Ini Negara Pertama Dunia yang Tolak Vaksin COVID-19 AstraZeneca
Denmark pada Rabu (14/4) menjadi negara pertama di dunia yang berhenti menggunakan vaksin COVID-19 AstraZeneca. Langkah ini setelah berita kemungkinan kaitan vaksin itu dengan kasus pembekuan darah yang sangat langka.
"Keputusan tersebut akan menunda program vaksinasi Denmark menjadi awal Agustus, dari rencana awal 25 Juli. Hasil penyelidikan terhadap pembekuan darah menunjukkan efek samping yang nyata dan serius," papar pernyataan kepala badan kesehatan Soren Brostrom.
"Berdasarkan pertimbangan keseluruhan, kami memilih melanjutkan program vaksinasi untuk semua kelompok sasaran tanpa vaksin ini,” ungkap Brostrom.
Pengawas obat Uni Eropa (UE) mengatakan pekan lalu telah menemukan kemungkinan hubungan antara vaksin AstraZeneca dan trombosis sinus vena serebral (CVST), pembekuan darah otak, tetapi mengatakan risiko kematian akibat COVID-19 "jauh lebih besar" daripada risiko kematian akibat efek samping yang jarang.
Pada 4 April, European Medicines Agency telah menerima laporan 169 kasus CVST setelah 34 juta dosis Astrazeneca diberikan di Wilayah Ekonomi Eropa. Regulator UE, bagaimanapun, menyerahkan kepada masing-masing negara untuk membuat penilaian risiko mereka sendiri dan memutuskan bagaimana cara mengelola vaksin.
Banyak negara di Eropa dan negara lain telah kembali memberikan suntikan vaksin, dengan beberapa membatasi penggunaannya untuk kelompok usia tertentu, kebanyakan mereka yang berusia di atas 50 atau di atas 60 tahun.
Denmark adalah negara pertama yang pada awalnya menangguhkan semua penggunaan vaksin pada Maret karena masalah keamanan. Denmark telah menghentikan vaksin Johnson & Johnson untuk menunggu penyelidikan lebih lanjut tentang kemungkinan kaitan pembekuan darah yang serupa.
Hampir satu juta dari 5,8 juta populasi negara itu telah menerima suntikan pertama, 77 persen mendapatkan vaksin Pfizer-BioNTech, 7,8 persen Moderna, dan 15,3 persen AstraZeneca. Denmark sedang dalam proses melonggarkan pembatasan setelah tingkat infeksi COVID-19 hariannya melambat menjadi 500-600 dari beberapa ribu kasus pada Desember.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: