Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Nasib 5 Perusahaan Milik Konglomerat Salim: Yang Untung Ada, Yang Buntung Pun Ada!

        Nasib 5 Perusahaan Milik Konglomerat Salim: Yang Untung Ada, Yang Buntung Pun Ada! Kredit Foto: Nippon Indosari Corpindo
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Konglomerat Salim memiliki kerajaan bisnis di bawah naungan Salim Group. Indofood adalah brand sekaligus bisnis terbesar yang dimiliki Salim Group.  Meski begitu, ternyata Salim Group memiliki lebih banyak lagi jaringan bisnis yang perusahaan-perusahaan tersebut juga tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), seperti INTP, BINA, IMJS, META, ROTI, dan FAST.

        Berdasarkan penelusuran redaksi, sejumlah perusahaan milik Salim Group belum merilis laporan untuk kuartal ketiga III, termasuk INDF, ICBP, dan FAST. Sementara itu, perusahaan-perusahaan Salim Group lainnya sudah melaporkan kinerja keuangan Q3 2020. Lantas, bagaimanakah performa keuangan dari masing-masing perusahaan itu? Simak ulasan berikut. Baca Juga: Perusahaan Milik Sandiaga Malang Bukan Kepalang, Hampir Rp6 Triliun Keuntungan Melayang!

        1. Bank Ina Perdana

        PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA) menjadi lengan bisnis Salim Group di sektor perbankan. Performa keuangan Bank Ina pada kuartal III 2020 ini terbilang mumpuni. Pasalnya, Bank Ina mencetak kenaikan laba hingga 124,22% dari Rp4,17 miliar pada September 2019 menjadi Rp9,35 miliar pada September 2020. Baca Juga: Perusahaan Milik Crazy Rich Salim: Sari Roti Dongkrak Penjualan Secara Drastis!

        Merujuk ke laporan keuangan perusahaan, positifnya laba tersebut ditopang oleh kenaikan pendapatan bunga bersih sebesar 10,29%, yakni dari Rp110,03 miliar pada Q3 2019 menjadi Rp121,36 miliar pada Q3 2020. Pendapatan operasional lainnya pun tak kalah positif.

        Sampai dengan September 2020, Bank Ina mengantongi pendapatan operasional lainnya sebesar Rp35,64 miliar. Angka tersebut jauh lebih tinggi daripada tahun lalu yang hanya tercatat sebesar Rp11,54 miliar.

        Kinclongnya pendapatan Bank Ina itu mampu menutupi beban perusahaan yang tercatat mengalami pembengkakan pada periode kali ini. Secara keseluruhan, beban operasional Bank Ina bertambah dari Rp115,44 miliar per September 2019 menjadi Rp144,12 miliar per September 2020. Beban tersebut disumbang oleh penyisihan kerugian nilai sebesar Rp24,05 miliar, beban tenaga kerja sebesar Rp63,42 miliar, beban umum dan administrasi sebesar Rp53,96 miliar, dan beban lainnya sebesar Rp2,69 miliar.

        2. Nippon Indosari

        PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI) merupakan perusahaan milik Salim Group yang bergerak di bidang consumer goods. Pemilik bran Sari Roti ini mengantongi laba bersih sebesar Rp127,19 miliar pada kuartal III 2020. Capaian tersebut anjlok 39,92% dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp211,71 miliar.

        Pada saat yang bersamaan, penjualan bersih ROTI menurun 0,81% dari Rp2,46 triliun pada September 2019 menjadi Rp2,44 triliun pada September 2020. Meski begitu, capaian tersebut membaik dari penjualan bersih ROTI pada kuartal II 2020 lalu yang hanya sebesar Rp1,67 triliun.

        Direktur Sari ROTI, Arlina Sofia, mengungkapkan bahwa masing-masing kanal penjualan perusahaan mencetak pertumbuhan kinerja yang baik selama periode tersebut. Kontributor terbesar terhadap penjualan berasal dari kanal modern, yakni menembus Rp1,67 triliun. Tak kalah positif, kontribusi dari kanal tradisional bahkan tercatat tumbuh 22% menjadi 701 miliar.

        Pertumbuhan tersebut sejalan dengan penerapan strategi perusahaan, di mana Sari Roti fokus pada pasar potensial di area permukiman. Diketahui, pada masa pandemi Covid-19 ini, Sari Roti melayani pemesanan produk melalui WhatsApp dan Chatbot.

        "Pada masa pandemi Covid-19, kanal modern dapat mempertahankan penjualan khususnya periode Juli-September tahun 2020 sebesar Rp505 miliar yang relatif stabil dibandingkan periode April-Juni 2020 didukung inisiatif promo dan marketing yang efektif," pungkas Arlina, Senin, 26 Oktober 2020.

        Lebih lanjut, Arlina mengatakan bahwa sampai dengan 30 September 2020, Sari Roti telah menyerap 90,4% atau sebesar Rp361,6 miliar dari total belanja modal (capex) tahun 2020. Serapan tersebut digunakan untuk pengembangan usaha, termasuk peningkatan kapasitas, penguatan jaringan distribusi, dan pembangunan pabrik baru di Banjarmasin dan Pekanbaru yang ditargetkan akan mulai beroperasi pada kuartal I 2021 mendatang.

        3. Nusantara Infrastructure 

        Perusahaan selanjutnya yang menjadi bagian dari Salim Group adalah PT Nusantara Infrastructure Tbk (META). Sepanjang kuartal III 2020, META membukukan laba bersih sebesar Rp56,28 miliar. Jika dibandingkan dengan kuartal III 2019, nilai tersebut turun 56,43% dari capaian sebelumnya yang tercatat sebesar Rp133,76 miliar.

        Padahal, META membukukan kenaikan pendapatan sebesar 22,28 miliar pada periode tersebut. Melansir dari laporan keuangan perusahaan, META mencetak pendapatan bersih sebesar Rp1,29 triliun pada September 2020, sedangkan September 2019 lalu tercatat sebesar Rp1,05 triliun.

        Pendapatan usaha dan penjualan menyumbang bagian sebesar Rp373,44 miliar pada Q3 2020, lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp46892 miliar. Sementara itu, pendapatan konstruksi menyumbang sebesar Rp912,45 miliar pada Q3 2020 atau lebih tinggi dari tahun lalu yang sebesar Rp584,99 miliar.

        Faktor yang kemudian membuat keuntungan META terpangkas adalah membengkaknya beban umum dan administrasi dari Rp106,62 miliar pada September 2019 menjadi Rp119,45 miliar pada September 2020. Ditambah lagi, penghasilan keuangan META tercatat menipis, yakni daru Rp24,61 miliar pada tahun lalu menjadi Rp17,09 miliar pada tahun ini. Begitu pun dengan bagian laba bersih entitas asosiasi yang turun dari Rp55,61 miliar menjadi Rp23,86 miliar.

        4. Indocement Tunggal Prakarsa

        PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) juga menjadi salah satu perusahaan milik Salim Group meski porsinya tidak terlalu besar. Perusahaan produsen semen ini tercatat membukukan laba bersih sebesar Rp1,12 triliun pada September 2020 atau turn 5% dari September 2019 lalu yang mencapai Rp1,18 triliun.

        Melansir dari laporan keuangan perusahaan, penurunan laba bersih tersebut terjadi seiring dengan lebih rendahnya pendapatan yang diterima INTP dalam sembilan bulan pertama tahun 2020. Dari tahun ke tahun, pendapatan INTP menurun 10,6%, yakni Rp11,35 triliun pada September 2019 menjadi Rp10,15 triliun pada September 2020.

        Manajemen mengungkapkan, koreksi pendapatan terjadi seiring dengan volume penjualan yang terpangkas 9,7%. Pada sembilan bulan tahun lalu, INTP mencetak volume penjualan sebesar 13,50 juta ton dan angkanya turun menjadi 12,19 juta ton pada sembilan bulan pertama tahun ini. Volume penjualan tersebut masing-masing disumbang oleh pasar ekspor domestik sebesar Rp12,11 juta ton dan pasar ekspor sebesar 86 ribu ton. Jika dibandingkan tahun sebelumnya, kontribusi tersebut menurun, di mana tahun lalu pasar domestik menyumbang 13,40 juta ton dan ekspor menyumbang 103 ribu ton.

        "Pangsa pasar di Jawa meningkat 60 bps dari 34,2% menjadi 34,8% dan di luar Jawa meningkat 80 bps dari 14,6% menjadi 15,4%. Peningkatan di Jawa didorong oleh pangsa pasar dari keseluruhan Jawa  Barat (80 bps dari 45,7% menjadi 46,5%) dan pangsa pasar Jawa Tengah (200 bps dari 33,2% menjadi 35,2%). Sementara pertumbuhan di luar Jawa didorong dari pulau-pulau utama disebabkan oleh pengoperasian penuh Kompleks Pabrik Tarjun setelah musim liburan pertengahan tahun ini," ungkap manajemen secara tertulis, Jakarta, Rabu, 11 November 2020.

        Manajemen menambahkan, sejak awal tahun 2020, pasar semen terganggu oleh curah hujan yang tinggi dan kemudian diperparah dengan adanya pandemi Covid-19 yang berdampak pada perekonomian. Sampai dengan kuartal berikutnya, Indocement memperkirakan pasar masih akan terganggu oleh beberapa sentimen, seperti curah hujan tinggi akibat La Nina dan pilkada yang akan digelar pada Desember mendatang. 

        "Namun demikian, dengan peningkatan anggaran infrastruktur pemerintah tahun 2021 kembali menjadi sebesar masa pra-Covid dan ekspektasi efek pengganda dari selesainya proyek-proyek infrastruktur  sebagai pendorong pengembangan kawasan industri dan pabrik, pertumbuhan permintaan tahun 2021 diperkirakan dapat bertumbuh positif antara +4% sampai +5%," sambungnya.

        5. Indomobil Multi Jasa

        Perusahaan milik konglomerat Salim berikutnya adalah PT Indomobil Multi Jasa Tbk (IMJS). Sayangnya, kinerja IMJS pada kuartal III 2020 tidak maksimal karena perusahaan membukukan rugi bersih sebesar Rp45,31 miliar per September 2020. Capaian tersebut berbanding terbalik dengan tahun lalu, di mana IMJS mencetak laba bersih sebesar Rp83,19 miliar.

        Dari segi pendapatan, IMJS mencatat ada kenaikan sebesar 7,88%. Dilansir dari laporan keuangan perusahaan, pendapatan IMJS mencapai Rp3,15 triliun pada September 2020, sedangkan pada September 2019 lalu pendapatan yang terhimpun hanya sebesar Rp2,92 triliun.

        Beban keuangan yang membengkak menjadi salah satu faktor yang membuat keuntungan IMJS berbalik menjadi kerugian. Per September tahun ini, beban keungan IMJS mencapai Rp478,35 miliar, sedangkan tahun lalu angkanya sebesar Rp370,49 miliar. Beban umum dan administrasi juga ikut membesar, yakni dari Rp881,01 miliar pada Q3 2019 menjadi Rp969,70 miliar pada Q3 2020.

        Pada saat bersamaan, pendapatan operasional lain yang berhasil dikantongi IMJS menyusut dari Rp223,38 miliar pada September 2019 menjadi Rp188,59 miliar pada September 2020. Bahkan, bagian laba bersih entitas asosiasi angkanya menurun drastis dari Rp20,12 miliar pada tahun lalu menjadi Rp9,45 miliar pada tahun ini.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Lestari Ningsih
        Editor: Lestari Ningsih

        Bagikan Artikel: