Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ngomongin Duit Bareng Raditya Dika, Dari Bertahan di Tengah Pandemi hingga Keuangan Rumah Tangga

        Ngomongin Duit Bareng Raditya Dika, Dari Bertahan di Tengah Pandemi hingga Keuangan Rumah Tangga Kredit Foto: (Foto: Instagram/@raditya_dika)
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Influencer Raditya Dika kini sering membuka topik podcast di YouTube-nya tentang keuangan. Radit juga pernah menggandeng CEO Zap Finance, Prita Ghozie dalam konten bertajuk "NGOMONGIN DUIT.." untuk membicarakan soal keuangan, terutama di tengah pandemi. Namun ternyata, pembahasan keuangan ini lebih mendalam dari sekedar bertahan di tengah pandemi, tak hanya soal gaji tetapi juga mengatur keuangan rumah tangga antara suami istri.

        Sebelum mengatur keuangan, perlu dipahami terlebih dahulu untuk mengubah mindset. Kalau tidak, maka hanya akan menjadi stress, terlebih di tengah pandemi yang orang-orang menjadi lebih cemas, merasa penuh ketidakpastian, ada yang di PHK dan lain sebagainya.

        Karena itulah harus melawan hal-hal itu terlebih dahulu sebelum mengatur keuangan. Yakni dengan membatasi informasi yang berlebihan. Karena hal itu dapat berimbas pada pengeluaran yang berlebihan karena tidak berdasarkan logika, melainkan berdasarkan ketakutan.

        Selanjutnya, terkadang orang-orang lari dari kenyataan dengan ketakutan-ketakutan yang tak berdasar. Padahal bisa jadi banyak positifnya dari setiap kejadian. Kita juga harus bisa membelanjakan uang dengan logika, bukan berdasarkan emosi.

        Kalau hal-hal yang disebutkan di atas sudah teratasi di dalam diri pribadi, maka sudah bisa memasuki bagaimana cara mengatur keuangan.

        Tetapi dalam pandemi seperti ini hal pertama yang patut disyukuri setiap orang adalah bersyukur. Karena masih bisa bernafas, makan dan sehat. Orang-orang yang tadinya berkhayal bisa membeli A akhirnya bisa kembali ke Bumi dan sadar akan kemampuan finansialnya.

        Lalu, setiap rumah tangga harus mengatur uang dan berapa pengeluarannya, sebagai berikut:

        • Living yaitu berbagai pengeluaran yang tak bisa diganggu gugat. Seperti, listrik, biaya makan, cicilan dan lain sebagainya.
        • Saving yaitu dana darurat, menabung untuk membeli sesuatu atau liburan dan investing untuk dana hari tua.
        • Playing yaitu hiburan untuk diri yang harus tetap dilakukan guna menjaga pikiran agar tetap waras.

        Dari total 100 persen pendapatan, maka living 50%, saving 30% dan playing 20%. Untuk menghadapi krisis ini, kita harus mencatat sumber pendapatan hingga akhir tahun, lalu mengatur ulang budget dan cek dana darurat.

        Apabila ada yang berinvestasi, sebelum cek investasi yang dimiliki, lebih baik cek dana darurat terlebih dahulu. Adapun nominal ideal bagi dana darurat adalah 12x dari total living cost yang kita butuhkan, terutama di tengah pandemi seperti sekarang.

        Namun, apabila dana darurat tidak cukup untuk 12x living cost, maka hentikan investasi terlebih dahulu dan penuhi dana darurat. Karena kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi di tengah pandemi seperti saat ini, dana darurat harus dibutuhkan.

        Barulah cek aset investasi yang dimiliki, baik saham, reksadana ataupun emas. Untuk di tengah pandemi seperti saat ini, menjual emas adalah yang paling menguntungkan karena di tengah kecemasan, harga emas akan semakin melambung.

        Lalu, bagaimana soal utang?

        Kebanyakan orang biasanya akan berutang atau mencicil untuk membeli rumah, kendaraan, gadget atau bahkan berutang cash yang uangnya bisa jadi hanya untuk hura-hura. Bagi orang yang berutang cash ini, lebih baik dihentikan. Memang, justru paling dibutuhkan adalah uang cash, tetapi kalau bisa jangan sampai berutang.

        Kerjakan apapun asalkan halal meski laba yang didapatkan sedikit. Bisa juga dengan menjual barang yang harganya lumayan. Sangat tidak disarankan untuk garage sale atau menjual baju karena yang didapat tak seberapa dibandingkan dengan menjual barang dengan harga lumayan.

        Hal ini karena kita butuh uang cash dengan nominal yang cukup besar untuk melanjutkan kehidupan. Selain itu, bisa juga menggadai barang. Namun, apabila sudah tidak ada barang yang bisa dijual dan tidak ada barang yang bisa digadai, barulah pilihan terakhir untuk berutang cash. Asalkan memang sangat dibutuhkan, jangan sampai hanya karena kebiasaan 'buruk' soal finansial yang belum hilang.

        Kebiasaan buruk kebanyakan orang ini biasanya berasal dari gengsi. Mereka biasanya tak mau menjual atau bahkan menggadai barang karena takut dianggap downgrade diri atau bahkan bangkrut. Padahal, kalau memang tidak mampu, jangan dipaksakan.

        Selalu ingat kalimat, "If you can't buy it cash, then you can't afford it". Jadi, jangan malah berutang untuk membeli barang yang sebenarnya kita tidak mampu. Karena biaya untuk makan itu murah, sementara biaya untuk pamer itu mahal.

        Sementara, untuk bisnis yang terdampak pandemi, sebaiknya justru yang diselamatkan dari bisnis yang dimiliki adalah orang-orangnya alias karyawan. Yaitu orang-orang yang memang memiliki value tinggi untuk perusahaan sehingga bisa mem-backup berbagai urusan bisnis. Jadi, gak perlu lagi one man show.

        Selain itu juga, pemilik bisnis harus melihat angka-angka yang dibutuhkan hingga akhir tahun. Lalu, terbuka mengenai dampak apa yang dirasakan perusahaan dan bagaimana cara atau solusi untuk mengatasinya. Pilihlah orang-orang yang ingin bertahan dan berjuang bersama di tengah krisis ini, jangan pertahankan karyawan yang enggan berjuang.

        Selanjutnya, cobalah untuk menekan fixed cost atau biaya tetap perusahaan. Sebisa mungkin dinego agar biaya bisa lebih kecil daripada seharusnya. Karena itu, hampir semua bisnis seharusnya bisa melakukan pivot atau mencari alternatif dan strategi lain di tengah krisis ini.

        Meski demikian, sebagai manusia biasa, pebisnis harus sadar betul bagaimana cara melakukan pivot atau strategi yang tepat untuk diri sendiri, karyawan dan bisnis itu sendiri.

        Jangan mengharapkan hasil yang sempurna secara instan. Tetapi, kerjakan sesuatu, lalu dicek yang kurangnya, terus perbaiki hingga mencapai standar yang diharapkan. Karena itu harus memiliki pencapaian jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

        Hal ini agar setiap pencapaian jangka pandek berhasil, maka lebih bersemangat untuk mencapai impian jangka panjang.

        Mengatur Uang dalam Rumah Tangga

        Banyak pasangan yang cerai justru karena masalah keuangan. Menurut Prita, hal ini karena didasarkan oleh perbedaan perspektif keuangan antara wanita dan pria. Perbedaan pertama yang mendasar adalah wanita senang berbelanja dan cuci mata. Sementara laki-laki, lebih suka langsung membeli.

        Lalu dalam hal investasi, laki-laki berinvestasi karena kompetisi kepada pria-pria lainnya. Sementara wanita, berinvestasi lebih karena ingin merasa aman secara finansial. Lalu, laki-laki dalam berinvestasi lebih mengikuti adrenalin. Sementara perempuan bisa lebih rasional. Dalam studi, justru portofolio investasi perempuan bisa lebih tinggi daripada laki-laki.

        Selanjutnya, masalah keuangan kedua antara rumah tangga adalah masalah pembagian pengaturan keuangan. Ada 4 cara pembagian keuangan dalam rumah tangga:

        1. Pendapatan keduanya digabung, lalu suami dan istri memegang uang sakunya sendiri-sendiri.
        2. Semua uang suami diatur oleh istri, sementara uang istri dikelola sendiri.
        3. Tidak memberi tahu penghasilan ke pasangan, tetapi mereka membagi tugas keuangan seperti misal suami membayar cicilan, istri membayar listri.
        4. Istri tidak berpenghasilan sehingga hanya menunggu penghasilan dari suami.

        Meski keempat pilihan tadi preferensi masing-masing, tetapi akan lebih kuat finansial keluarga apabila pendapatan istri dan suami digabung. Tetapi, membutuhkan kerelaan apabila suami atau istri memiliki tanggungan di luar keluarga inti atau istilahnya Sandwich Generation yaitu generasi yang terhimpit di tengah-tengah, memiliki tanggungan ke bawah yaitu anaknya dan memiliki tanggungan ke atas yaitu keluarganya.

        Jika memberi orang tua adalah kewajiban, maka living cost yang dibicarakan di atas seharusnya sudah termasuk ke dalam memberi orang tua. Dan seharusnya, apabila ada masalah keuangan dalam keluarga besar, penting untuk dikomunikasikan antar keluarga.

        Anak sejatinya perlu mengetahui kondisi finansial keluarganya, asalkan melihat bagaimana umur anak dan kedewasaannya. Anak harus tau bagaimana orang tuanya mengatur keuangan di rumah agar anak bisa memahami mengapa setiap keluarga beda. Karena itulah, intinya hal pertama adalah sebelum mengatur keuangan kita harus memperbaiki mindset dan mental terlebih dahulu agar tidak lagi terjebak dalam Sandwich Generation.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajria Anindya Utami
        Editor: Fajria Anindya Utami

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: