Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Nasib 8 Perusahaan di Konglomerasi Bisnis Sinar Mas Group

        Nasib 8 Perusahaan di Konglomerasi Bisnis Sinar Mas Group Kredit Foto: Ist
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Mendiang Eka Tjipta Widjaja mewariskan konglomerasi bisnis raksasa di bawah naungan Sinar Mas Group. Sedikitnya ada sebelas perusahaan Sinar Mas Group yang tercatat di pasar modal domestik dengan sandi bursa BSDE, DMAS, BSIM, DUTI FREN, INKP, SMAR, SMMA, TKIM, DOID, dan DSSA.

        Mengingat bahwa sembilan bulan pertama tahun 2020 sudah terlewati, perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pun melaporkan kinerja keuangan untuk periode kuartal III 2020. Berdasarkan penelusuran Warta Ekonomi, delapan dari sebelas perusahaan Sinar Mas Group sudah merilis laporan keuangan Q3 2020. 

        Lantas, bagaimana kinerja keuangan dari masing-masing perusahaan Sinar Mas Group tersebut sepanjang kuartal III 2020 ini? Simak rangkuman berikut.

        1. Bumi Serpong Damai

        PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) menjadi jaringan bisnis Sinar Mas Group di sektor properti. Sepanjang kuartal ketiga tahun 2020, BSDE mencetak laba bersih sebesar Rp469,56 miliar. Capaian tersebut menurun 79,86% dari kuartal ketiga tahun 2019 lalu yang tercatat sebesar Rp2,31 triliun. 

        Keuntungan BSDE ini banyak terpangkas seiring dengan capaian pendapatan yang lebih rendah pada periode tersebut. BSDE membukukan pendapatan sebesar Rp4,28 triliun per September 2020, menurun 18,16% dari September 2019 lalu yang mencapai Rp5,23 triliun.

        Bersamaan dengan itu, beban keuangan BSDE tercatat mengalami perbaikan, yakni dari Rp1,89 triliun pada tahun 2019 menjadi Rp1,69 pada tahun 2020. Sayangnya, BSDE yang pada tahun lalu tidak mencatatkan beban bunga diskonto penjualan, tahun ini justru tercatat sebesar Rp360,62 miliar. Hal inilah yang kemudian membuat laba perusahaan menurun drastis.

        2. Puradelta Lestari

        Masih dari sektor properti, Sinar Mas Group tercatat menjadi pemilik dari PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS). Pengembang kawasan Deltamas itu membukukan laba bersih sebesar Rp302,45 miliar pada Q3 2020 atau menurun 60,16% dari capaian pada Q3 2019 lalu yang sebesar Rp759,10 miliar.

        Merujuk ke laporan keuanga perusahaan, pendapatan Deltamas terkontraksi sebesar 48,42% dari Rp1,27 triliun pada September 2019 menjadi Rp654,99 miliar pada September 2020. Segmen industri menyumbang porsi terbesar, yakni hingga Rp538 miliar. Kontributor pendapatan berikutnya adalah segmen komersial sebesar Rp65 miliar, segmen hunian sebesar Rp36 miliar, serta segmen hotel dan rental sebesar Rp6,6 miliar.

        3. Bank Sinarmas

        PT Bank Sinarmas Tbk (BSIM) dapat dikatakan menjadi yang terbaik di antara perusahaan-perusahaan Sinar Mas Group lainnya pada kuartal ketiga tahun 2020. Dalam waktu sembilan bulan, Bank Sinarmas berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp96,77 miliar pada September 2020. Angka tersebut bertambah 818,12% dari laba Bank Sinarmas per September 2019 lalu yang sebesar Rp10,54 miliar.

        Asal tahu saja, lonjakan laba tersebut didongkrak oleh pendapatan operasional Bank Sinarmas yang tumbuh subur. Per September 2020, pendapatan operasional Bank Sinarmas tercatat sebesar Rp2,93 triliun, sedangkan September 2019 lalu hanya sebesar Rp2,53 triliun. Meskipun begitu, pendapatan bunga bersih tercatat menurun tipis 0,59% dari Rp1,67 triliun pada Q3 2019 menjadi Rp1,66 triliun pada Q3 2020.

        4. Smartfren Telecom

        Jaringan bisnis Sinar Mas Group berikutnya bergerak di sektor telekomunikasi, yakni PT Smartfren Telecom Tbk (FREN). Sampai dengan September 2020, Smartfren masih membukukan rugi sebesar Rp1,75 triliun. Kerugian tersebut bahkan membengkak 6,70% dari September 2019 lalu yang tercatat sebesar Rp1.64 triliun.

        Padahal, dari segi pendapatan Smartfren berhasil memperbaiki keadaan. Jika pada Q3 2019 pendapatan Smartfren hanya sebesar Rp4,98 triliun, angkanya bertumbuh hingga 37,55% menjadi Rp6,85 triliun pada Q3 2020. Beban yang membengkak menjadi faktor kerugian Smartfren semakin besar. 

        Merujuk ke laporan keuangan perusahaan, beban lain-lain mengalami kenaikan signifikan, yakni dari Rp131,12 miliar pada kuartal III 2019 menjadi Rp920,56 miliar pada kuartal III 2020. Kian besarnya beban tersebut disebabkan oleh kerugian kurs mata uang asing sebesar Rp255,19 miliar pada Q3 2020, sedangkan tahun sebelumnya tercatat untung sebesar Rp198,15 miliar.

        5. Sinar Mas Agro

        Kinerja PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR) kurang maksimal pada kuartal ketiga tahun 2020. Dalam sembilan bulan pertama tahun 2020, SMAR mengantongi keuntungan 59,62% lebih rendah dari Rp531,77 miliar menjadi Rp214,72 miliar. 

        Meskipun begitu, pendapatan SMAR tercatat mengalami pertumbuhan tipis sebesar 6,89% dari Rp26,38 triliun pada September 2019 menjadi Rp28,20 triliun pada September 2020. Capaian laba tidak berjalan seirama dengan kenaikan pendapatan karena pada saat yang bersamaan SMAR membukukan beban lain-lain sebesar Rp771,73 miliar. Padahal, tahun sebelumnya pos ini tercatat sebagai penghasilan dengan angka sebesar Rp56,26 miliar.

        6. Sinar Mas Multiartha

        Perusahaan Sinar Mas Group berikutnya adalah PT Sinar Mas Multiartha Tbk (SMMA). Seperti kebanyakan anggota Sinar Mas lainnya, SMMA mencatat penurunan laba sebesar Rp79,23% dari Rp5,68 triliun pada September 2019 menjadi Rp1,18 triliun pada September 2020. 

        Menipisnya keuntungan SMMA dipengaruhi oleh lebih rendahanya pendapatan yang dicapai perusahaan dalam sembilan bulan pertama tahun ini. Merujuk ke laporan keuangan perusahaan, pendapatan SMMA menurun 7,30% dari Rp30,52 triliun pada Q3 2019 menjadi Rp28,29 triliun pada Q3 2020.

        Pada saat yang bersamaan, beban yang ditanggung SMMA membesar. Pada triwulan ketiga tahun lalu, SMMA mencetak beban sebesar Rp24,75 miliar, sedangkan tahun ini angkanya naik menjadi Rp27,06 triliun. Ditambah lagi, beban pajak pada Q3 2020 ini tercatat negatif sebesar Rp22,78 miliar, di mana pada Q3 2019 lalu tercatat positif sebesar Rp10,59 miliar.

        7. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia

        PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) membukukan kenaikan laba bersih sebesar 10,35% dari US$152,48 juta pada kuartal III 2019 menjadi US$168,26 juta pada kuartal III 2020. Meskipun begitu, penjualan TKIM mengalami koreksi 21,41% dari US$827,34 juta pada Q3 2019 menjadi US$650,21 juta pada Q3 2020.

        Faktor yang kemudian membuat keuntungan meningkat ketika penjualan turun adalah keberhasilan TKIM dalam menekan beban. Per September 2020, beban usaha TKIM tercatat sebesar US$33,23 juta. Angka tersebut lebih rendah dari September 2019 lalu yang tercatat hingga US$58,01 juta.

        Melansir dari laporan keuangan perusahaan, TKIM mencatat beban bunga yang lebih rendah pada periode kali ini. Per September 2020, beban bunga TKIM turun dari angka US$42,11 juta menjadi US$38,39 juta. Begitu pun dengan beban bagi hasil musyarakah yang juga turun dari angka US$3,46 juta menjadi US$3,15 juta.

        8. Indah Kiat Pulp & Paper

        PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) membukukan penurunan laba bersih sebesar 20,76% dalam sembilan bulan pertama tahun 2020. Per September 2020, keuntungan yang dikantongi INKP mencapai US$287,46 juta, sedangkan pada September 2019 lalu capaiannya sebesar US$238,05 juta.

        Bersamaan dengan itu, penjualan yang berhasil dihimpun INKP juga menurun pada periode kali ini. Sepanjang kuartal III 2020, INKP mencatat penjualan sebesar US$2,19 miliar. Nilai tersebut menurun 0,11% dari penjualan kuartal III 2019 yang sebesar US$2,47 miliar.

        Beban usaha yang dicetak INKP juga tercatat membengkak, yakni dari US$227,51 juta pada September 2019 menjadi US$230,29 juta pada September 2020. Hal itu yang kemudian membuat laba usaha INKP terpangkas dari yang sebelumnya US$439,29 juta menjadi US$419,88 juta.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Lestari Ningsih
        Editor: Lestari Ningsih

        Bagikan Artikel: