Kremlin: Rusia Siap Hentikan Operasi Militernya Jika Ukraina Bersedia Ubah Konstitusinya
Rusia telah mengatakan kepada Ukraina bahwa mereka siap menghentikan operasi militer 'hanya dalam sekejap'. Namun, menurut Moscow, ini bisa terjadi jika Kyiv memenuhi daftar persyaratan mereka.
Hal tersebut disampaikan oleh juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov pada Senin (7/3), dengan sejumlah syarat yang harus dipenuhi Ukraina. Di antaranya adalah bahwa Ukraina harus menghentikan aksi militer; mengubah konstitusinya untuk mengabadikan netralitas; mengakui Krimea sebagai wilayah Rusia; dan mengakui republik separatis Donetsk dan Lugansk sebagai negara merdeka.
Baca Juga: Cari Metode Baru, Rusia Terpantau Rekrut Milisi Suriah dengan Pengalaman Tempur
Invansi yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina telah memasuki hari ke-12. Dan apa yang disampaikan pada Senin sejauh ini menjadi pernyataan Rusia yang paling eksplisit, yakni tentang persyaratan yang mereka inginkan pada Ukraina, dan menghentikan apa yang digambarkannya sebagai 'operasi militer khusus'.
Peskov mengatakan kepada Reuters dalam sebuah wawancara telepon bahwa Ukraina mengetahui kondisi tersebut.
"Dan mereka diberitahu bahwa semua ini bisa dihentikan dalam sekejap," kata juru bicara Kremlin tersebut.
Belum ada reaksi langsung dari pihak Ukraina.
Rusia telah menyerang Ukraina dari utara, timur, dan selatan, menggempur kota-kota termasuk Kyiv, Kharkiv hingga pelabuhan Mariupol. Invasi yang mulai diluncurkan pada 24 Februari, telah menyebabkan krisis pengungsi terburuk di Eropa sejak Perang Dunia Kedua. Kondisi ini lantas memicu kemarahan di seluruh dunia, dan menyebabkan sanksi berat terhadap Moskow.
Namun, juru bicara Kremlin itu telah bersikeras bahwa Rusia tidak berusaha untuk membuat klaim teritorial lebih lanjut di Ukraina. Moscow juga mengatakan bahwa 'tidak benar' mereka menuntut agar Kyiv diserahkan.
Baca Juga: 20 Ribu Sukarelawan Datang ke Ukraina untuk Perangi Rusia
"Kami benar-benar menyelesaikan demiliterisasi Ukraina. Kami akan menyelesaikannya. Tetapi yang utama adalah Ukraina menghentikan aksi militernya. Mereka harus menghentikan aksi militernya dan kemudian tidak ada yang akan menembak," lanjutnya.
Kemudian mengenai masalah netralitas, Peskov mengatakan bahwa Ukraina harus membuat amendemen, yang menjamin bahwa negara itu tidak memasuki blok mana pun.
"Mereka harus membuat amendemen konstitusi yang mana Ukraina akan menolak setiap tujuan untuk memasuki blok mana pun."
Baca Juga: NATO Kirim Jet Tempur ke Ukraina, Rusia Siap Serangan Nuklir
"Kami juga telah berbicara tentang bagaimana mereka harus mengakui bahwa Krimea adalah wilayah Rusia dan bahwa mereka perlu mengakui bahwa Donetsk dan Lugansk adalah negara merdeka. Dan hanya itu. Ini (operasi militer Rusia) akan berhenti sebentar lagi," tambah Peskov.
Garis besar tuntutan Rusia datang ketika delegasi kedua negara bersiap untuk bertemu pada hari Senin untuk pembicaraan putaran ketiga, yang bertujuan untuk mengakhiri perang Rusia melawan Ukraina.
Seperti diketahui, invansi Moscow dimulai tidak lama usai Putin mengakui dua wilayah yang memisahkan diri di Ukraina timur. Lugansk dan Donetsk, yang terletak di wilayah Donbas, timur Ukraina, menjadi kantong para separatis yang didukung Rusia. Para separatis itu pun tercatat telah memerangi pasukan pemerintah Ukraina yang sah sejak tahun 2014. Tindakan Kremlin yang mengklaim sepihak Lugansk dan Donetsk sebagai wilayah independen, telah dikecam dan dicap ilegal oleh Barat.
"Bukan kami yang merebut Lugansk dan Donetsk dari Ukraina. Donetsk dan Lugansk tidak ingin menjadi bagian dari Ukraina. Tapi bukan berarti mereka harus dihancurkan sebagai hasilnya."
"Selebihnya. Ukraina adalah negara merdeka yang akan hidup seperti yang diinginkannya, tetapi dalam kondisi netralitas," tambah Peskov.
Peskov mengatakan bahwa semua tuntutan telah dirumuskan dan diserahkan selama dua putaran pertama pembicaraan antara delegasi Rusia dan Ukraina, yang berlangsung pekan lalu.
Baca Juga: Dampak Perang Ukraina dan Rusia, Fadel Muhammad Minta Pemerintah Antisipasi Kenaikan Inflasi
"Kami berharap semua ini akan berjalan baik dan mereka akan bereaksi dengan cara yang sesuai," katanya.
Peskov kemudian melanjutkan bahwa Rusia 'telah dipaksa' untuk mengambil tindakan tegas, melakukan demiliterisasi Ukraina, alih-alih hanya mengakui kemerdekaan daerah yang memisahkan diri.
Ini untuk melindungi 3 juta penduduk berbahasa Rusia yang ada di republik-republik ini, yang kata Peskov sedang diancam oleh 100 ribu tentara Ukraina.
Baca Juga: Buntut Invasi ke Ukraina, Italia Sita Villa Mewah dan Kapal Pesiar Orang Terkaya Rusia
"Kami tidak bisa begitu saja mengakui mereka (Donetsk dan Lugansk). Apa yang akan kami lakukan dengan 100 ribu tentara yang berdiri di perbatasan Donetsk dan Lugansk yang bisa menyerang kapan saja. Mereka selalu membawa senjata AS dan Inggris," katanya.
Namun, menjelang invasi Rusia, Kyiv telah berulang kali menolak klaim tersebut. Ukraina pun dengan tegas selalu menyangkal pernyataan Moskow yang menyebut bahwa Kyiv akan melakukan serangan untuk merebut kembali wilayah separatis dengan paksa.
Sementara itu, Peskov melanjutkan bahwa situasi di Ukraina telah menimbulkan ancaman yang jauh lebih besar bagi keamanan Rusia daripada yang terjadi pada tahun 2014. Saat itu, Rusia juga mengumpulkan 150 ribu tentara di perbatasannya dengan Ukraina. Tindakan itu juga memicu kekhawatiran akan invasi Rusia, tetapi pada akhirnya, Kremlin ketika itu membatasi tindakannya pada pencaplokan wilayah Krimea.
"Sejak itu situasinya memburuk bagi kami. Pada 2014, mereka mulai memasok senjata ke Ukraina dan mempersiapkan tentara untuk NATO, membawanya sesuai dengan standar NATO.
"Pada akhirnya yang menjadi keseimbangan adalah kehidupan 3 juta orang di Donbass ini. Kami mengerti bahwa mereka akan diserang," ucap Peskov, mengamini klaim pemerintahannya.
Peskov menambahkan bahwa Rusia juga harus bertindak dalam menghadapi ancaman yang dirasakannya dari NATO. Juru bicara Kremlin tersebut mengatakan bahwa 'hanya masalah waktu' sebelum aliansi itu menempatkan rudal di Ukraina seperti yang terjadi di Polandia dan Rumania.
Baca Juga: Gegara Invasi Rusia ke Ukraina, Bankir Rusia Ini Kehilangan Gelar Miliarder Dunia!
"Kami baru mengerti bahwa kami tidak tahan dengan ini lagi. Kami harus bertindak," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: