Iran Tuding Ada Uang Tebusan di Balik Kesepakatan Sudan dan Israel
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Iran menyebut kesepakatan normalisasi hubungan Sudan-Israel sebagai sesuatu yang “palsu”.
Kesepakatan itu dimediasi oleh Amerika Serikat (AS). Iran menuduh Sudan membayar uang tebusan dengan imbalan Washington mencabutnya dari daftar negara sponsor terorisme.
Baca Juga: Armenia-Azerbaijan Bentrok, Iran Gelar Latihan Besar Perkuat Pertahanan Udara
Kesepakatan yang tercapai pada Jumat (23/10) itu menandai pemerintah Arab ketiga setelah Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain yang menyingkirkan permusuhan dengan Israel dalam dua bulan terakhir.
“Bayar cukup uang tebusan, tutup mata Anda terhadap kejahatan pada rakyat Palestina, lalu Anda akan dibebaskan dari daftar hitam ‘terorisme’. Tentu, daftar itu sama palsunya dengan perang AS melawan terorisme. Memalukan,” tweet Kemlu Iran di Twitter dalam bahasa Inggris.
Presiden AS Donald Trump mengumumkan pada Senin bahwa dia akan mencabut Sudan dari daftar itu jika membayar USD335 juta yang dijanjikan untuk membayar kompensasi.
Khartoum sejak saat itu menempatkan dana itu dalam rekening wasiat khusus untuk para korban serangan Al Qaeda di Kedutaan Besar AS di Kenya dan Tanzania pada 1998.
Trump juga mengatakan Palestina "ingin melakukan sesuatu" tetapi tidak memberikan bukti. Para pemimpin Palestina mengutuk langkah sejumlah negara Arab terhadap Israel itu sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan Palestina menjadi negara merdeka.
Palestina menolak berhubungan lagi dengan pemerintahan Trump karena dianggap bias dengan mendukung Israel.
Dalam beberapa pekan terakhir, Uni Emirat Arab dan Bahrain menjadi negara Arab pertama dalam seperempat abad yang menyetujui hubungan formal dengan Israel. Semua kesepakatan itu sebagian besar dijalin melalui ketakutan bersama terhadap Iran.
Para pemimpin militer dan sipil dalam pemerintah transisi Sudan telah terpecah belah mengenai seberapa cepat dan seberapa jauh harus melangkah dalam membangun hubungan dengan Israel.
Poin penting dalam negosiasi tersebut adalah desakan Sudan bahwa setiap pengumuman penghapusan Khartoum dari daftar negara pendukung terorisme itu tidak secara eksplisit terkait dengan hubungan dengan Israel.
Penunjukan Sudan pada 1993 sebagai negara sponsor terorisme dimulai dari penggulingan Omar al-Bashir. Hal itu telah mempersulit pemerintah transisi di Khartoum untuk mengakses bantuan utang dan pembiayaan luar negeri yang sangat dibutuhkan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajria Anindya Utami