Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Soroti Mudahnya Akses Masyarakat Terhadap Antibiotik di Warung, Dokter: Dapat Memicu...

        Soroti Mudahnya Akses Masyarakat Terhadap Antibiotik di Warung, Dokter: Dapat Memicu... Kredit Foto: Unsplash/Christina Victoria Craft
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Di tengah Pandemi COVID-19, ada bahaya lain yang mengintai di dunia kesehatan yakni resistensi antibiotik. Banyaknya penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan rekomendasi dokter yang merupakan salah satu penyumbang terbesar angka resistensi antimikroba (AMR) di dunia kesehatan.

        Hal ini menjadikan AMR salah satu dari 10 ancaman kesehatan global yang paling berbahaya di dunia. Berdasarkan data WHO, penggunaan antibiotik meningkat 91 persen secara global dan meningkat 165 persen di negara-negara berkembang pada periode 2000-2015.

        Dijelaskan Guru Besar FKKMK Universitas Gadjah Mada, Prof. dr. Tri Wibawa, PhD, SpMK(K), mengatakan bahwa di Indonesia, antibiotik dipercaya sebagai obat yang manjur untuk segala jenis penyakit mulai dari demam sampai nyeri sendi.

        Antibiotik dapat dibeli di apotek, toko obat, dan bahkan warung yang tersebar di seluruh Indonesia.  "Masyarakat seringkali membeli obat di tempat-tempat ini sebagai bentuk pertolongan pertama pada penyakit ringan karena letaknya yang strategis, terpercaya, dapat diperoleh pada malam hari, dan memberikan akses yang mudah kepada obat-obatan esensial seperti antibiotik," tuturnya dalam acara virtual World Antibiotic Awareness Week 2021 oleh Indonesia One Health University Network (INDOHUN) dan Pfizer, Jumat 5 November 2021.

        Baca Juga: Ya Ampun… Cek Sekarang! Beberapa Kondisi di Bagian Mata Bisa Merujuk Masalah Jantung Bahkan Diabetes

        Obat-obat ini, imbuhnya, seringkali dijual tanpa resep. Pasien menganggap bahwa pengobatan mandiri dengan membeli obat di apotek atau toko obat lebih mudah dan hemat biaya. Hal ini merupakan salah satu faktor yang membuat permintaan antibiotik sangat tinggi.

        "Di sisi lain, antibotik dapat dibeli dengan mudah, sehingga dapat menjadi pemicu berkembangan Antimicrobial Resistance (AMR) di Indonesia," terangnya. Senada, Koordinator INDOHUN Prof. dr. Agus Suwandono, MPH., Dr.PH., menyebutkan bahwa data dari WHO selama 15 tahun terakhir, penggunaan antibiotik meningkat sampai 91% secara global dan di negara berkembang sendiri meningkat hingga 165%. Dalam menangani kejadian AMR, prinsip pendekatan One Health, yakni koordinasi, komunikasi, dan kolaborasi perlu dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan terkait (intersektoral).

        Baca Juga: Penderita Diabetes Masih Mau Makan Nasi Putih? Tenang! Anda Bisa Makan dengan Porsi…

        Pemerintah Indonesia sendiri sudah menetapkan kebijakan berupa Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di rumah sakit-rumah sakit melalui Permenkes No.8 Tahun 2015 dan juga terdapat beberapa peraturan penggunaan antibiotik di luar rumah sakit. 

        "Peningkatan tajam ini membuat AMR masuk ke dalam 10 ancaman kesehatan global paling berbahaya di dunia dan perlu ditangani dengan baik. Sama seperti pandemi COVID-19, program-program pemerintah akan berhasil jika didukung juga oleh masyarakat,” ujar Prof. dr. Agus Suwandono.

        “Kontribusi masyarakat dalam pencegahan dan penanganan AMR diperlukan yaitu dalam menggunakan antibiotik secara bijak, rasional berdasarkan resep dokter, dan tuntas sesuai petunjuk dokter sehingga angka kesembuhan meningkat dan mencegah kejadian resistansi," tegasnya.

        Baca Juga: Ya Ampun… Cek Sekarang! Beberapa Kondisi di Bagian Mata Bisa Merujuk Masalah Jantung Bahkan Diabetes

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Bayu Muhardianto

        Bagikan Artikel: