Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Hasto Bikin PDIP dan Demokrat Memanas, Saling Serang Tak Kenal Arang!

        Hasto Bikin PDIP dan Demokrat Memanas, Saling Serang Tak Kenal Arang! Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Omongan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, soal PDIP ogah berkoalisi dengan Demokrat, memanaskan kembali hubungan kedua partai itu. Seharian kemarin, serangan balasan dari Demokrat datang silih berganti. PDIP dan Demokrat yang sudah lama adem, kini saling serang lagi.

        Omongan Hasto yang bikin panas kuping orang Demokrat itu disampaikan saat jadi pembicara webinar bertajuk “Membaca Dinamika Partai dan Soliditas Koalisi Menuju 2024”, pada Jumat (28/5).

        Baca Juga: Hasto Dengerin Nih! Demokrat Bilang Fokus Saja Bantu Cari Harun Masiku!

        Pada webinar itu, Hasto menceritakan PDIP bisa menjalin kerja sama dengan hampir semua partai. Dengan sesama partai nasionalis seperti Golkar dan Gerindra, PDIP tentu bisa langsung cocok. Dengan partai Islam pun, seperti PKB dan PPP, PDIP ternyata bisa mesra. Hampir semua partai bisa berkoalisi bahkan dengan PAN, kecuali Demokrat dan PKS. Kata dia, antara PDIP dan Demokrat seperti ada garis pemisah yang tegas sehingga tak bisa bersatu.

        Kenapa begitu? Menurut Hasto, lantaran tidak ada kesamaan ideologi dan cita-cita yang diperjuangkan bersama. Selain itu ada perbedaan karakter dan kebiasaan. Karena itu, dia meminta agar jangan ada lagi pihak yang coba-coba jadi juru nikah, kawinin PDIP dan Demokrat.

        Tak cuma itu, Hasto menyindir Presiden RI ke-6 yang juga Ketua Dewan Pembina Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY dengan sebutan Bapak Bansos.

        Tentu saja, omongan Hasto ini bikin panas kuping orang-orang Demokrat. Tanpa dikomando, kader dan pengurus Demokrat menyerang balik Hasto dan PDIP. Dari pagi sampai tadi malam, serangan orang Demokrat itu masih berseliweran di lini masa Twitter.

        Hampir semua selebnya, turun dan macam-macam gaya serangnya. Ada yang bicara dengan lugas, ada juga dengan sindiran-sindiran halus.

        Wakil Sekjen Demokrat, Renanda Bachtar misalnya. Dia mempertanyakan perbedaan ideologi PDIP dengan Demokrat yang dibilang Hasto. Kata dia, SBY itu tentara nasionalis. Sebelum masuk tentara, SBY aktif di Gerakan Siswa Nasionalis Indonesia (GSNI) yang berafiliasi dengan PNI. “Yakin bukan soal nasionalisnya. Mungkin soal ideologi pemanfaatan bansos,” sindir @renandabachtar.

        Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Demokrat, Andi Arief juga balas menyerang. Kata dia, Demokrat saat ini sedang mencari rekan koalisi di 2024. Ia memastikan tak akan menggandeng PDIP. Kata dia, di tengah ketidakpuasan kepada pemerintah yang sudah meluas, rugi besar jika Demokrat gabung dengan PDIP. “Gabung dengan PDIP sama saja bunuh diri,” bebernya.

        Andi melanjutkan, Demokrat tak mau berkoalisi dengan PDIP, karena PDIP selalu kalah kalau melawan kader Demokrat.

        “Jokowi ini bukan kader yang dididik di PDIP sejak lama. Jauh lebih lama Puan Maharani atau pun Megawati sendiri. Jokowi sebagai kader kost di PDIP pun bukan mengalahkan kader Demokrat,” ujarnya.

        Wasekjen Demokrat, Irwan Fecho heran, tak ada angin tak ada hujan, Hasto tiba-tiba melakukan serangan. Dia menduga, Hasto sedang panik karena Demokrat terus mendapat simpati besar dari rakyat.

        Sementara, politisi Demokrat, Rachland Nashidik, menyindir balik serangan Hasto yang menyebut SBY sebagai Bapak Bansos. Ia menyindir balik dengan sebutan Madam Bansos.

        Di akun Twitter miliknya, Rachland mengatakan, bagi SBY bansos adalah instrumen kesejahteraan sosial karena pasar tak sensitif dengan kemiskinan. Namun, kata dia, bagi PDIP bansos justru instrumen elektoral. Rachland juga menyinggung mantan Menteri Sosial Juliari Batubara yang kini berstatus terdakwa dalam dugaan kasus korupsi bansos Covid-19.

        “Tak percaya? Coba Hasto tanya Mensos Juliari atau, bila dicegah KPK, pada Madam Bansos,” kata Rachland.

        Bagaimana tanggapan PDIP? Politisi senior PDIP Hendrawan Supratikno mengatakan, apa yang disampaikan Hasto itu didasarkan atas fakta dan pengalaman yang ada selama ini. Meski begitu, komunikasi politik terus terjalin untuk membangun sinergitas bagi kepentingan bangsa ke depan.

        “PDIP adalah partai yang mengedepankan politik kebangsaan yang inklusif dan mencerahkan,” kata Hendrawan saat dikontak Rakyat Merdeka, tadi malam.

        Apakah koalisi PDIP dan Demokrat tertutup karena ada masalah dengan SBY? Kata Hendrawan, politik adalah soal seni kemungkinan. “Kalaupun ada perbedaan gelombang komunikasi, itu bukan hal yang dominan,” ucapnya.

        Pegamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio menilai, omongan Hasto ini untuk menjaga konstituen atau pemilih, juga untuk menjaga perasaan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Ketidakharmonisan antara SBY dan Megawati tampaknya masih membekas hingga sekarang.

        Hendri menjelaskan, pada dasarnya politik di Tanah Air itu cair dan fleksibel. Hampir semua partai bisa berkoalisi. Kalau tidak berkoalisi di pusat, biasanya terjadi koalisi daat pilkada. “Tapi ini keputusan PDIP. Tentu dalam perjalaman bisa berubah apalagi Pilpres masih lama,” kata Hendri, saat dikontak, tadi malam.

        Ketidakharmonisan SBY dan Mega sudah jadi rahasia umum. Keduanya terkesan saling menghindar atau menolak untuk bertemu di acara-acara kenegaraan. Keputusan SBY untuk maju bersaing dalam Pemilu Presiden 2004 dianggap sebagai penyebab utama awal mula keretakan hubungan SBY dengan Megawati. Ketika itu, SBY menjabat Menkopolhukam di bawah kabinet pemerintahan Presiden Megawati.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Fajria Anindya Utami

        Bagikan Artikel: