
Kuasa Hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah menjelaskan lebih lanjut aspek hukum perkara yang menjerat Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto.
Menurutnya dakwaan menggunakan data yang salah terkait perolehan suara Nazarudin Kiemas misalnya. Pada dakwaan disebutkan Nazarudin Kiemas memperoleh 0 suara.
Padahal pada faktanya, Nazarudin Kiemas memperoleh suara terbanyak, yaitu: 34.276 suara. Posisi Nazarudin Kiemas yang memperoleh suara terbanyak adalah fakta penting yang mendasari PDIP melakukan rapat pleno dan menjadi dasar Hasto Kristiyanto memerintahkan Donny Tri Istiqamah untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung.
Dakwaan Hasto Krisityanto berdasarkan putusan no. 18/Pid.Sus-Tpk/2020/PN.Jkt.Pst. (terdakwa: Saiful Bahri) Disebutkan Nazarudin Kiemas disebut memperoleh suara 0. Padahal seharusnya pemegang suara terbanyak.
Ir. H. Nazarudin Kiemas dengan fakta sebenarnya: Nazarudin Kiemas memperoleh suara terbanyak, yaitu: 34.276 suara, namun yang bersangkutan meninggal dunia sehingga PDIP melakukan Rapat Pleno membahas siapa pengganti Nazarudin Kiemas.
Dari hasil pemungutan suara yang berlangsung pada tanggal 17 April 2019, ternyata alm. Nazarudin Kiemas memperoleh suara terbanyak meskipun yang bersangkutan sudah meninggal dunia, yaitu mendapatkan sekitar 34.276 suara dan menduduki peringkat I perolehan suaranya untuk partai PDIP di wilayah Dapil Sumsel I.
Dakwaan membuat tuduhan seolah-olah Hasto Kristiyanto pernah menemui Wahyu Setiawan dalam kunjungan tidak resmi. Hal ini bertentangan dengan fakta hukum yang telah diuji di persidangan dan dituangkan pada Putusan 28/Pid.SusTpk/2020/PN.Jkt.Pst. dengan terdakwa Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio F.
Dakwaan Hasto Krisityanto berdasarkan putusan 28/Pid.Sus-Tpk/2020/PN.Jkt.Pst dengan terdakwa Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio F, Hasto Kristiyanto menemui Wahyu Setiawan pada tanggal 31 Agustus 2019 di Kantor KPU RI untuk mengajukan permohonan penggantian Caleg Dapil Sumsel-1 di luar kunjungan resmi.
Pada tanggal 31 Agustus 2019, bertempat diruang kerja Wahyu Setiawan di Kantor KPU RI, terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiomah menemui Wahyu Setiawan dan dalam pertemuan tersebut Terdakwa menyampaikan informasi bahwa PDIP keterangan saksi di bawah sumpah menegaskan bahwa kedatangan Hasto Kristiyanto ke KPU adalah pertemuan resmi pada saat rekapitulasi suara pada bulan April & Mei 2019.
"Saat itu masing-masing partai politik menyampaikan sikapnya. Selain itu tidak ada pertemuan lain,” ujar Febri Diansyah.
Keterangan saksi Rahmat Setiawan Tonidaya di bawah sumpah pada pokoknya menerangkan bahwa terkait keterangan saksi yang menyatakan “pernah Pak Hasto ini ke mengajukan 2 usulan ke KPU RI, salah satunya permohonan penggantian Caleg Terpilih Dapil Sumsel-1 dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku, kemudian terdakwa juga memohon agar KPU RI dapat mengakomodir permintaan terkait Harun Masiku tersebut.
KPU menemui terdakwa I (Wahyu Setiawan), berapa kali, artinya apakah itu merupakan dinas setahu saksi, jawaban saksi: setahu saksi, saat itu saat rekapitulasi perhitungan suara sekitar bulan April, bulan Mei, perwakilan masing-masing partai politik menyampaikan terkait perwakilan, jadi saat istirahat siang makan, Hasto Kristiyanto datang ke ruangan beserta dengan tim PDI Perjuangan, artinya resmi, selain itu tidak ada berkunjung di lain waktu.
Febri Diansyah mengatakan, membuat tuduhan tanpa dasar dan menyimpang dari Fakta Hukum di persidangan seolah-olah Hasto Kristiyanto menerima laporan dari Saiful Bahri dan menyetujui rencana pemberian uang pada Wahyu Setiawan.
Menurutnya fakta hukum yang sebenarnya dan telah diuji di persidangan adalah Saeful Bahri tidak pernah melaporkan permintaan Wahyu Setiawan dan tidak pernah menyetujui rencana pemberian uang untuk Wahyu Setiawan N tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement