Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dialog Strategis Mesir dan Amerika Rampung, Catat Poin Penting yang Dijanjikan Biden

        Dialog Strategis Mesir dan Amerika Rampung, Catat Poin Penting yang Dijanjikan Biden Kredit Foto: Getty Images/AFP/Alex Brandon
        Warta Ekonomi, Kairo -

        Mesir dan Amerika Serikat mengakhiri “dialog strategis” di Washington pada Selasa (9/11/2021). Hasilnya, mereka berjanji untuk melanjutkan pembicaraan mengenai hak asasi manusia, keamanan air Mesir dan menyelesaikan konflik regional.

        Pembicaraan yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan rekannya dari Mesir, Sameh Shoukry, adalah yang pertama di bawah pemerintahan Biden.

        Baca Juga: Presiden Mesir al-Sisi Terbang ke Paris buat Temui Langsung Macron, Ada Apa?

        "Amerika Serikat dan Mesir menegaskan kembali komitmen teguh mereka terhadap keamanan nasional kedua negara dan stabilitas Timur Tengah," bunyi pernyataan bersama, Rabu (10/11/2021), sebagaimana dilaporkan Al-Monitor.

        “Amerika Serikat menyatakan penghargaannya atas kepemimpinan Mesir dalam menengahi solusi konflik regional, terutama dalam mempromosikan perdamaian dan mengakhiri kekerasan di Gaza,” kata pernyataan itu.

        Mesir, yang berbatasan dengan Gaza, memfasilitasi gencatan senjata pada Mei yang mengakhiri konflik 11 hari antara Israel dan kelompok militan Hamas dan berupaya mengamankan gencatan senjata jangka panjang antara kedua belah pihak.

        Amerika Serikat juga "menegaskan kembali dukungan Presiden Biden untuk keamanan air Mesir," dan kedua belah pihak menyerukan dimulainya kembali negosiasi yang dimediasi Uni Afrika atas Bendungan Renaisans Besar Ethiopia (GERD).

        Mesir, Sudan dan Ethiopia terlibat dalam perselisihan mengenai GERD, yang sedang dibangun Addis Ababa di Nil Biru, anak sungai utama Sungai Nil. Kairo khawatir megadam bernilai miliaran dolar itu dapat membahayakan pasokan air tawarnya sendiri.

        Kudeta di Sudan hanya disebut-sebut dalam pernyataan bersama. The Wall Street Journal melaporkan pekan lalu bahwa Presiden Abdel Fattah al-Sisi, yang merebut kekuasaan dalam kudeta pada 2013, secara pribadi memberkati pengambilalihan militer Letnan Jenderal Abdel Fatah al-Burhan.

        Kairo tidak menambahkan namanya pada pernyataan bersama baru-baru ini yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat, Inggris, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab yang menyerukan "pemulihan penuh dan segera" dari "pemerintah transisi yang dipimpin sipil" Sudan.

        Dalam sambutannya pada Senin, Blinken menggambarkan peristiwa di Sudan sebagai "sangat tidak stabil" dan mengatakan Amerika Serikat dan Mesir memiliki "kepentingan bersama" di jalur demokrasi Sudan.

        Ditanya tentang kepentingan yang tumpang tindih itu, juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price mengatakan pada hari Senin bahwa dia akan “menyerahkan kepada Kairo untuk menjelaskan posisi mereka di Sudan.”

        Pernyataan bersama pada Selasa juga merujuk pada "peran AS dalam pembangunan ekonomi di Mesir dan pasokan peralatan pertahanannya." Mesir telah menerima $1,3 miliar dalam pembiayaan militer asing setiap tahun dari Amerika Serikat sejak 1987, menjadikannya penerima bantuan militer AS terbesar kedua setelah Israel.

        Baca Juga: 6 Tahun Mendatang, Mesir Mulai Pindah-pindahan ke Ibu Kota Baru, di Sini Letaknya

        Pada bulan September, pemerintah mengumumkan akan menahan $130 juta dari bantuan tahunan itu sampai Mesir memenuhi persyaratan tertentu, yang dilaporkan termasuk pembebasan 16 tahanan politik dan mengakhiri penyelidikan selama satu dekade terhadap pembela hak asasi manusia dan kelompok masyarakat sipil.

        Pernyataan bersama itu menggambarkan dialog tentang hak asasi manusia dan kebebasan fundamental sebagai “konstruktif.” Namun, Mesir tidak membuat komitmen publik untuk reformasi hak.

        Dalam beberapa tahun terakhir, aparat keamanan Sisi telah memenjarakan puluhan ribu jurnalis, aktivis, dan kritikus lainnya, termasuk beberapa warga negara AS dan penduduk yang menurut Mesir menimbulkan ancaman keamanan nasional.

        Selama konferensi pers bersama dengan Shoukry pada Senin, Blinken menyambut baik Strategi Nasional Hak Asasi Manusia Mesir dan pencabutan keadaan darurat sejak 2017.

        Aktivis hak asasi manusia telah menekan pemerintahan Biden untuk mengambil tindakan yang lebih keras terhadap Mesir.

        Mereka menunjukkan bahwa beberapa hari setelah Sisi mencabut keadaan darurat nasional pada akhir Oktober, parlemen Mesir mengesahkan undang-undang yang memberinya wewenang yudisial yang luas.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: