Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Data Amburadul, KPK Diminta Pelototi Program JPS Kemenaker

        Data Amburadul, KPK Diminta Pelototi Program JPS Kemenaker Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Masyarakat berharap tidak ada lagi pejabat yang mengkorupsi dana bantuan program penanggulangan bagi masyarakat terdampak Covid-19. Untuk itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta turun tangan memantau program Jaring Pengaman Sosial (JPS) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

        Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan, bantuan JPS merupakan kewajiban bagi pemerintah kepada masyarakat yang terdampak Covid-19, sebab kondisi ekonomi dalam keadaan kesulitan akibat pandemi Covid-19.

        Ia menegaskan, tidak sedikit di antara mereka yang belum mendapatkan bantuan dari pemerintah. Selain faktor karena data yang tidak akurat dalam pendistribusian bantuan tersebut, juga karena ketidaksiapan pemerintah dalam penanganan masalah tersebut.

        Uchok bilang, JPS itu berpotensi diselewengkan karena lemahnya pengawasan dari pemerintah. Ia mencontohkan, Program Tenaga Kerja Mandiri (TKM) dan padat karya yang diluncurkan Menaker Ida Fauziyah yang diklaim merupakan langkah strategis penanganan Covid-19.

        Program JPS Kemnaker terdiri dari Program TKM untuk penciptaan wirausaha dan padat karya, yang dapat menjadi pilihan bagi masyarakat agar terhindar atau mengurangi dampak dari pandemi.

        Baca Juga: Perampok Bansos Covid-19, Juliari Buka-bukaan, Gibran Anak Jokowi...

        "TKM ini program untuk masyarakat yang punya usaha kecil. Sedangkan program padat karya untuk pengangguran atau setengah pengangguran, tapi yang lebih siap yang sudah punya usah kecil," ujarnya di Jakarta, Rabu (30/12/2020).

        Sayangnya, Uchok mengatakan, program TKM sangat rawan diselewengkan lantaran, syarat yang dianggap mudah diselewengkan. Persyaratan ringan seperti cukup membentuk kelompok, ada surat pernyataan dari desa bahwa kelompok itu benar-benar ada di desanya, dan jenis usaha tergantung kelompok dan kearifan lokal.

        "Persyaratan ini rawan adanya kebocoran anggaran karena dengan persyarayan ini, terlihat Kemnaker itu tidak punya data. Misalnya di desa, siapa saja yang sudah kerja, berapa angka pengangguran, atau setengah pengangguran di desa," jelasnya.

        Belum cukup sampai disitu, Uchok juga menjabarkan kekurangan program TKM dan padat karya. Menurutnya, minimnya data tentang kondisi di desa merupakan bukti Kemnaker tidak memiliki sumberdaya manusia yang siap menjalankan program TKM.

        "Program Padat Karya dan TKM ini banyak potensi gagalnya. Data pengangguran yang akurat itu belum dimiliki Kemnaker. Untuk sementara, yang mendapatkan bantuan program ini mungkin bisa keluar dari masalah ekonomi. Tapi, bagaimana mereka yang harusnya mendapatkan bantuan, tapi belum tersentuh dengan bantuan, Kemnaker mau kasih bantuan program apa," tegasnya.

        Untuk menghindari penyelewengan dana bantuan Covid-19 itu, Uchok berharap aparat penegak hukum KPK bisa ikut memantau program JPS di Kemnaker tersebut. "Karena itu, meminta kepada KPK untuk mengawasi program ini. Kalau datanya tidak akurat, maka sangat berpotensi terjadi kebocoran anggaran," jelasnya.

        Sampai periode per 2 Oktober 2020, Kemnaker telah menyalurkan bantuan kepada Program TKM kepada 1.985 kelompok wirausaha, dengan melibatkan 39.700 orang dan 1.091 kelompok Padat Karya dengan melibatkan 21.820 orang. Penerima bantuan tersebut, nantinya mendapatkan pembekalan pelatihan berkelanjutan, dan didampingi langsung dari Kemnaker.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajar Sulaiman
        Editor: Fajar Sulaiman

        Bagikan Artikel: