Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengatakan, dalam kondisi Pertamina yang sedang sulit, Komisaris semestinya banyak bekerja dibanding sekadar berbicara.
"Dalam kondisi Pertamina yang sulit, karena belum berhasil menyelesaikan pembagunan kilang minyak di Tuban, keberadaan Komisaris Utama harusnya dapat meningkatkan pengawasan dan mendorong kinerja perusahaan agar lebih baik," kata Mulyanto dalam keterangan persnya di Jakarta, Selasa (30/11/2021).
Baca Juga: Menolak Reuni 212, Kiai NU Sampai Singgung Soal Penderitaan Ahok
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini juga menyampaikan, sebagai Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahja Purnama atau Ahok harusnya bisa membantu Pertamina mencari jalan keluar atas masalah yang dihadapi.
Mulyanto menambahkan, Komisaris ikut bertanggung jawab atas kinerja perusahaan yang dipimpin. Termasuk ketika beberapa waktu lalu, saat Presiden Joko Widodo memarahi Direktur Utama Pertamina, maka sama artinya Presiden sedang memarahi Dewan Komisaris pula.
"Ahok harusnya paham dengan sistem tanggung renteng dalam pengelolaan perusahaan negara ini. Bukan malah bicara seolah dirinya bukan bagian dari Pertamina. Sebagai komisaris utama Ahok harusnya banyak bekerja bukan malah banyak bicara. Dia tidak bisa lepas tangan dengan kondisi Pertamina sekarang," kata politikus partai PKS tersebut.
Mulyanto mengingatkan, saat ini Pertamina masih mempunyai tugas berat untuk menekan impor BBM termasuk gas LPG, yang selama ini menyumbang angka yang cukup signifikan bagi defisit transaksi perdagangan, khususnya sektor migas
Baca Juga: Sttt... Terbongkar Tuntutan Reuni Akbar 212, Ternyata Minta...
Untuk diketahui, Pertamina berencana menambah dua kilang baru, yakni Kilang GRR Tuban dengan kapasitas terpasang 300 ribu bph (barel per hari) dan Kilang Bontang. Namun realisasinya belum meyakinkan, ditambah lagi pembangunan Kilang Tuban terus molor.
Sedangkan pembangunan Kilang Bontang dibatalkan. Dari total 6 buah kilang yang ada dihasilkan BBM sebanyak 850-950 ribu bph. Dengan kebutuhan BBM hari ini yang sebesar 1,6 juta barel, maka kekurangannya diperkirakan sebesar 800 ribu bph dipenuhi dari impor, yang mendominasi defisit transaksi migas kita sebesar US$7 miliar di tahun 2020.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Adrial Akbar
Tag Terkait: