Perseteruan antara Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan Moeldoko makin hari makin melebar ke mana-mana. Tiap hari, kedua kubu saling serang dan bongkar-bongkar aib pribadi masing-masing. Bukannya mereda, pertarungannya bakal lebih keras lagi. Terutama setelah ada isu kubu Moeldoko akan merebut kantor DPP Demokrat yang saat ini dihuni kubu AHY.
Isu rencana pengambilalihan kantor DPP Partai Demokrat di Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat oleh kubu Moeldoko itu, pertama kali diucapkan oleh Andi Arief. Lewat akun Twitternya, Ketua Bappilu Demokrat ini menuding, kubu Moeldoko tengah bersiap untuk mengambil alih kantor DPP Demokrat.
“Kepada seluruh kader, sesuai dengan Permenkumham, batas menyatakan dokumen KLB brutal diterima/lengkap atau tidak adalah hari ini 30 Maret 2021. Namun, batas Depkumham umumkan itu tanggal 6 April 2021 (bisa lebih cepat). Tetap waspada, karena ada indikasi Kantor DPP akan direbut paksa,” cuit Andi, kemarin.
Baca Juga: Masih Panas, Kini Demokrat AHY Tuding Gerombolan Moeldoko Macam-macam...
Selang dua jam, Andi kembali menyampaikan kabar terbaru. Di cuitan keduanya, Andi tanpa ragu-ragu menyebut, upaya perebutan paksa kantor DPP Demokrat oleh Moeldoko itu, bukan sebatas rumor doang.
“KLB Moeldoko akan main gila, tahu bahwa putusan Demkumham sulit mensahkan mereka, kini mereka akan berupaya merebut paksa kantor DPP Demokrat jalan Proklamasi,” tulisnya.
Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra membenarkan informasi yang disampaikan Andi. Menurutnya, kabar tersebut memang benar dan berasal dari sumber terpercaya.
Untuk itu, Herzaky mengaku bakal memperketat penjagaan di kantor DPP Demokrat. Selain akan berkoordinasi dengan aparat, mereka juga akan mengerahkan kader untuk meningkatkan penjagaan.
“Juga komponen taktis dan cadangan kami juga tingkatkan,” kata Herzaky.
Apa tanggapan kubu Moeldoko? Ketua Dewan Pembina PD versi KLB, Marzuki Alie membantah tudingan itu. Dia memastikan, hal itu tidak akan terjadi sebelum ada putusan yang inkrah tentang siapa pengurus Demokrat yang sah. “Kalau nanti PD Moeldoko yang sah, tentu kantor wajib diserahkan,” katanya.
Eks Ketua DPR ini menegaskan, penyerahan aset Partai Demokrat termasuk kantor, harus dilakukan setelah ada putusan inkrah. “Ya biarlah sampai semua inkrah,” ucap Marzuki.
Juru bicara Demokrat kubu Moeldoko, Muhammad Rahmad juga memastikan tidak ada upaya ambil paksa kantor DPP Demokrat. Dia memastikan akan mengikuti Undang-undang. “Apa masih layak dipercaya ucapan Andi Arief?” kata dia.
Dia menegaskan, DPP Partai Demokrat pimpinan Moeldoko taat pada undang-undang dan aturan berlaku. “Cara-cara begal, cara rampok, cara haram, tak ada dalam kamus kami. Istilah rampok, bohong, abal-abal, rebut paksa, adalah kata-kata yang muncul dari kubu SBY-AHY yang mengaku bersih, cerdas, santun,” sindirnya.
Rahmad menyebut pernyataan Andi Arief harus diluruskan. Menurutnya, kantor DPP Demokrat beserta asetnya baru bisa diserahkan setelah kubu Moeldoko sudah disahkan. Kata dia, bila penetapan kepengurusan sudah kami terima dari Kemenkumham, maka secara yuridis, pengurus DPP Demokrat hanya ada satu.
“Yakni DPP Partai Demokrat Pimpinan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko. Atas perintah UU, maka pengelolaan aset aset partai dilakukan oleh DPP Pimpinan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko,” tegasnya.
Pengamat Politik dari UIN Syarief Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno menilai, perebutan kantor memang kerap terjadi dalam setiap konflik partai. Namun yang perlu diingat, kata dia, pengambilalihan kantor DPP oleh kubu Moeldoko tentu tidak dibenarkan secara hukum. Bahkan, akan menimbulkan keributan yang sengit.
“Kecuali kalau kubu Moeldoko yang disahkan. Jadi harus nunggu putusan inkrah. Kubu mana yang paling legitimate diakui oleh negara melalui Menkumham,” kata Adi kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Adi lantas menyinggung soal konflik yang pernah terjadi di Golkar dan PPP. Saat itu, kedua kubu yang berseteru juga terlibat dalam perebutan kantor DPP partai. Untuk itu, kubu Demokrat yang selama ini masih resmi menduduki kantor, harus bisa mengantisipasi dari segala kemungkinan buruk yang terjadi.
“Duduk-menduduki kantor itu biasa terjadi setelah dualisme. Bukan cuma kantor, bahkan kantor fraksi juga akan saling rebut,” katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti