Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        BUMDes di Jabar Ini Raih Omset Rp30 Miliar per Tahun

        BUMDes di Jabar Ini Raih Omset Rp30 Miliar per Tahun Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
        Warta Ekonomi, Bandung -

        Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Niagara di Desa Wangisagara, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat dalam setiap tahunnya  berhasil meraih omset hingga Rp30 miliar.

        Dari jumlah tersebut, BUMDes ini berhasil membukukan laba sebesar Rp1,8 miliar per tahun. "Tahun kemarin (2020) kami menyetor untuk PADes Rp780 juta," kata Direktur Utama BUMDes Niagara Neneng Santiani kepada wartawan, Jumat (23/4/2021). Baca Juga: 1.602 Desa di Jabar Masih Terkendala Internet, Dinas Desa Langsung Bergerak...

        Menurutnya, BUMDes yang dipimpinnya ini memiliki beberapa unit usaha mulai dari pengelolaan pasar tradisional, koperasi simpan pinjam, jual beli produk kerajinan, hingga pengelolaan sarana olahraga dan tempat wisata. Saat ini pihaknya mengelola aset senilai Rp16 miliar yang semuanya milik pemerintah desa.

        Keberhasilan BUMDesnya ini berawal dari inisiatif warga dan aparatur desa untuk membangun pasar tradisional pada 2000 silam. Saat itu, Desa Wangisagara yang masuk kategori desa tertinggal belum memiliki pasar sehingga warganya sulit untuk membeli kebutuhan sehari-hari.

        "Dulu ke pasar terdekat sekitar 4 km. Akses jalan pun belum bagus," ujarnya. Baca Juga: BI Jabar: Kebutuhan Uang Diprediksi Naik 4 Kali Lipat Saat Ramadan dan Idul Fitri 2021

        Berawal dari modal Rp150 juta untuk membangun 48 kios, kini semakin berkembang sehingga terdapat 150 kios yang disewakan per 10 tahun sekali. Selain dari sewa kios juga menerima pendapatan dari retribusi.

        Berhasil dalam mengelola pasar tradisional, tak membuat pengurusnBUMDes Niagara saat itu berpuas diri. Mereka merambah ke unit bisnis lain dengan membangun koperasi simpan pinjam yang menyasar pedagang dan warga sekitar sebagai nasabahnya.

        Usaha itupun terus berkembang karena membukukan laba yang signifikan. Bahkan, hingga saat ini keuntungan terbesar berasal dari simpan pinjam yang telah memiliki sekitar 3.000 nasabah.

        "Berkembang dari mulut ke mulut. Awalnya pedagang, warga kami, sekarang nasabah kami banyak juga dari desa lain," katanya.

        Dalam setiap tahun, menurutnya usaha simpan pinjamnya itu berkontribusi 70% terhadap raihan laba. Sisanya dari retribusi pasar dan sewa kaki lima. Bahkan, akan mengelola lapang sepakbola dan area wisata alam.

        Meski demikian, keberadaan BUMDes Niagara bukan tanpa persoalan. Sebagai contoh, Neneng mengakui pihaknya masih kesulitan ketika mengembangkan unit usaha jual beli produk kerajinan.

        Dia mengaku, pihaknya masih kesulitan dalam membuka pasar untuk menjual hasil produksi warga sekitar seperti sandal, sepatu, dompet, dan tas. "Pemasarannya masih sangat terbatas. Padahal dengan menjual produk-produk itu, kami ingin lebih memberdayakan masyarakat," imbuhnya.

        Selain itu, pihaknya belum optimal dalam mengelola aset-aset yang ada. Meski bernilai fantastis yakni Rp16 miliar, menurut dia pihaknya belum memiliki sumber daya manusia (SDM) yang khusus dalam penataannya.

        Adapun, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Barat Bambang Tirtoyuliono bersyukur saat ini semakin banyak BUMDes di wilayahnya yang telah berhasil sehingga berkontribusi terhadap pemasukan kas desa. Meski begitu, dia memastikan perlunya pendampingan terhadap perusahaan pelat merah tersebut agar kinerjanya semakin baik sehingga berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat.

        Sebagai contoh, ia  memastikan pihaknya akan melakukan intervensi untuk mengoptimalkan BUMDes Niagara. "Pemerintah punya kewajiban untuk memberikan pendampingan tentang tata kelola keuangan, aset. Salah satunya melalui program AKSARA (akademi desa juara)," katanya.

        Selain itu, akan membantu pengrajin yang diberdayakan BUMDes Niagara agar menghasilkan produk dengan desain yang baik dan sesuai keinginan pasar. Termasuk membantu untuk membuka akses pasar, seperti memberi pelatihan digital marketing dan mempertemukan dengan offtaker.

        Bambang menyebutkan pihaknya juga akan mendampingi BUMDes agar memiliki konsep dan rencana bisnis yang lebih baik sehingga lebih terstruktur melalui program SABISA atau sakola (sekolah) bisnis desa. 

        Bahkan, akan berkolaborasi dengan organisasi perangkat daerah (OPD) lain untuk mengoptimalkan BUMDes termasuk dengan mencarikan investor yang mau menanamkan modalnya. 

        "Jika ini berhasil, ini jadi percontohan. Ini bisa jadi downline pemerintah untuk membantu BUMDes lain," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: