Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah sudah memutuskan dan membuat edaran ke kepala daerah terkait tidak adanya kenaikan upah tahun depan. Namun, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X memilih tetap menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun depan.
Keputusan Menaker tidak menaikkan UMP tahun 2021 tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menaker Nomor 11/HK04/X/2020. SE tersebut kemudian dikirim ke seluruh provinsi agar dipatuhi oleh semua gubernur. Menteri Ida berasalan, mayoritas perusahaan lagi cekak dihantam pandemi Covid-19 sehingga dikhawatirkan terjadi gelombang PHK bila UMP dinaikkan.
Baca Juga: Menaker Tak Naikkan UMP 2021, DIY Tetap Naikkan 3,54%
Lalu, berapa kenaikan UMP yang diteken Ganjar dan Sultan? Ganjar memutuskan untuk menaikkan UMP sebesar 3,27 persen. Tepatnya, dari Rp1.742.015 menjadi Rp1.798.979 per bulan. Dasar Ganjar tetap menaikkan UMP adalah Peraturan Pemerintah Nomor 78/2015 tentang Pengupahan. Selain itu, Ganjar juga sudah membicarakan hal ini dengan pihak terkait seperti Dewan Pengupahan, serikat buruh, dan Apindo.
"Kami sudah menggelar rapat dan mendengarkan masukan. Sudah kami tetapkan UMP Jateng tahun 2021," kata Ganjar.
Kata dia, dalam PP 78/2015, komponen utama UMP adalah pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Berdasarkan data BPS, inflasi September di Jateng sebesar 1,42 persen. Sementara pertumbuhan ekonominya 1,85 persen. Alhasil, terdapat kenaikan 3,27 persen atau naik Rp56.963,9. UMP ini akan berlaku untuk seluruh kabupaten dan kota di Jateng.
Eks Wakil Ketua Komisi II DPR ini meminta seluruh kabupaten dan kota harus menjadikan pedoman UMP dalam penetapan UMK masing-masing.
"Mereka punya waktu sampai tanggal 21 November untuk menyusun itu. Dan ini kalimatnya dapat, artinya bisa iya, bisa tidak. Pengalaman di Jateng, selama ini kami tidak menggunakan UMP melainkan UMK," ungkapnya.
Sementara, Sultan menaikkan UMP sebesar 3,54 persen sehingga UMP DIY di tahun depan sebesar Rp1.765.000. Keputusan itu sudah ditandatangani Sultan.
"Keputusan ini tertuang dalam Pergub Nomor 319/KEP/2020 tentang Penetapan UMP DIY 2021 tertanggal 31 Oktober 2020," kata Ketua Dewan Pengupahan DIY, Aria Nugrahadi.
Aria melanjutkan, keputusan Sultan menaikkan UMP 3,54 persen merupakan kewenangan kepala daerah sebagai jaring pengaman sesuai PP 78/2015. "Keputusan Bapak Gubernur didasarkan pertimbangan dan kebijakan yang mendalam, mempertimbangkan kondisi perekonomian di masa pandemi, serta peningkatan perekonomian bagi pekerja dan keberlangsungan usaha," tutur Aria.
Apa tanggapan Menaker? Saat dikonfirmasi, Ida menyebut SE miliknya hanya untuk memberikan panduan bagi para gubernur. Tidak adanya kenaikan UMP tahun depan, dimaksudkan agar kepala daerah bisa mengatasi dampak ekonomi yang disebabkan pandemi Covid-19.
Terkait keputusan Ganjar dan Sultan, Ida tetap husnuzon (berbaik sangka). Politisi PKB itu yakin gubernur yang menaikkan UMP tahun depan sudah berhitung secara matang.
"Hal itu didasarkan pada pertimbangan dan kajian yang mendalam mengenai dampak Covid-19 terhadap perlindungan upah pekerja dan kelangsungan bekerja serta kelangsungan usaha di daerah yang bersangkutan," tukasnya.
Baca Juga: Mantap! Menaker Ida Fauziah Jabat Ketua Menteri Ketenagakerjaan se-ASEAN
Adapun provinsi yang mengamini SE Menaker adalah Jawa Barat, Banten, Bali, Aceh, Lampung, Bengkulu, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Tengah. Selanjutnya, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Papua.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal memuji keputusan Ganjar dan Sultan. Soal nilai kenaikannya, itu bisa didiskusikan Dewan Pengupahan baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Said mengimbau gubernur lainnya tidak perlu merespons SE Menaker.
"Karena buruh Indonesia menolak surat edaran tersebut maka kami meminta kepada gubernur sebagai pihak yang menetapkan upah minimum tidak mengikuti surat edaran yang meminta tidak ada kenaikan upah minimum di provinsi atau kabupaten/kota," pintanya.
Menurut Said, ini bukan pertama kalinya Indonesia resesi. Pada 1998, yang pertumbuhan ekonominya minus 17,6 persen dan inflasinya sekitar 78 persen. Dengan analogi yang sama, pertumbuhan ekonomi dan inflasi saat ini lebih rendah dibandingkan tahun 1998 di mana pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan minus 8 persen dan inflasi 3 persen.
Dengan dasar tersebut, KSPI mengusulkan kenaikan upah minimum 2021 sebesar 8 persen. Jika dirasa berat, bisa di angka 5-7 persen sesuai kemampuan daerah dan jenis industri masing-masing.
"Sementara bagi perusahaan yang tidak mampu, bisa saja tidak menaikkan upah minimum sepanjang bisa membuktikan laporan keuangan perusahaan yang merugi. Supaya fair," pungkas Said.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: