Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Benarkah Valuasi Mitratel Lebih Tinggi dari Telkom?

        Benarkah Valuasi Mitratel Lebih Tinggi dari Telkom? Kredit Foto: Antara/Puspa Perwitasari
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Rencana Telkom untuk melakukan unlocking value atau melepaskan minoritas kepemilikan atas salah satu anak perusahaannya, PT Dayamitra Telekomunikasi yang dikenal dengan Mitratel, bukan merupakan isu baru. Rencana ini sebenarnya sudah diminta oleh para pemegang saham pada RUPS tahun 2011 dan 2012 dan kemudian diberitakan di publik tahun 2014.

        Mekanisme yang dipilih ketika itu adalah dengan backdoor listing, yaitu Mitratel akan menjadi bagian dari perusahaan yang sudah menjadi emiten di BEI dengan cara tukar guling atau share swap ketika itu PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) menjadi kandidat terkuat.

        Namun, rencana itu batal dilaksanakan kendati sudah menunjuk Barclays Capital sebagai konsultannya. Melalui unlocking value atau carve out Mitratel, publik mendapatkan akses terhadap kinerja anak perusahaan yang potensial sehingga diharapkan nilai Telkom secara keseluruhan akan meningkat.

        Baca Juga: Konglomerat Finansial Jepang Caplok Bursa Kripto TaoTao

        Alasan kedua adalah untuk membiayai belanja modal Mitratel sambil mempertahankan DER di bawah 4x. Para Pemegang Saham juga berharap ketika akhirnya terdaftar ke publik, Mitratel adalah perusahaan nomor satu di industri.

        Rencana unlocking Mitratel kembali diungkapkan oleh Wakil Menteri (Wamen) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo pada September 2020. Ada beberapa perseroan pelat merah yang akan melakukan IPO dan strategic partnership, contoh perusahaannya adalah PT Pertamina (Persero) dan Telkom.

        Di Telkom, anak perusahaan yang bergerak di bisnis, Mitratel akan ada IPO. Dokumen keterbukaan informasi pada perusahaan tercatat di BEI tanggal 21 September 2020 ditandatangani oleh AVP Reporting and Compliance PT Telkom yang mengungkapkan bahwa rencana IPO Mitratel tersebut saat ini masih dalam tahap konsolidasi internal dan kajian secara lebih detail, termasuk aspek waktu, untuk memastikan terciptanya value creation yang paling menguntungkan bagi perusahaan.

        PT Dayamitra Telekomunikasi atau Mitratel adalah salah satu anak perusahaan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk yang bergerak di bidang penyediaan infrastruktur telekomunikasi. Mitratel mulai menapaki bisnis menara telekomunikasi sejak 2008. Sampai saat ini, Mitratel telah mengelola lebih dari 16.000 menara telekomunikasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Semua operator seluler Indonesia telah menjadi tenant dengan menempatkan perangkat BTS-nya di menara Mitratel.

        Saat ini Mitratel memiliki enam portofolio bisnis, yaitu Built to Suit, Colocation, Reseller, dan beberapa bisnis turunannya meliputi Project Solution, Managed Services, dan Digital Services.

        Untuk mewujudkan ambisi sebagai market leader industri, Mitratel juga mengembangkan anorganik dengan mangakuisisi tower provider lain. Tercatat dua aksi korporrasi terbaru, yaitu akuisisi tower pada Februari 2019 PT Persada Sokatama senilai Rp1,2 triliun, kemudian Oktober 2019 dari Indosat 2.100 tower, 3.982 tenants, 1.731 site sewa tanah, dan 369 site milik senilai Rp4,4 triliun.

        Salah satu kelebihan Mitratel dibandingkan tower provider lain merupakan bagian dari grup market leader telekomunikasi, Telkom group, sehingga Mitratel memiliki captive market yang besar.

        Dengan alokasi kebutuhan Telkomsel saja, Mitratel sudah mendapatkan separuh market demand. Kemudian Mitratel juga bisa menggunakan tower milik Telkomsel untuk dijadikan reseller bagi operator lain. Secara jumlah tower, Mitratel akan mudah menjadi yang terbesar. 

        Hingga Q2 2020 Mitratel tercatat memiliki 16 ribu tower terpaut 5 ribu dari market leader. Selisih inilah yang membuat Telkom ingin mengonsolidasikan 6 ribu tower milik Telkomsel kepada Mitratel sehingga bisa menjadi tower provider terbesar di Indonesia.

        Perandingan antara jumlah tenant dengan tower (tenancy ratio) Mitratel 1,6 tertingal dari tiga kompetitornya di kisaran 1,8 hingga 2. Aset Mitratel pada Q2 2020 tercatat Rp23,3 triliun dengan asumsi debt to equity ratio seperti yang dipersyaratkan oleh lembaga kreditor yaitu kurang dari 5 (DER 4.4), maka equity Mitratel berada di kisaran Rp4,3 rriliun.

        Secara kinerja, Mitratel semester I-2020 mencatatkan EBITDA Rp1,966 miliar disetahunkan menjadi Rp3,932 miliar dengan EBITDA margin 68% masih di bawah tiga kompetitor terbesarnya; PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG), dan PT Solusi Tunas Pratama Tbk (SUPR) berturut-turut 86,2%; 86,3%; dan 83,4%.

        Jika kita menggunakan margin tahun 2017, maka net income Mitratel tahun 2020 jika disetahunkan ada di kisaran Rp852 miliar.

        Kabar IPO Mitratel membuat banyak orang penasaran berapa valuasi Mitratel? Beberapa pendekatan yang bisa digunakan, yaitu Value Discounted Cashflow (DCF), Relative Valuation, dan Liquidation.

        Penulis mencoba untuk melakukan valuasi menggunakan DCF dan Relative Valuation dengan membandingkan dengan valuasi emiten tower provider saat ini di BEI. Menggunakan DCF dengan asumsi WACC 10%, pertumbuhan 7%, maka didapatkan nilai valuasi mitratel Rp32,4 triliun.

        Metode komparatif menggunakan Price to EBITDA dengan benchmark tiga emiten terbesar, TOWR, TBIG, dan SUPR, valuasi Mitratel berada di kisaran Rp9,8-Rp32,6 triliun. Jika menggunakan PBV dengan Book Value, Mitratel di kisaran Rp4,3 trilun, maka valuasi Mitratel ada di rentang Rp5,2-Rp24,5 triliun.

        Dengan mempertimbangkan kinerja operasional tenancy ratio dan financial EBITDA margin, maka penulis memperkirakan valuasi Mitratel ada di rentang Rp23,4-Rp31.7 triliun. Dengan nilai tersebut, Mitratel sudah dihargai lebih mahal dari induk perusahaannya. Jika Telkom melepas kepemilikan 49%, maka akan mendapatkan dana segar sebesar Rp11,5-Rp15,5 triliun.

        Peluang Pertumbuhan

        Industri tower provider adalah enabler infrastruktur bagi operator telekomunikasi sehingga pertumbuhan industri ini tentu akan dipengaruhi kebutuhan perusahaan jasa penyedia telekomunikasi.

        Baca Juga: Asing Berbondong-Bondong Kantongi Telkom dan BCA, Apresiasi IHSG Tembus 1%

        Saat ini tren penggunaan broadband terus naik dengan pertumbuhan payload di kisaran 40-60%. Hal ini akan membutuhkan infrastruktur pendukung yang masif. Namun, pertumbuhan trafik data yang impresif tidak serta merta mendatangkan pertumbuhan keuntungan bagi operator telekomunikasi. Mayoritas mereka masih dalam posisi merugi sehingga adanya adjustment harga sewa infrastruktur tower kemungkinan masih akan terjadi.

        Adopsi teknologi 5G di masa yang akan datang juga menjadi sentimen positif bagi industri ini. Karakter dari 5G yang membutuhkan pole dengan density yang lebih tinggi dibandingkan teknologi sebelumnya. Dan juga menuntut fiberasisasi di sisi transportasi sehingga ini bisa menjadi bisnis masa depan tower provider.

        So, apakah Anda tertarik mengoleksi saham Mitratel? Kita tunggu kabar selanjutnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: