Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Tantangan, Gejala, dan Perkembangan Vaksin COVID-19 di Indonesia

        Tantangan, Gejala, dan Perkembangan Vaksin COVID-19 di Indonesia Kredit Foto: IStockPhoto/Manjurul
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (FFUI) menggelar Orasi Ilmiah oleh Prof Maksum Radji sebagai salah satu rangkaian dari peringatan Dies Natalis ke-9 FFUI yang mengusung tema besar Maju Bersama Berbakti Pada Negeri.

        Prof Maksum, yang merupakan seorang Guru Besar FFUI, menyampaikan topik orasi ilmiah bertajuk Perkembangan Vaksin COVID-19. Orasi llmiah berlangsung secara daring, yang dilaksanakan pada Senin (30/11/2020).

        Materi awal yang diberikan oleh Prof Maksum adalah pemaparan fakta tentang kondisi pandemi COVID-19 di Indonesia, di antaranya jumlah pasien terinfeksi COVID-19 di dunia dan Indonesia, peta sebaran COVID-19 di Indonesia, kendala dan tantangan dalam pencegahan penularan COVID-19, sifat-sifat, morfologi dan genetika dari virus SARS-CoV-2, dan juga patofisiologi yang ditimbulkan dari COVID-19.

        Baca Juga: Disabilitas Bukan Halangan, Tetap Semangat di Masa Pandemi

        Dikatakan Prof Maksum, pengembangan obat COVID-19 masih terus dilakukan. Hingga saat ini belum ada obat yang spesifik dapat melawan virus SARS-CoV-2. Favipiravir dan Remdesivir adalah dua nama obat yang telah mendapatkan persetujuan untuk dapat digunakan dalam penanganan COVID-19 oleh FDA dan BPOM.

        Dalam pengembangan vaksin COVID-19, sudah sekitar 150 kandidat yang terlibat, antara lain kandidat berbasis RNA, DNA, dan viral vector. Selain itu, ada juga yang berbasis virus yang dilemahkan, virus yang dimatikan, serta subunit dari virus itu.

        Vaksin yang tengah dikembangkan ini diharapkan akan memberikan respons imun, sehingga menimbulkan proses kekebalan terhadap COVID-19. Namun, pengembangan vaksin memiliki jangka waktu yang cukup panjang karena harus melalui proses basic research, praklinik, uji klinik, pengkajian oleh BPOM, dan post market surveillance.

        Ia juga menjelaskan bahwa beberapa institusi di Indonesia turut serta dalam proses pengembangan vaksin COVID-19. Institusi tersebut antara lain adalah Lembaga Eijkman (Subunit protein rekombinan), LIPI (Fusi protein rekombinan), UGM (m-RNA, DNA dan virus-like particle), UI (Adenovirus), Unair (Adeno-associated Virus).

        Prof Maksum menjelaskan beberapa tantangan utama yang harus dihadapi dalam melawan COVID-19 adalah adanya kemampuan mutasi dari virus SARS-CoV-2, kemampuan dan akurasi dari alat deteksi virus SARS-CoV-2, penemuan obat dan vaksin yang masih dalam tahap pengembangan dan sikap masyarakat dalam menjaga protokol kesehatan.

        Hal yang menjadi perhatian saat ini adalah munculnya beberapa jenis strain mutasi dari virus SARS-CoV-2. Tipe D614G muncul pada Juli 2020 dan dikhawatirkan memengaruhi keefektifan vaksin yang sedang dikembangkan, sedangkan tipe Q677H ditemukan pada September 2020 dan masih dilakukan penelitian secara lanjut.

        Beberapa gejala patofisiologis juga dijelaskan di dalam orasi ilmiah ini, di antaranya kemampuan virus dalam mengakibatkan severe acute respiratory syndrome dan badai sitokin. 

        Selain itu, Prof Maksum juga menjelaskan tentang gejala yang dialami oleh penderita COVID-19 dan kondisi yang mungkin dialami selama masa infeksius virus tersebut, misalnya badai sitokin.

        Presentasi dilanjutkan dengan penjelasan mengenai kelompok yang berisiko tinggi tertular COVID-19, yaitu kelompok yang memiliki penyakit penyerta (hipertensi, diabetes, gagal ginjal, dan jantung), berusia lanjut (60 tahun ke atas), mengalami obesitas (BMI di atas 27 kg/m2), dan memiliki daya tahan tubuh yang rendah. Penyakit hipertensi dan diabetes memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan penyakit penyerta lain.

        Beberapa metode deteksi COVID-19 juga dijelaskan dalam orasi ilmiah ini, antara lain deteksi dengan antigen (rapid test) dan deteksi materi genetik virus (swab test). Jenis rapid test yang tersedia, yaitu rapid test berbasis antibodi dan rapid test berbasis antigen.

        Rapid test berbasis antigen memiliki akurasi sebesar 80%, sedangkan untuk swab test (PCR) memiliki akurasi sebesar 95%. Hal ini yang mendasari bahwa swab test menjadi pengujian konfirmasi pernyataan seseorang positif COVID-19.

        FFUI secara konsisten menyelenggarakan seminar yang bertujuan untuk mengedukasi masyarakat. Menurut Mahdi Jufri, Dekan FFUI, "Fakultas Farmasi UI berkomitmen untuk terus berkontribusi dalam dunia kefarmasian dan kesehatan. Kami menjalin kolaborasi triple helix, baik dengan pihak industri dan pemerintah guna menyelesaikan permasalahan yang tengah dihadapi masyarakat, khususnya di masa pandemi COVID-19 saat ini."

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: