Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, tak lagi merekomendasikan penggunaan masker kepada orang di negara setempat yang sudah divaksinasi Covid-19 dosis kedua.
Presiden Joe Biden pada Kamis (13/5) mengatakan, keputusan itu berdasarkan kesimpulan hasil penelitian terhadap vaksin yang digunakan di Amerika Serikat efektif menekan risiko penularan SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 kepada orang yang telah menerima dosis lengkap.
"CDC mengatakan, mereka telah menyimpulkan, bahwa orang yang divaksinasi penuh berada pada risiko yang sangat-sangat rendah untuk tertular Covid-19. Oleh karena itu, jika Anda telah divaksinasi penuh, anda tidak perlu lagi memakai masker. Izinkan saya ulangi , jika anda sudah divaksinasi penuh, Anda tidak perlu lagi memakai masker," ujar Joe Biden.
Baca Juga: Posting Berita Covid-19, Eh Ujung-ujungnya Malah Dikatain Kadrun Sakit Hati, Bu Susi Bereaksi!
Dilansir dari panduan CDC, ketentuan melepas masker hanya berlaku untuk vaksin Covid-19 yang kini diizinkan untuk penggunaan darurat oleh Food and Drug Administration (FDA) AS. Yaitu vaksin Pfizer-BioNTech, Moderna, dan Johnson and Johnson (J&J) / Janssen COVID-19. Panduan tersebut juga dapat diterapkan pada vaksin COVID-19 yang telah diizinkan untuk penggunaan darurat oleh WHO, misalnya AstraZeneca/Oxford.
Sementara ketentuan dosis lengkap yang dimaksud adalah seseorang yang sudah dua pekan mendapatkan dosis kedua vaksin Pfizer-BioNTech atau Moderna serta dua pekan setelah mendapatkan dosis single vaksin Johnson and Johnson.
CDC juga mengumumkan bahwa orang yang divaksinasi lengkap tak perlu lagi memakai masker atau menjaga jarak secara fisik dalam kondisi tempat apa pun. Kecuali, jika diwajibkan oleh peraturan wilayah.
Orang yang divaksinasi lengkap juga tidak perlu melakukan uji SARS-CoV-2 apabila terpapar atau tidak memiliki gejala. Kecuali, mereka adalah penghuni atau karyawan dari fasilitas lembaga pemasyarakatan atau tempat penampungan tunawisma.
Hasil penelitian CDC juga mengungkapkan bahwa orang yang sudah divaksinasi lengkap dapat melakukan sejumlah aktivitas tanpa masker dan jaga jarak di dalam atau luar ruangan. Sebab, kemungkinan mengalami infeksi asimtomatik atau tanpa gejala maupun menularkan SARS-CoV-2 kepada orang lain sangat kecil. Namun hingga saat ini, CDC masih meneliti seberapa lama vaksin tersebut akan melindungi seseorang dari varian SARS-CoV-2.
Aktivitas yang juga berlaku bagi peserta vaksinasi dosis lengkap adalah melakukan perjalanan domestik tanpa melakukan uji SARS-CoV-2 sebelum atau setelah perjalanan. Bahkan, mereka tidak perlu lagi dikarantina mandiri setelah melakukan perjalanan.
Semua pelaku perjalanan diharuskan memakai masker di dalam pesawat, bis, kereta, dan segala bentuk moda transportasi.Terhadap pelaku perjalanan internasional dari Amerika Serikat tak direkomendasikan uji SARS-CoV-2, kecuali diwajibkan oleh tempat tujuan.
Sementara untuk pelaku perjalanan yang datang ke Amerika Serikat, wajib membawa hasil uji negatif SARS-CoV-2 atau dokumen yang menyatakan sembuh dari Covid-19.
Mendorong Vaksinasi
Juru Bicara Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menilai, buku panduan yang dirilis CDC Amerika Serikat sesungguhnya merupakan upaya dari otoritas setempat untuk mendorong lebih banyak lagi masyarakatnya untuk segera divaksin.
"Tetap saja kalau kita lihat anjurannya melepas masker dan tidak menjaga jarak memungkinkan diterapkan kalau bersama orang yang sudah divaksin, dan lebih ada ruang terbuka. Jadi kurang lebih kalau seperti dalam satu keluarga," ujarnya.
Jika dibandingkan jumlah penerima vaksin dosis lengkap di Amerika Serikat yang saat ini berkisar mencapai 50 persen dari total populasi, Indonesia masih jauh tertinggal karena berada di kisaran 22,03 persen dari populasi atau setara 8,9 juta jiwa lebih pada pekan ini.
Selain itu, jenis vaksin yang digunakan dan diteliti khasiatnya di Amerika Serikat, seperti Pfizer-BioNTech, Moderna, dan Johnson and Johnson, merupakan vaksin yang berbeda dengan yang saat ini dipakai di Indonesia. Vaksin yang berlaku di Indonesia berdasarkan izin penggunaan darurat (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), di antaranya Sinovac, AstraZeneca dan Sinopharm.
Terlepas dari pernyataan itu, pencapaian vaksinasi di Amerika Serikat menjadi kabar baik bagi dunia bahwa pandemi Covid-19 sesungguhnya bisa segera dituntaskan. Guru Besar Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Tjandra Yoga Aditama mengatakan, ada peluang besar bagi Indonesia menggunakan vaksin yang sama di Amerika Serikat.
Sebab, sebagian jenisnya sudah tercantum di Surat Keputusan (SK) Menkes Nomor 84 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid 19).
Keputusan tersebut menetapkan jenis vaksin yang digunakan Indonesia di antaranya produksi PT Bio Farma, Oxford-AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, Novavax, Pfizer-BioNTech, dan Sinovac. Hingga Jumat (14/5), Indonesia telah memperoleh total 75,9 juta lebih dosis vaksin, dengan rincian Sinovac 68,5 juta dosis, AstraZeneca 6,4 juta lebih dosis dan Sinopharm 1 juta dosis.
Salah satu program percepatan vaksinasi di Indonesia yang sudah siap bergulir adalah Vaksin Gotong Royong dengan sasaran kelompok karyawan dan buruh di Indonesia mulai Senin (17/5). Kamar Dagang dan Industri Indonesia selaku koordinator kegiatan Vaksin Gotong Royong melaporkan sejak Februari hingga Maret 2021 hampir 17.832 perusahaan telah mendaftar di Kadin untuk menjadi peserta. Jumlah pesertanya hampir mencapai 8,6 juta.
Peluang Indonesia
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI mengumumkan, bahwa vaksin Sinovac efektif mencegah kematian seseorang yang terpapar SARS-CoV-2 hingga 98 persen berdasarkan kajian cepat perawatan maupun kematian pada tenaga kesehatan DKI Jakarta. Jumlah itu jauh lebih besar dibandingkan pada individu penerima dosis pertama yang efektivitasnya sekitar 13 persen terhadap risiko Covid-19 bergejala.
Ketua Tim Peneliti Efektivitas Vaksin Kemenkes Pandji Dhewantara dalam keterangan tertulis mengatakan, kajian cepat dilakukan pada periode 13 Januari sampai 18 Maret 2021 kepada tenaga kesehatan di wilayah DKI Jakarta. Kajian cepat ini menggunakan desain Kohort Retrospektif, yakni menelusuri riwayat setiap individu.
Penelitian ini berfokus pada kelompok tenaga kesehatan baik yang belum divaksinasi maupun yang sudah di vaksinasi, baik dosis pertama maupun yang sudah vaksinasi lengkap. Kajian melibatkan lebih dari 128 ribu orang dengan usia di atas 18 tahun dan rata-rata dari partisipan yang diikutkan 60 persen perempuan dengan rata-rata berusia 30 tahun.
Berdasarkan analisa ditemukan bahwa vaksin Sinovac dosis lengkap bisa mengurangi risiko Covid-19 hingga 94 persen, mencegah risiko perawatan 96 persen, dan mencegah risiko kematian hingga 98 persen.
Kajian cepat tersebut sangat jelas menunjukkan bahwa pemberian vaksinasi lengkap 2 dosis bisa menurunkan risiko terinfeksi Covid-19 dan mencegah kematian.
Juru Bicara Pemerintah Untuk Covid-19, Prof Wiku Adisasmito, mengatakan, Indonesia saat ini masih memberlakukan program vaksinasi sebagai salah satu dari tiga lapis utama perlindungan masyarakat agar tidak tertular Covid-19.
Pertama adalah 3M, yakni mencuci tangan, memakai Masker dan menghindari kerumunan. Kedua, adalah 3T, yaitu tracing, testing, treatment, dan yang ketiga adalah vaksinasi.
Baca Juga: Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak, Pemerintah: Mudah-mudahan Tak Sampai Terjadi di Indonesia
Selama pandemi belum berakhir dan belum cukupnya bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa vaksinasi tersebut telah menimbulkan cukup kekebalan seseorang maupun komunal, maka melaksanakan tiga lapis perlindungan itu secara bersamaan adalah untuk melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat agar bis produktif dan aman dari Covid-19.
Program percepatan vaksinasi serta penelitian terhadap efektivitas vaksin di Indonesia nampaknya perlu terus dikembangkan jika ingin kita mengejar pencapaian yang kini diraih oleh Amerika Serikat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: