Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Beda Tujuan, Uang Rp25 Triliun Bakal Dipakai Modi Jor-joran Renovasi Gedung Parlemen dan Rumah Dinas

        Beda Tujuan, Uang Rp25 Triliun Bakal Dipakai Modi Jor-joran Renovasi Gedung Parlemen dan Rumah Dinas Kredit Foto: Antara/REUTERS/Stringer
        Warta Ekonomi, New Delhi -

        Perdana Menteri India Narendra Modi mengambil kebijakan yang mengundang kecaman publik, di tengah situasi Covid Tanah Bollywood, yang begitu menyayat hati.

        Ia lebih memilih menyiapkan anggaran senilai 1,8 miliar dolar AS atau setara Rp 25,74 triliun hanya untuk membangun renovasi gedung parlemen. Serta mendanai rumah baru kepala negara.

        Baca Juga: Covid-19 Menggila, Kekayaan Gabungan 140 Miliarder di India Tembus Rp8.509 Triliun!

        Padahal, layanan kesehatan di negaranya tengah kolaps karena dihantam tsunami Covid. Kebutuhan oksigen dan obat-obatan sulit terpenuhi, hingga ribuan warga meregang nyawa setiap harinya.

        Keputusan pemerintah India untuk melanjutkan proyek Ibu Kota di New Delhi, sangat membikin sewot publik dan para oposan.

        Uang triliunan rupiah yang digelontorkan ke proyek konstruksi tersebut, dianggap sangat melukai rakyat di tengah krisis kesehatan terburuk global saat ini.

        Pemerintah India telah mengkategorikan proyek renovasi mahal bernama Centra Vista Redevelopment Project, ke dalam layanan esensial.

        Artinya, proyek tersebut tetap diizinkan untuk dilanjutkan di tengah situasi sulit sekalipun. Bahkan, ketika sebagian besar proyek bangunan lainnya telah dihentikan.

        Di tengah lockdown Ibu Kota, proyek tersebut tetap berlanjut.

        Dua warga India - salah satunya terinfeksi Covid - menggugat kelanjutan proyek tersebut ke Pengadilan Tinggi Delhi.

        Pengacara Nitin Saluja berpendapat, pembangunan gedung parlemen bukan merupakan hal yang penting genting di tengah tsunami Covid yang mencekam.

        Pekerjaan konstruksi yang tetap berlanjut hingga saat ini, dikhawatirkan menjadi super spreader event atau klaster Covid dalam skala besar. Apalagi, para pekerja terus-menerus didatangkan ke lokasi konstruksi.

        Pengadilan Tinggi menawarkan untuk acara dengar pendapat pada akhir bulan ini.

        Namun, para pemohon memilih lanjut ke Mahkamah Agung, karena pengadilan yang lebih rendah dinilai gagal berempati terhadap situasi Covid saat ini.

        “Di tengah krisis kesehatan masyarakat seperti yang terjadi saat ini, penundaan apa pun bisa merugikan kepentingan publik yang lebih besar,” tulis Saluja kepada Mahkamah Agung.

        Saluja mengatakan, kasus tersebut kemungkinan besar akan disidangkan pada Jumat (7/5/2021) ini.

        Berdasarkan catatan Johns Hopkins University, saat ini India berada di peringkat kedua negara yang paling terdampak Covid, dengan total kasus terkonfirmasi berjumlah 21.491.598, dan 234.083 angka kematian. 

        Dalam beberapa hari terakhir, negara berpenduduk 1,3 miliar itu melaporkan lebih dari 3.000 kasus kematian. Atau menyumbang seperempat kasus kematian akibat Covid dalam tataran global, dalam sepekan terakhir.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: