Transformasi Digital Penting, Pemerintah Naikkan Anggaran Belanja TIK 2021
Pandemi Covid-19 telah mempercepat transformasi digital perekonomian di Indonesia dengan sangat cepat dalam sembilan bulan terakhir. Transformasi digital ini telah berkembang pesat, lebih dari sekadar e-commerce dan perusahaan transportasi online dan telah merambah ke sektor-sektor lain seperti manufaktur, kesehatan, pendidikan, ritel, perhotelan, dan transportasi.
Pemerintah akan menambah anggaran belanja kesehatan, bantuan ke UMKM, dan meningkatkan kesiapan infrastruktur TIK dan digital di Indonesia. Kesehatan menjadi salah satu sektor penting dan menawarkan potensi ekonomi yang besar dan menjadi landasan sektor lain untuk pulih dari pandemi Covid-19.
Baca Juga: Pandemi Picu Pembayaran Digital Melesat
"Konektivitas internet, data, dan gadget akan sangat penting. Itulah mengapa kami mengalokasikan subsidi internet. Peningkatan infrastruktur TIK juga penting untuk meningkatkan total labor productivity Indonesia. Itulah mengapa di tahun 2021 alokasi anggaran belanja pemerintah untuk TIK akan meningkat," kata Wakil Menteri Keuangan Indonesia Suahasil Nazara, Kamis (5/11/2020).
Dia melanjutkan, alokasi anggaran tersebut akan ditransfer ke daerah dan beberapa kementerian seperti Kemenkominfo untuk koneksi satelit, Kemendikbud untuk subsidi internet pelajar dan lainnya, Kemensos, Kementerian PPN dan Kemenkeu. "Kami sedang meng-upgrade sistem tax core agar lebih user friendly dan memberikan kemudahan akses dan kepastian bagi para wajib pajak," tegasnya.
Sejak kasus positif Covid-19 terjadi pertama kali pada bulan Maret, pemerintah menyadari bahwa perekonomian akan tertekan di mana konsumsi rumah tangga dan investasi akan melambat seiring dengan terbatasnya interaksi masyarakat. Hal ini tercermin dari pertumbuhan PDB yang mengalami kontraksi 5,32% di kuartal-II 2020. Untuk itu, pemerintah melakukan intervensi lewat kebijakan fiskal demi mencegah perlambatan ekonomi yang lebih dalam.
Pada bulan Juli dan setelahnya, mulai terlihat mobilitas masyarakat yang menjadi dasar dari pemulihan aktivitas ekonomi Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini mengumumkan pertumbuhan PDB Indonesia mengalami kontraksi 3,49% di kuartal-III, lebih baik dari kuartal sebelumnya. Meskipun masih mengalami kontraksi, pemerintah berharap pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk keseluruhan tahun 2020 ini sekitar minus 1,7 hingga 0,6 persen.
"Saya yakin respons kebijakan fiskal dari pemerintah, di antaranya pengurangan tarif pajak penghasilan (PPh) Badan dari 25% menjadi 22% dan nanti akan dikurangi lagi menjadi 20%, bisa menarik lebih banyak perusahaan swasta untuk berinvestasi di Indonesia. Kami juga berkomitmen untuk mengesahkan UU Omnibus Cipta Kerja di tengah pandemi agar iklim investasi membaik dan saat yang bersamaan menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan melindungi pekerja kita dengan adanya jaminan kehilangan pekerjaan misalnya. Ini akan menjadi landasan reformasi struktural pemerintah. Kami terus berkomitmen untuk terus melakukan reformasi struktural," kata Suahasil.
Pada tahun 202, pemerintah sesuai dengan Perpres Nomor 72/2020 masih akan dalam mode ekspansi belanja pemerintah. Untuk itu, defisit APBN diperkirakan masih akan melebihi 3% dari PDB, tepatnya 5,4% (dibanding tahun 2020 sebesar 6,34%) dan akan berangsur kembali ke level normal di bawah 3% PDB pada tahun 2023.
"Ekonomi digital berkembang sangat cepat dalam 8 bulan terakhir dan akan menjadi masa depan kita. Di kementerian keuangan sendiri kami telah beralih ke digital untuk berbagai aktivitas kami mulai dari administrasi, rapat, tanda tangan semua dilakukan secara digital. Bahkan nanti setelah vaksin ditemukan dan masyarakat kembali merasa nyaman berinteraksi dan kembali melakukan aktivitas ekonomi, saya percaya digital akan tetap menjadi bagian dari kehidupan kita yang baru," tutup Suahasil.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
Editor: Puri Mei Setyaningrum