Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Tantangan Pemerintahan Baru untuk Dorong Penerimaan Pajak (Bagian II)

        Warta Ekonomi -

        WE Online, Jakarta - Selain itu, Kementerian Keuangan akan menjalin koordinasi dan konsolidasi dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Kejaksaan Agung terkait penegakan hukum karena ada kekhawatiran dari paraaparat Dirjen Pajak dan Bea Cukai dalam melaksanakan tugasnya.

        "Yang namanya aparat pajak dan bea cukai, itu juga penegak hukum. Bedanya adalah kalau polisi dan jaksa terkait dengan kriminal-kriminal umum, kalau pajak dan bea cukai ini di sektor keuangan negara, misalnya penyelundupuan, pemalsuan cukai, atau pembayaran pajak yang tidak benar. Jadi harus jelas penegakan hukumnya," ujar Bambang.

        Menurut Bambang, saat ini, pejabat pajak dan bea cukai tidak mau mengambil risiko untuk melakukan penegakan hukum jika ada potensi dikriminalkan oleh penegak hukum lain, sehingga menumbuhkan rasa saling pengertian menjadi sangat penting.

        "Ini yang mau kita bangun, saling pengertian antara penegak hukum, sama-sama bekerja untuk kepentingan negara. Mulai di 2015 kita akan makin serius di penerimaan pajak dengan mengedepankan 'tax compliance'," tegasnya.

        Sosialisasi Nota Kesepahaman tentang kerjasama dengan Polri bahkan telah dilakukan pada Kamis (6/11) yang meliputi sosialisasi peraturan, kebijakan, serta kewenangan tugas dan fungsi masing-masing pihak, pengamanan penerimaan negara serta pengamanan, pemulihan, penyelamatan dan penggunaan aset negara.

        Selain itu, sosialisasi mencakup penegakan hukum di bidang Perpajakan, Bea Cukai, Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Kekayaan Negara, Pengurusan Piutang dan Lelang serta bidang Keuangan Negara Lainnya.

        Kemudian, koordinasi juga termasuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan pegawai yang terindikasi tindak pidana, rencana pemanggilan, permintaan keterangan, pengumpulan bukti serta dukungan kelancaran tugas dan fungsi pengelolaan Keuangan Negara.

        Sulit tercapai? Untuk mendukung upaya tersebut, Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany mengatakan akan melakukan berbagai upaya ekstensifikasi untuk mencapai target penerimaan pajak, meskipun tindakan itu belum sepenuhnya maksimal karena terbatasnya kemampuan dan kapasitas dari Direktorat Jenderal Pajak.

        "Kalau kapasitas seperti sumber daya manusia belum diperbaiki, makin lama makin berat beban dari Direktorat Jenderal Pajak, apalagi kalau anggaran tidak pernah ditambah dan jumlah pegawai masih terbatas," katanya.

        Menurut dia, upaya Direktorat Jenderal Pajak dalam mengawal penerimaan negara dapat benar-benar optimal, apabila mendapatkan anggaran operasional hingga Rp8 triliun dan tambahan pegawai hingga 20 ribu orang.

        "Penambahan kapasitas ini tidak hanya untuk kantor baru, tapi juga untuk teknologi informasi. Kalau itu tidak ada, upaya ekstensifikasi hanya minimal, seperti di sektor properti, padahal potensi pajaknya sangat besar," ujar Fuad.

        Pengamat perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Jakarta, Yustinus Prastowo menambahkan target besaran pajak dari pemerintah dalam APBN 2015 sangat ambisius dan perlu kerja keras untuk mencapai realisasi maksimal.

        Menurut Yustinus, otoritas pajak membutuhkan anggaran lebih agar penarikan pungutan bisa lebih ditingkatkan. Selain itu, pengembangan teknologi, sistem yang terintegrasi, dan ketersediaan data yang lengkap antar-instansi juga menjadi unsur yang tidak boleh dilupakan.

        "Bukannya mustahil, tapi banyak hal yang harus dibenahi untuk mencapai target tersebut. Kalau masalah dana dan teknologi terpenuhi, bisa saja target (penerimaan pajak) tercapai," katanya, beberapa waktu lalu.

        Pemerintah terdahulu bahkan telah merencanakan pembentukan Badan Penerimaan Negara yang tugasnya mencari dan mengumpulkan pajak serta berada dalan koordinasi langsung Presiden, namun hal tersebut urung dilakukan.

        Untuk saat ini, hal yang paling mudah dan logis untuk dilaksanakan oleh pemerintah adalah meningkatkan efisiensi tugas dari Direktorat Jenderal Pajak, sambil membereskan persoalan yang ada terkait beban belanja subsidi energi, agar penerimaan pajak dapat memberikan kontribusi maksimal bagi pembangunan.

        Dengan upaya maksimal dari para pegawai pajak serta kesadaran dari Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajibannya kepada negara, idealnya Presiden Joko Widodo tidak lagi risau memikirkan optimalisasi penerimaan pajak.

        Namun, dengan pertumbuhan ekonomi global yang makin sulit untuk diprediksi dan upaya ekstensifikasi pajak yang tidak pernah optimal, maka pemerintah masih menemui jalan terjal untuk mewujudkan terjaminnya keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

        Untuk itu, pemerintah harus memikirkan upaya lain agar sektor pendapatan negara tidak membebani fiskal, karena solusi pembiayaan lainnya, yaitu menambah porsi utang bukan merupakan pilihan yang sehat dalam situasi perekonomian yang masih menghadapi berbagai tekanan dan gejolak. (Ant/Satyagraha)

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Sucipto

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: