Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Perkuat Kebijakan Iklim Melalui Pemulihan Gambut dan Mangrove BRG Jadi BRGM

        Perkuat Kebijakan Iklim Melalui Pemulihan Gambut dan Mangrove BRG Jadi BRGM Kredit Foto: Dok. BRGM
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Badan Restorasi Gambut (BRG) yang dibentuk pada Januari 2016 lalu mendapat mandat untuk mempercepat rehabilitasi ekosistem mangrove. Melalui peran baru ini, BRG mengalami perubahan nama menjadi Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). 

        Kepala BRGM yang baru, Hartono, mengatakan bahwa meski tugas yang diembannya berat, dia optimis bisa melakukannya. Menurutnya BRG memiliki bekal pengalaman panjang mengawal restorasi gambut selama lima tahun. 

        Baca Juga: Joko Widodo Tunjuk Sosok Ini sebagai Kepala BRGM

        Hartono adalah Sekretaris BRG yang kini ditunjuk menjadi Kepala BRGM mengatakan, dalam menjalankan tugas yang diberikan untuk empat tahun ke depan, BRGM akan bekerja bersama lebih erat dengan Kementerian LHK, Kementerian PUPR, dan Kementerian/Lembaga serta stakeholders lainnya.

        Baca Juga: BRG Gelar Pelatihan Sekolah Lapang Tanpa Bakar di Pesantren

        “Sesungguhnya ada kaitan erat antara ekosistem gambut dan mangrove. Di beberapa pulau kecil bergambut di Riau misalnya, keberadaan mangrove penting untuk melindungi pulau dari abrasi. Kerusakan mangrove tentu jadi ancaman pula pada ekosistem gambut yang ada karena kedua ekosistem ini banyak juga yang saling terhubung,” demikian disampaikan Hartono usai acara serah terima jabatannya dengan Kepala BRG 2016-2020, INazir Foead, di Jakarta, Selasa (29/12/2020).

        Restorasi gambut yang dikawal BRG sejak 2016 menunjukkan hasil nyata di tingkat tapak. Tak kurang dari 835 ribuan hektare lahan gambut di kawasan konservasi, lahan masyarakat serta areal hutan tidak berizin telah dilakukan pembenahan tata air dengan maksud agar lahan gambut basah lebih lama. Sementara itu, asistensi teknis juga diberikan untuk 186 perusahaan perkebunan dengan luas wilayah yang masuk target restorasi 538.439 hektare (96,89% dari target). 

        Salah satu kekuatan restorasi gambut adalah penguatan kelembagaan desa dan integrasinya dengan pembangunan pedesaan. Kegiatan ini dilakukan melalui pendampingan pada 640 Desa Peduli Gambut dengan luas lahan gambut di desa itu 4,6 juta hektare.

        Kegiatan revitalisasi ekonomi menyertai upaya penyelamatan gambut. Sekitar 2.295 kelompok masyarakat (Pokmas) dengan sekitar 118.576 orang terlibat dalam kegiatan padat karya di lahan gambut. Dilakukan pula berbagai upaya lain terkait pemanfaatan sains dan teknologi dalam pemantauan dan pemetaan.

        “Kami merasakan kegiatan restorasi gambut ini banyak memberi manfaat bagi masyarakat. Kebakaran sudah berkurang. Yang paling bangga, kegiatan ekonomi di desa kami juga difasilitasi BRG. Kami bersyukur Presiden memperpanjang masa kerja BRG,” ujar Yanto L. Adam, Kepala Desa Gohong di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.

        Melihat tantangan dan tugas baru ini, Direktur Wetlands International Indonesia, Nyoman Suryadiputra mengatakan BRGM perlu mengacu pada komitmen pemerintah dalam penurunan Gas Rumah Kaca (GRK) dalam mengelola ekosistem gambut dan mangrove.

        “Karena ekosistem ini kaya karbon dan berperan penting dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim,” kata Nyoman. 

        Selain itu, tambah Nyoman, pengelolaan ekosistem gambut dan mangrove merupakan pekerjaan lintas sektoral yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah, masyarakat dan swasta. BRGM, usul Nyoman, perlu menciptakan lokasi percontohan atau demo plot terkait restorasi gambut dan mangrove di provinsi prioritas. 

        Baik ekosistem gambut dan mangrove sama-sama menjadi penyerap dan penyimpan karbon yang baik. Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) mengatakan bahwa mangrove di Indonesia mampu menyimpan 3,14 miliar ton karbon atau sepertiga dari karbon dalam ekosistem pesisir dunia.

        Sementara itu, gambut di Indonesia diketahui mampu menyimpan 57 gigaton karbon. Dengan kemampuan itu maka jelas kedua ekosistem ini  berperan penting dalam pengendalian perubahan iklim. Presiden Joko Widodo tetap konsisten dalam kebijakan pro iklimnya, sebagaimana dinyatakan pada dunia internasional pada Konferensi Perubahan Iklim di Paris, 2015 lalu.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: