jokowi Keras Sebut Jangan Sok-sokan Lockdown, Apa Ini Sinyal Ketegangan dengan Anies?
"Di mana pun yang namanya UU adalah sebuah produk politik. Karena itu, apapun hasilnya harus diterima semua pihak," ungkapnya.
Jika ada pihak-pihak yang merasa tidak puas, ujarnya, masih ada jalur konstitusi yang disediakan dalam sistem negara yakni melalui proses judicial review di Mahkamah Konstitusi untuk menguji pasal-pasal dalam UU Ciptaker nanti. Ia menjelaskan proses ini akan meninjau apakah ada pelanggaran terhadap UUD 1945 dalam penerapannya atau tidak.
Selain itu, Poyuono mengatakan bahwa RUU Ciptaker menjadi sangat krusial karena pascapandemi Covid-19, semua negara akan berlomba-lomba meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja baru. Menurutnya, hal ini akibat kerusakan sistem ekonomi yang terjadi di Indonesia dan negara lainnya akibat dampak Covid-19.
"Karena itu, perlu adanya UU Ciptaker untuk mengatur kembali ya," tegasnya.
Sebelumnya, serikat buruh berencana untuk menggelar mogok kerja Nasional pada 6 hingga 8 Oktober 2020. Aksi itu dilakukan sebagai bentuk protes terhadap RUU Cipta Kerja, khususnya pembahasan klaster ketenagakerjaan.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan aksi ini akan diikuti dua juta buruh.
Mereka yang mengikuti meliputi sektor industi seperti kimia, energi, pertambangan, tekstil, garmen, sepatu, otomotif dan komponen, elektronik dan komponen, industri besi dan baja, farmasi dan kesehatan, percetakan dan penerbitan, industri pariwisata, industri semen, telekomunikasi, pekerja transportasi, pekerja pelabuhan, logistik, perbankan, dan lain-lain.
Baca Juga: Buruh Mogok Nasional, KSPI: Masak Upah di Freeport Sama dengan di Perusahaan Kerupuk
Adapun sebaran wilayah dua juta buruh yang akan ikut mogok nasional antara lain Jakarta, Bogor, Depok, Tengerang Raya, Serang, Cilegon, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Cirebon, Bandung Raya, Semarang, Kendal, Jepara, Yogjakarta, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, dan Pasuruan.
Berikutnya, Aceh, Padang, Solok, Medan, Deli Serdang, Sedang Bedagai, Batam, Bintan, Karimun, Muko-Muko, Bengkulu, Pekanbaru, Palembang, Bandar Lampung, dan Lampung Selatan.
"Selain itu, mogok nasional juga akan dilakukan di Banjarmasin, Palangkaraya, Samarinda, Mataram, Lombok, Ambon, Makasar, Gorontalo, Manadao, Bitung, Kendari, Morowali, Papua, dan Papua Barat," kata Said.
Terkait rencana mogok nasional ini, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengimbau ke para buruh atau pekerja agar tidak melakukan unjuk rasa penolakan terhadap pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja.
"Kita tetap mengimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan demonstrasi. Hal ini sangat rawan terjadinya kluster baru terhadap penyebaran Covid-19. Kita tidak bisa menjamin mereka menjaga jarak," kata Kabag Pelayanan Informasi dan Dokumentasi Biro PID Divhumas Polri, Kombespol Tjahyono Saputro.
Baca Juga: Buruh Protes Hak Cuti Hingga Jam Kerja, Akhirnya Bu Menaker Bersuara Lagi
Bahkan, kata Tjahyono, sebagai langkah antisipasinya telah diterbitkan telegram berisi perintah Kepala Kapolri kepada Kepolisian Daerah agar tidak memberikan izin demonstrasi bagi para buruh.
"Polri sudah secara tegas mengeluarkan larangan untuk melakukan aksi unjuk rasa di masa pandemi Covid-19. Bapak Kapolri bahkan sudah memgeluarkan petunjuk berupa telegram internal yang menegaskan melarang adanya unjuk rasa di kewilayahan," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil