Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dana Haji Selalu Ramai Jadi Perbincangan Publik, Menteri Agama Berikan 7 Kritik Keras ke BPKH

        Dana Haji Selalu Ramai Jadi Perbincangan Publik, Menteri Agama Berikan 7 Kritik Keras ke BPKH Kredit Foto: Antara/Saudi Press Agency/Handout via REUTERS
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kementerian Agama melaporkan dana haji yang dikelola Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) yang mencapai Rp143 triliun kerap menjadi perbincangan publik. Bahkan informasi yang tersebar berubah menjadi hoax dan memberikan kecemasan kepada calon haji, termasuk lamanya masa tunggu jamaah haji.

        “Ada jamaah yang melakukan setoran awal tahun ini tapi dana haji baru digunakan puluhan tahun mendatang saat berangkat atau ketika membatalkan pendaftaran. Sedangkan masa tunggu terlama 46 tahun dan masa tunggu rata-rata nasional 26 tahun,” ujar Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Agama RI, dalam webinar Pengelolaan Dana Haji 2021, Senin (19/7/2021)

        Baca Juga: Digitalisasikan Metode Pembelajaran di Madrasah, Kemenag Gandeng Alef Education

        Karena itu, Yaqut memberikan sebanyak 8 kritik kepada BPKH. Pertama, ia menekankan agar dana haji dapat dikelola dengan hati-hati, aman, transparansi, akuntabel karena apabila pengelolaan yang salah akan berakhir seperti yang pernah terjadi pada perusahaan pengelolaan keuangan haji.

        Kedua, pengelolaan dana haji merupakan bagian dari ekosistem penyelenggaraan haji. Sebab, pengelolaan dana haji ada karena adanya penyelenggaraan ibadah haji. Oleh karena itu, pemahaman tersebut tidak boleh diputarbalikan agar tidak salah melakukan proses lanjutannya.

        “Bisakah haji berjalan tanpa pengelolaan dana haji? Tentu jawabnya bisa dalam sejarahnya pemerintah pernah melakukan itu, ketika pendaftaran haji dibuka setiap keberangkatan haji, jamaah haji mendaftar lunas lalu berangkat,” ungkapnya.

        Ketiga, besarnya hasil investasi bila melihat nilai manfaat yang merupakan hasil investasi pengelolaan dana haji, Yaqut tercengang, ternyata pengelolaan dana haji oleh BPKH tidak jauh berbeda dibandingkan Ketika dikelola Kementerian Agama yang secara rata-rata berada kisaran 5,4 persen pertahun.

        Jumlah tersebut dinilainya jauh dari yang dijanjikan saat BPKH didirikan termasuk saat fit and proper test oleh DPR. Hal tersebut menjadi perhatian, sebab jika hanya mendapatkan persentase nilai manfaat yang sama antara Kementerian Agama dengan BPKH, Yaqut menilai jamaah akan dirugikan karena jamaah harus membiayai operasional BPKH yang hasilnya sama saja.

        Berdasarkan penelusuran Yaqut, penggunaan biaya operasional BPKH tahun 2020 mencapai Rp 291,4 miliar yang diambilkan langsung dari hasil dana investasi dana haji. Akibat dari itu, hasil investasi yang dinikmati jamaah menjadi lebih kecil dibandingkan jika dikelola Kementerian Agama yang biaya operasionalnya ditanggung oleh negara dengan standar gaji aparatur sipil negara.

        “Di Kementerian Agama saat itu cukup satu direktorat yang melakukan itu semua, mulai dari menerima dana, menginvestasikan dan mengeluarkan,” jelasnya.

        Keempat, penempatan dana haji masih dengan skema yang tidak jauh berbeda dari Kementerian Agama yang terbesar di deposito dan sukuk anggaran. Padahal, BPKH diberikan kewenangan lebih untuk melakukan investasi langsung daripada Kementerian Agama yang hanya sebatas mengelola dana haji saja.

        “Saya melihat BPKH masih senang bermain aman dan nyaman serta tidak memanfaatkan kewenangannya yang begitu luas,” katanya.

        Kelima, keinginan BPKH selama ini untuk berinvestasi di hotel, transportasi, dan catering jamaah di Arab Saudi hingga saat ini belum terwujud. Padahal, yang diinginkan jamaah hasil investasi tidak harus pada sektor tersebut dan tidak harus berada di Arab Saudi. Sebab, hal tersebut kontraproduktif dengan upaya pemerintah untuk mengajak investor luar negeri agar masuk ke Indonesia.

        Keenam, BPKH menunjukan naiknya hasil investasi bubkan dengan investasi yang lebih menguntungkan tapi memperbanyak dana dengan cara memperbanyak jumlah pendaftar haji. Dampaknya, lembaga keuangan semakin agresif untuk memberikan talangan haji secara diam-diam. Selain itu, jumlah antrian semakin panjang menyebabkan masa tunggu keberangkatan semakin lama. Yaqut meminta agar BPKH mencari instrument investasi lain yang lebih menguntungkan dibandingkan sukuk dan deposito.

        Ketujuh, sudah saatnya BPKH mulai jujur untuk melakukan evaluasi tentang kinerja, efektivitas, dan efisiensi terkait pengelolaan dana haji. Hal tersebut perlu dilakukan agar BPKH tidak menjadi lembaga yang justru menggerus pendapatan investasi.

        “Itulah kritik atas kegalauan saya terhadap pengelolaan dana haji. Ini fakta yang kita hadapi. Saya mengajak kepada seluruh ahli keuangan yang hadir pada saat ini untuk berpikir jernih dan jujur untuk mencari jalan keluar dari keadaan ini. Jangan sampai kita dituntut oleh jamaah haji karena membiarkan kondisi seperti ini,” tegasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
        Editor: Alfi Dinilhaq

        Bagikan Artikel: