Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kesepakatan AUKUS, Jadi Sebuah Ancaman atau Sebatas Ujian buat Indonesia?

        Kesepakatan AUKUS, Jadi Sebuah Ancaman atau Sebatas Ujian buat Indonesia? Kredit Foto: Reuters/US Navy
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Tekstur keamanan di Asia Pasifik memanas. AUKUS bikinan Australia, Inggris dan Amerika Serikat menaikkan tensi persaingan di wilayah ini. Pakta pertahanan baru dideklarasikan untuk menggentarkan China. Namun jelas bikin negara di kawasan terusik. Indonesia termasuk yang gusar. Bagaimana tidak? Great powers makin serius bikin ulah dan ingin unjuk senjata seenaknya.

        AUKUS, kerja sama keamanan trilateral yang digagas Amerika Serikat (AS), Inggris dan Australia ini memuat tiga poin untuk saling menyokong mengimbangi pengaruh China di Asia Pasifik. Australia sendiri akan membangun kapal selam nuklirnya yang pertama dengan teknologi dari AS.

        Baca Juga: Alasan Kesepakatan Nuklir AUKUS Bisa Memecah Belah ASEAN Menjadi Pro dan Kontra

        Kapal selam jenis ini adalah yang tergesit tertangkas dalam menangkis ancaman bawah laut dibandingkan kapal selam non-nuklir. Kekuatan tembakannya akan lebih jauh. Pula kapasitas pengangkut yang tak main-main.

        Selain soal pembangunan kapal selam nuklir, poin kedua adalah AUKUS sepakat adanya kerja sama kemampuan siber tiga negara. Sementara poin ketiga adalah saling sokong teknologi keamanan bawah laut.

        Pesiden AS Joe Biden yang dengan bangga mengumumkan AUKUS menyatakan besutan ini adalah sebuah langkah historik. AS bak menegaskan kembali power-nya di kawasan Asia Pasifik kompak bersama Inggris sekutu setia. Sementara Australia kini jelas mempertunjukkan kepada dunia di mana dia harus berdiri, di pihak AS bukan China.

        Berbagai pendapat dari para ahli berkembang mengenai kehadiran AUKUS ini. Analis dan para ahli di Asia dan Australia misalnya khawatir bahwa pakta pertahanan ini akan menjadi ajang perlombaan senjata. AS dan sekutunya jelas kuat dalam persenjataan dan punya power yang luar biasa. Namun China juga punya kekuatan armada laut terbesar dunia. Negara itu bahkan dengan garang menunjukkan kekuatannya mengimbangi AS di Laut China Selatan, zona api dalam sekam itu.

        Tak bisa dipungkiri, Australia dalam hal alutsista mendapat keuntungan karena AS dan Inggris akan membagi teknologi pertahanannya yang amat sensitif itu. Namun Australia pada waktu ke depan juga diperingatkan agar waspada.

        Di antara dua negara lainnya, Australia yang paling lemah. Pun Australia sebagai negara di kawasan harus bisa menerjemahkan sikapnya itu dengan baik agar hubungan dengan negara-negara di kawasan termasuk dengan Indonesia tetap terjaga.

        "Masak hanya karena kita tidak bisa bikin kapal selam nuklir sendiri jadi harus mempertaruhkan sebagian kedaulatan kita terhadap AS dan juga mungkin Inggris," komentar Profesor Allan Gyngel yang merupakan Ketua Australian Institute of International Affairs sebagaimana dikutip dari laman BBC.

        Sementara Malaysia sebelumnya juga mengkhawatirkan potensi perlombaan senjata dengan adanya AUKUS. Disebut bak katalis bagi perlombaan senjata nuklir yang akan sangat bisa membahayakan kawasan.

        Tak lama AUKUS diumumkan, Indonesia langsung bersikap. Di New York, AS di sela-sela menghadiri siang umum PBB, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengkritik keras berdirinya pakta pertahanan itu. Indonesia tak mau, saat negara-negara besar sibuk bersaing di Asia Pasifik, pada suatu saat akan kena getahnya. Indonesia ingin Asia menjadi zona aman dan damai.

        "Tetapi saya menekankan bahwa yang tidak diinginkan oleh kita semua adalah kemungkinan meningkatnya perlombaan senjata dan power projection (unjuk kekuatan—red) di kawasan, yang tentunya akan dapat mengancam stabilitas keamanan kawasan,” kata Menlu Retno Marsudi.

        Ancaman dan Ujian

        Sementara itu dihubungi VIVA, pakar Ilmu Hubungan Internasional (HI) Teuku Rezasyah menilai bahwa berdirinya AUKUS ini bukan ihwal yang mengejutkan. Baik AS, Inggris dan Australia memang sebelumnya sudah memiliki perjanjian keamanan bersama. 

        AUKUS ini kemudian semacam bentuk formal karena AS ingin menunjukkan kepada China bahwa mereka serius dan siap menangkis Tiongkok di Asia Pasifik termasuk Laut China Selatan. Tak hanya tiga negara itu, secara terpisah negara-negara di Asia juga punya perjanjian keamanan dengan AS. 

        Namun situasi ini jelas akan menyulitkan bagi Indonesia karena Indonesia memang tak memiliki perjanjian kerja sama keamanan dengan negara-negara itu. Di satu sisi Indonesia adalah negara non allied (tidak memihak) namun di sisi lain AUKUS akan bisa mengancam kedaulatan wilayah dan bikin repot pada masa mendatang.

        "Misalkan suatu saat ada lepas peluru kendali, tabrak-tabrakan kapal, para awak jadi korban dan keadaan darurat yang bisa terjadi di dekat bahkan di wilayah kita maka siapa yang harus turun tangan? Kan kita. Jadi suatu saat nanti kita akan bisa berhadapan dengan kasus-kasus yang belum pernah kita hadapi," kata Teuku Rezasyah melalui sambungan telepon, Senin 27 September 2021.

        Belum lagi kata dia, negara-negara kuat itu bisa saja menerobos dan memanfaatkan wilayan Indonesia untuk mematai-matai musuh mereka. Jelas hal itu bisa membawa kerugian dan pelanggaran kedaulatan.

        Rezasyah mengatakan, sudah benar sikap Indonesia bersikap tegas dan keras menentang AUKUS ini. Namun hal tersebut akan lebif efektif bila dibarengi dengan peningkatan kapasitas pertahanan khususnya di wilayah terluar Indonesia. AUKUS jadi ancaman sekaligus ujian bagi kredibilitas Indonesia.

        "Infrastruktur pertahanan kita harus diperbaiki misal tambah Sukhoi dan alat pertahanan di laut sebelum ada serangkaian krisis kita harus siap," lanjutnya.

        Sementara dalam hal diplomasi menahan AUKUS, Indonesia menurut dia harus menggencarkan melobi negara-negara non-allied dan menyuarakan hal ini di PBB. Selain itu negara-negara dengan power kuat juga harus dijajaki untuk mengawasi dan ikut bersikap apabila konflik bersenjata mulai dilancarkan.

        "Tidak ada cara lain, ini juga ujian kredibilitas bagi Indonesia. Kita harus keras kedaulatan kita berpotensi terganggu," ujar dosen HI di President University ini.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: