KOL Stories x Arto Biantoro: Rumus Membangun Branding Buat Usaha Kecil
Sebelum kita memutuskan untuk terjun ke dunia entrepreneur, ada banyak hal yang perlu digali terlebih dahulu. Salah satu hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah soal branding.
Branding merupakan usaha untuk membangun identitas dari produk maupun perusaahaan. Identitas yang dimaksud bisa dari nama, logo, atau ciri khas lainnya yang bisa membedakan dengan yang lain. Nah, dengan memiliki ciri khas brand akan memiliki daya tarik dan ingatan yang melekat di mata konsumen.
Baca Juga: KOL Stories x Diskusi Investasi: Saham Bukalapak Bikin Ketar-ketir, Investor Harus Apa?
Karena kesuksesan sebuah brand sedikit banyak dipengaruhi oleh bagaimana cara kita melakukan branding, melakukan branding akan jauh lebih sulit bagi para pelaku usaha kecil dibandingkan dengan perusahaan besar. Apalagi, jika produk yang ditawarkan sudah memiliki kompetitor besar dan sudah banyak di pasar. Maka, proses branding pun akan makin sulit dilakukan.
Inilah yang kerap membuat para pengusaha kecil melupakan branding. Kebanyakan akan lebih fokus bagaimana melakukan penjualan sebanyak-banyaknya. Padahal, meski sulit bukan berarti jika branding tidak dapat dilakukan.
Lalu bagaimana cara agar kita bisa membangun strategi branding yang tepat bagi usaha kecil?
Kali ini, Warta Ekonomi melalui KOL Stories mengundang Arto Biantoro yang merupakan Brand Activist dan CEO Gambaranbrand untuk mengupas hal tersebut dari kacamatanya.
Branding menjadi batu sandungan bagi sebagian usaha kecil untuk mengembangkan usahanya. Bolehkah dijelaskan terlebih dahulu, apa itu branding?
Sebenarnya bukan batu sandungan karena sekarang sudah banyak teman-teman yang membagikan berbagai teori atau pendekatan brand sehingga menjadi lebih mudah untuk dipelajari. Branding itu adalah sebuah disiplin ilmu yang dipakai untuk mempelajari bagaimana cara kita menciptakan sebuah persepsi. Persepsi sangat penting karena membuat kita dapat membedakan mana produk A dan produk B. Kita butuh unsur pembeda dan ini ada di benak konsumen. Ketika kita mampu menciptakan persepsi yang kuat, kita akan punya sebuah fanbase atau loyalis. Ketika seseorang nge-fans kepada kita, mereka akan membeli produk yang kita tawarkan.
Apa manfaat yang akan diperoleh ketika menyiapkan startegi branding yang matang? Apa bedanya dengan yang tidak menyiapkan starategi branding?
Ketika branding-nya bagus, biasanya sales-nya akan meningkat. Itu sesuatu yang sudah umum, kecuali di saat pandemi seperti ini. Namun perlu diingat, brand bukan hanya menjadi sesuatu untuk menciptakan profit atau income bagi bisnis yang kita bangun. Brand juga mampu menyelesaikan berbagai masalah yang ada di sekitar kita. Misalnya, pengentasan kemiskinan.
Jika suatu brand bisa terus bertumbuh, brand tersebut mampu menyerap lapangan pekerjaan. Dengan ini, kita bisa mendapat steady income atau pendapatan yang bisa kita kontrol. Jika brand di suatu daerah bisa bertumbuh dan makin dikenal, brand tersebut dapat menginspirasi anak-anak muda untuk melakukan seperti apa yang kita lakukan. Itu menjadi penting ketika kewirausahaan diatur dalam pola pikir brand.
Bayangkan jika kita punya fanbase, katakanlah hari ini kita punya 10 loyalis. Tahun depan kita punya 50 loyalis dan tahun depannya bertambah menjadi 100 loyalis. Apa yang terjadi? Usaha kita untuk berkomunikasi dengan para loyalis ini sudah tidak sesulit saat pertama kali bicara dengan mereka.
Ketika kita tidak melakukan upaya branding, kita hanya melalui proses yang melelahkan untuk mempromosikan barang dagangan kita tanpa membangun relasi. Itu sebenarnya tidak salah, tetapi saya menyebutnya sebagai proses tacticalm karena hanya berproses pada lingkaran-lingkaran kecil saja. Sementara, brand itu selalu dipikirkan dalam konteks yang lebih panjang karena menjalin kerja sama jangka panjang, atau membuat konsumen jatuh cinta kepada kita, dan lainnya. Itu yang kemudian sering kali menjadi hal-hal yang bagi wirausaha pemula menjadi sesuatu yang melelahkan.
Apa saja yang perlu diperhatikan dalam merumuskan strategi branding?
Sebelumnya, kita harus tanya ke diri sendiri, apa yang mau kita lakukan ketika kita membangun usaha ini. Ibaratnya, jika kita makan pasti kita akan kenyang. Itu sudah pasti. Ini harus didiskusikan karena bisnis berbicara tentang profitabilitas. Namun, untuk mendapat profit, sebuah bisnis harus bisa menjawab problem atau masalah yang ada di sekitarnya. Ketika suatu bisnis tidak mempunyai unsur relasi yang kuat, kuncinya adalah relasi dan titik atau outlet.
Jika kita tidak mampu bersaing secara harga, kita harus mempunyai network atau jejaring yang luas, misalnya melalui teman. Kemudian, titik atau outlet yang strategis. Makin banyak titik maka makin baik. Namun, kita butuh lebih dari itu. Pertama, kita harus tahu kehadiran brand kita dapat menyelesaikan problem. Misalnya kita membuat coffee shop yang buka 24 jam untuk membantu mahasiswa atau orang yang kerja hingga larut malam. Ketika kita melakukan hal itu, kita mendapatkan unsur pembeda.
Setelah melalui proses tadi, barulah kita masuk ke brand strategi. Ada enam poin yang paling sederhana, antara lain target market, benefit yang kita berikan kepada konsumen, persepsi seperti apa yang kita sampaikan, janji apa yang ingin kita sampaikan, value dari bisnis kita, dan terakhir adalah personality. Brand strategi harus menjadi pegangan dari bisnis kita.
Bagaimana cara untuk melakukan branding dengan biaya murah, tapi tepat sasaran? Sebaiknya berapa besar alokasi dana untuk melakukan branding?
Tadi saya sudah jelaskan di awal ketika menciptakan brand maka menciptakan persepsi, dan ketika menciptakan persepsi maka akan menciptakan loyalitas. Kalau kita usaha dan dikenal di kompleks perumahan, kita bisa bilang brand yang kita miliki sangat terkenal. Namun, ketika pindah ke kompleks sebelah, tidak akan terkenal. Kita harus ubah cara berpikir kita, dari bagaimana caranya brand bisa dikenal, tetapi seberapa besar pasar yang kita targetkan di tahap pertama ini. Kalau budget kita Rp1 juta, kita harus fokus ke satu segmen dahulu. Namun jika berbicara angka, sebenarnya 10 persen dari total omzet yang mau kita hasilkan.
Baca Juga: KOL Stories x Bekti Sutikna: Niat Jadi Trader, Sudah Tahu Aturan Mainnya Belum?
Apa bedanya branding produk dan branding perusahaan? Mana yang lebih penting untuk difokuskan terlebih dahulu?
Ini disebut sebagai umbrella brand strategy. Jadi di dalamnya masing-masing perusahaan punya pendekatan yang berbeda. Pertama, monolithic brand strategy, dengan menggunakan satu nama untuk seluruh lini bisnis mereka. Kedua, multi-brand strategy, bagi yang memiliki beberapa brand dalam satu grup, kalian bebas menggunakan cara yang mana saja. Namun, ada risikonya.
Perusahaan yang melakukan mono brand strategy, jika sudah memiliki nama yang baik, akan lebih mudah mengembangkan karena sudah dikenal konsumen. Namun, jika satu brand sudah rusak, lainnya akan ikut rusak. Untuk multi-brand strategy, jika salah satu tidak berhasil, akan mudah menutupnya dan tidak merusak yang lainnya. Kekurangannya adalah pendaftaran namanya yang banyak dan manajemen yang lebih sulit karena setiap brand didaftarkan dengan nama yang berbeda.
Menurut Anda, saat ini trend branding seperti apa yang marak diadopsi oleh brand?
Sebenarnya tidak ada trend branding, melainkan tren usaha. Tren usaha itu yang sedang popular coffee shop atau bisnis masker. Brand itu mengikuti visi misi si owner. Kadang-kadang visi misinya sangat old school sekali. Selama ada pasarnya, kita selalu bisa buat usaha berbasis brand. Untuk di daerah sendiri, sedang terjadi peningkatan tren artisanal brand. Brand semacam ini memproduksi barang dengan jumlah terbatas dan harga yang jauh lebih tinggi karena value-nya juga lebih tinggi ketimbang produk non-artisan.
Sebagai penutup, adakah yang ingin Anda sampaikan?
Suka tidak suka, kita hidup di dunia brand. Mulai dari bangun tidur hingga mandi menggunakan sabun merek apa, kemudian mengenakan baju merek apa, dan pergi ke kantor juga menggunakan mobil dengan merek tertentu, itu semua persoalan merek. Terkadang kita berpikir tidak penting, tetapi secara tidak sadar kita lebih memilih satu merek yang harus kita pakai.
Kalau kita bisa melihat itu, kita harus sadar untuk mempelajari brand. Merek itu sendiri bisa menjadi masa depan layaknya menabung emas. Ketika kita membangun usaha berbasis brand hingga bertahun-tahun kemudian, bisa jadi brand menjadi investasi bagi anak-anak kita. Jadi mulailah belajar mengenai brand.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Patrick Trusto Jati Wibowo
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: