- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Pemerintah Dorong Peningkatan Produksi Migas Sekaligus Menuju Transisi EBT
Kemandirian energi memainkan peran yang amat strategis untuk menopang pembangunan. Oleh karena itu, penting untuk memastikan agar pasokan energi dapat memenuhi kebutuhan energi nasional yang terus meningkat di masa depan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengungkapkan, dalam rangka meningkatkan produksi migas telah dilakukan survei seismik dua dimensi sebagai Komitmen Kerja Pasti wilayah kerja Jambi Merang. Ini merupakan survei seismic 2D terbesar dalam satu dekade terakhir di Asia Tenggara.
Baca Juga: Selama 1,5 Tahun Dihantam Pandemi Covid-19, IPA: Momen Transformasi Industri Hulu Migas
"Untuk menunjukan bahwa kami masih memiliki sumber daya potensial," ujarnya dalam Ministerial Round-Table bertema The New Landscape of Oil and Gas Investment in Indonesia dalam dalam satu serangkaian Pameran dan Konvensi IPA Ke-45 2021 bertema Realizing Indonesia's Energy Vision Post Pandemic secara virtual, Rabu, (1/9/2021).
Hal tersebut juga terkait dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) 2017, komposisi pasokan energi pada 2030 dengan rincian terdiri dari minyak bumi sebesar 23 persen, gas bumi sebesar 21,8 persen, batu bara sebesar 29,6 persen, dan energi baru terbarukan sebesar 25,6 persen. Dari komposisi pasokan energi khususnya migas, keduanya hampir menyentuh angka 45 persen yang menunjukan masih memiliki peran besar.
Karena itu, kata Arifin, pemerintah telah menggulirkan target peningkatan produksi. Di antaranya untuk minyak bumi sebesar 1 juta barel per hari (MMBOPD) dan gas sebesar 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) pada 2030.
Di sisi lain, pemerintah berupaya memberikan insentif bagi lapangan migas yang sudah berjalan. Salah satunya adalah Blok Mahakam yang dikelola oleh Pertamina Hulu Mahakam yang memperoleh penyesuaian first tranche petroleum (FTP). Insentif juga diberikan untuk pengembangan kompleks petrochemical berskala besar dengan suplai gas dari Blok Kasuri yang dioperatori Genting Oil.
Arifin menuturkan, sangat penting untuk merealisasikan target produksi migas pada 2030. Sebab, industri migas harus bisa menjadi lokomotif ekonomi yang bisa mendatangkan pendapatan bagi negara. Namun, sektor energi juga harus memperhatikan transisi energi guna mengurangi emisi karbon.
“Sektor global energy sudah merujuk pada transisi energi. Melakukan pembandingan atau keseimbangan antara energi dan pengembangan carbon capture,” ujarnya.
Arifin menambahkan, dalam upaya mendorong penyediaan energi alternatif, Indonesia berupaya meningkatkan pemanfaatan gas sebagai energi baru masa depan bersama dengan energi baru terbarukan (EBT) lainnya. Salah satu upaya untuk mendukung hal tersebut ialah melalui program konversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dengan bahan bakar gas bumi.
Hal tersebut juga diimbangi dengan penyediaan pasokan. Salah satu proyek gas laut dalam atau Indonesia Deepwater Development (IDD) menjadi proyek prioritas nasional sebagai upaya menjaga produksi gas di Indonesia.
Selain itu, untuk meminimalisir emisi karbon dalam kegiatan produksi, pemerintah tengah mendorong penerapan teknologi carbon capture and storage (CCS) dan carbon capture, utilisation, and storage (CCUS).
Sementara itu, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong mengakui, peningkatan produksi migas akan mempengaruhi peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK). Meski demikian, sejumlah upaya telah dilakukan untuk menjaga kesimbangan. Salah satunya, operasional gas sudah didesain dengan teknologi zero flaring.
Selan itu, kata Alue Dahong, teknologi yang digunakan untuk menangkap karbon yakni CCS dan CCUS juga bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi migas.
“Ini berikatan dengan carbon trading. Pengurangan emisi karbon bisa digunakan untuk sertifikasi pengurangan emisi dan bisa dipasarkan di pasar karbon,” katanya.
Dengan adanya target produksi migas dan kebijakan energi jangka panjang, carbon pricing akan memainkan peran strategis. Terlebih, pihaknya akan mendorong sektor migas untuk menerapkan bisnis hijau pada seluruh kegiatan operasi. Dengan begitu, kebijakan harga karbon juga diharapkan dapat menarik investasi.
“Dengan pertimbangan dari harga karbon, Kementerian LHK, Kementerian ESDM, IPA, dan industri akan memulai diskusi mengenai harga karbon potensial,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
Editor: Alfi Dinilhaq