Berawal dari Wejangan Presiden Soeharto, Grup Salim Sukses Bawa Indomie Menembus Pasar Global

Sudono Salim dan keluarganya yang tergabung ke dalam Grup Salim merupakan konglomerat terbesar di Indonesia yang menjadi sosok penting dalam industri makanan. Predikat ini utamanya diraih melalui mi instan Indomie.
Hingga kuartal III tahun 2024, PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF), anak perusahaan Grup Salim, mencatat laba bersih sebesar Rp 8,76 triliun. Indomie, salah satu produk unggulannya, mencatat produksi tahunan mencapai 20 miliar bungkus dan diekspor ke lebih dari 80 negara, seperti Australia, Hong Kong, Yordania, Arab Saudi, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa.
Namun, siapa sangka di balik kesuksesan ini, terdapat perjalanan panjang yang dimulai dari hubungan erat antara Sudono Salim atau Liem Sioe Liong dan Presiden Soeharto.
Kisah Grup Salim bermula pada era perjuangan ketika Liem Sioe Liong menjadi pemasok logistik bagi pasukan yang dipimpin oleh Soeharto. Perkenalan ini terjadi melalui Sulardi, sepupu Soeharto, yang menjadi perantara. Hubungan ini berkembang hingga kemudian, pada masa pemerintahan Soeharto, Liem mendapatkan berbagai peluang bisnis strategis.
Salah satu momen penting terjadi pada 1967, ketika Liem bersama rekan-rekannya, yaitu Sudwikatmono, Djuhar Sutanto, dan Ibrahim Risjad, sukses melakukan impor beras sebanyak 35.000 ton. Keberhasilan ini menjadi titik awal kepercayaan Soeharto terhadap kemampuan bisnis Liem.
Dalam sebuah pertemuan pada 24 September 1995 di Tapos, Bogor, Soeharto mengungkapkan bahwa Liem pernah meminta saran mengenai bisnis yang dapat dikembangkan. Soeharto menyarankan agar Liem membangun industri pangan yang dibutuhkan masyarakat.
“Kamu jangan hanya dagang untuk cari untung, tapi harus membangun industri yang dibutuhkan rakyat,” ujar Soeharto kala itu dikutip dari buku Presiden ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita, Buku XVII (1995).
Atas saran itu, Liem mendirikan pabrik tepung terigu dengan nama Bogasari.
Bermodal awal Rp 100 juta dan kredit Rp 2,8 miliar, Bogasari menjadi pelopor dalam industri tepung terigu di Indonesia. Pabrik ini mendapat izin dari Bulog untuk memproduksi tepung terigu, sementara pengendalian pasokan tetap berada di tangan pemerintah.
Bogasari tidak hanya menjadi sumber bahan baku, tetapi juga menjadi langkah awal bagi Grup Salim untuk mengembangkan produk hilir. Dengan ketersediaan tepung terigu, Grup Salim memasuki bisnis mi instan melalui peluncuran merek seperti Sarimi, Supermi, dan akhirnya Indomie.
Pada 1970-an, Indonesia menghadapi kelangkaan beras yang mendorong Grup Salim untuk mengembangkan alternatif pangan. Awalnya, Liem mendirikan PT Sanmaru Food bersama Djajadi, menciptakan merek mi instan seperti Supermi. Namun, keberhasilan terbesar datang ketika Indofood didirikan sebagai perusahaan patungan yang mengakuisisi merek-merek mi instan lainnya.
Pada 1980-an, Indofood menjadi pemain utama dalam industri mi instan, dengan Indomie sebagai produk unggulannya. Dengan berbagai versi cerita, pada akhirnya, PT Indofood berhasil menjadi entitas sepenuhnya di bawah kendali Grup Salim.
Saat ini, Indomie tidak hanya menjadi produk favorit di dalam negeri tetapi juga telah mendunia. Dengan distribusi ke lebih dari 80 negara, Indomie menjadi simbol keunggulan Indonesia dalam industri makanan olahan. Pasar utamanya meliputi wilayah Australia, Amerika Serikat, Timur Tengah, Afrika, dan Eropa.
Indomie dengan varian rasa kaldu ayam di tahun 1972 adalah yang pertama kali diproduksi oleh PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP). Seiring waktu, pamor mi ini terus naik hingga dilakukan ekspor pertamanya pada tahun 1992.
Melansir Katadata, pada waktu itu Indofood membentuk Direktorat Ekspor yang memiliki tugas untuk mengembangkan ekspor Indomie ke berbagai negara. Tim tersebut mempelajari semua izin impor di setiap negara dan menetapkan target negara. Ternyata sasaran utamanya saat itu adalah negara dengan jumlah tenaga kerja Indonesia atau TKI yang paling banyak, seperti Hong Kong, Taiwan, Arab Saudi, dan lainnya. Di sisi lain, Indomie dibawa langsung oleh para pelajar-pelajar Indonesia di luar negeri.
Seiring waktu, PT Indofood melanjutkan ekspansi bisnisnya dengan membangun regional office mereka di masing-masing negara. Tidak hanya itu, pada beberapa negara target pasar Indomie dibangun kerja sama dengan perusahaan lokal, salah satunya di Nigeria bersama De United Foods Industries Ltd (Dufill dan Dufil Prima Food Plc). Tercatat pada tahun 2016 total produksi mi instan Indomie milik PT Indofood berhasil memproduksi 18 miliar bungkus. Produksi ini meningkat dari tahun 2015 di mana telah meraih sebesar 17 miliar bungkus.
Baca Juga: Kisah Bisnis Sudono Salim, Kerja di Pabrik Kerupuk hingga Menjadi Konglomerat Dunia
Baca Juga: Dibawa Sudono Salim, Ini Sejarah Masuknya Yakult ke Indonesia
Dulu, bisnis ini dimulai dari saran Presiden Soeharto untuk membangun industri berbasis kebutuhan rakyat. Kini, dengan laba bersih Rp 8,76 triliun pada kuartal III 2024, Indofood terus memperkuat posisinya sebagai salah satu perusahaan makanan terbesar di dunia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement