Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pemerintah Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 2022 Capai 5 Persen, INDEF: Kurang Realistis!

        Pemerintah Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 2022 Capai 5 Persen, INDEF: Kurang Realistis! Kredit Foto: Biro Pers, Sekretariat Presiden
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pemerintah melalui Presiden Joko Widodo dalam pidato penyampaian RUU APBN Tahun 2022 beserta nota keuangnya pada Senin (16/8/2021), mematok target pertumbuhan perekonomian dalam kisaran angka 5 sampai 5,5 persen.

        Target angka pertumbuhan ekonomi tersebut, bagi Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto, dinilainya tidak realistis. Sebab, target angka kisaran 5 sampai 5,5 persen dinilainya memberikan kesan bercabang dan memberikan ketidakjelasan bagi dunia usaha untuk memfokuskan pertumbuhan ekonomi.

        Baca Juga: HUT RI ke-76, OJK Optimis Momentum Pertumbuhan Ekonomi Berlanjut

        "Pembahasan dengan DPR ini penting untuk menentukan angka fokusnya berapa walau pidato tahun lalu proyeksi untuk target pertumbuhan ekonomi itu kalau tahun lalu proyeksinya 4,5-5-5 dan jatuhnya meleset minus 2," ujarnya dalam diskusi publik Merespons Pidato Kenegaraan dan Nota Keuangan RAPBN 2022, Selasa (17/8/2022).

        Eko menyebut, angka realistis pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di bawah angka 5 persen dengan catatan perlunya dukungan sektor konsumsi rumah tangga, investasi, dan ekspor secara bersamaan.

        Berdasarkan data Google Mobility Report, Indonesia termasuk negara lain dinyatakan belum pulih sampai Agustus ini. Pada periode Agustus, kapasitas mobilitas Indonesia berada pada angka minus 20 persen bersama Australia, India, dan Jepang.

        "Korea Selatan sempat berada di atas angka nol. Karena gelombang kedua Covid-19 varian Delta, jadi kembali minus di atas angka 20 persen. Ini menggambarkan pergerakan aktivitas masyarakat sampai Agustus belum pulih dan berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi," paparnya.

        Terlebih, kata Eko, menurut analisis Johns Hopkins University per Agustus menempatkan Indonesia berada pada peringkat teratas dalam hal angka penambahan kasus aktif dan angka kematian. Selain itu, vaksinasi yang baru berjalan 14 persen masih di bawah angka rata-rata global.

        Selain itu, kerentanan pemulihan ekonomi juga tergambar dalam Purchasing Managers Index yang sebelumnya di bulan Juni berada pada 50 poin, di bulan Juli mengalami penurunan menjadi 40 poin.

        "Jangan lupa porsi terbesar dari pertumbuhan ekonmi itu berasal dari industri manufaktur. Tantangan untuk mengembalikan laju industri manufaktur itu akan menjadi kunci pemuliihan ekonomi," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: