Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Fakta Menarik Presiden Terpilih Yoon Suk-yeol, Disebut Donald Trump-nya Korea Selatan

        Fakta Menarik Presiden Terpilih Yoon Suk-yeol, Disebut Donald Trump-nya Korea Selatan Kredit Foto: Reuters/Ahn Young-joon
        Warta Ekonomi, Seoul -

        Yoon Suk-yeol telah terpilih sebagai presiden Korea Selatan pada Rabu (9/3/2022). Kemenangannya pun mengantarkan era pemerintahan partai konservatif yang akan mengubah kebijakan negara secara drastis dalam menghadapi ambisi nuklir Korea Utara dan kebangkitan China.

        Yoon merupakan seorang politisi pemula yang menjulang berkat kiprahnya di kantor kejaksaan daerah dan nasional, terutama karena menjebloskan mantan presiden Park Geun-hye ke penjara.

        Baca Juga: Yoon Suk-yeol, Politikus Konservatif yang Jadi Presiden Baru Korea Selatan

        Mantan jaksa agung ini pun menang dengan selisih kurang dari 1 persen suara pada pemilihan presiden (Pilpres) paling ketat persaingannya dalam sejarah demokrasi Korea Selatan.

        Kemenangan Yoon pun menandai akhir perjalanan dramatis melawan Lee Jae-myung yang liberal dan kembalinya kekuasaan bagi partai konservatif setelah 5 tahun pemerintahan Demokrat. Lantas, seperti apa sosoknya?

        Dihimpun AKURAT.CO dari berbagai sumber, ini 5 fakta menarik Presiden Terpilih Korea Selatan Yoon Suk-yeol.

        1. Donald Trump-nya Korea Selatan

        Yoon sebenarnya adalah sosok presiden di luar dugaan. Politisi konservatif ini bersinar di era kepresidenan Moon Jae-in.

        Ia mempelopori kampanye antikorupsi presiden, menyelidiki hubungan antara Samsung, konglomerat terkuat Korea Selatan, dan 2 mantan presiden konservatif, Park Geun-hye dan pendahulunya, Lee Myung-bak. Ketiganya berhasil dijebloskannya ke penjara. Tak ayal, Yoon jadi bintang di kejaksaan.

        Namun, ia mulai bentrok dengan Moon ketika kejaksaan yang dipimpinnya mulai menyelidiki tuduhan pelanggaran yang melibatkan sekutu politik presiden, seperti Cho Kuk, mantan menteri kehakiman.

        Oposisi konservatif yang semula menjelek-jelekkan dirinya sebagai antek politik pun berbalik menyebutnya pahlawan. Tahun lalu, Yoon mengundurkan diri sebagai jaksa agung dan menjadi kandidat presiden dari Partai Kekuatan Rakyat yang konservatif.

        Sementara itu, pemerintahan Moon dan Partai Demokratnya telah diguncang beragam skandal yang membongkar penyimpangan etika serta kegagalan kebijakan harga rumah yang melambung tinggi, meningkatnya ketimpangan pendapatan, dan kurangnya mobilitas sosial.

        Tak pelak, kepercayaan rakyat terhadap Demokrat anjlok. Yoon pun langsung meraih basis dukungan yang kuat, meski baru pertama kali maju dalam Pilpres Korea Selatan.

        "Yoon seperti Trump. Ia adalah orang luar yang maju untuk menggoyahkan pendirian," komentar Kim Hyung-joon, ilmuwan politik di Universitas Myongji, Seoul.

        2. Keras terhadap Korea Utara

        Presiden Moon Jae-in lebih mengedepankan diplomasi dengan Korea Utara sebagai pusat ambisi kebijakan luar negerinya. Namun, kepresidenan Yoon akan menandai perubahan dalam hubungan antar-Korea.

        Ia telah menyerukan kerja sama yang lebih besar dengan Amerika Serikat (AS) untuk menghadapi ancaman nuklir Korea Utara. Yoon juga ingin mengembangkan teknologi yang memungkinkan Korea Selatan melancarkan serangan terlebih dahulu, apabila ancaman nuklir Korea Utara bakal segera terjadi.

        Menurutnya, sanksi internasional diperlukan untuk menekan Korea Utara agar menyerahkan senjata nuklirnya.

        Artinya, pria 61 tahun ini akan menyelaraskan tujuan denulirisasinya dengan AS, alih-alih menjadikan AS sebagai mediator seperti saat Moon mengupayakan negosiasi antara Kim Jong-un dan Presiden Donald Trump.

        3. Merapat ke AS untuk menghadapi China

        Konsisten dengan sikap lama Partai Kekuatan Rakyat yang konservatif, Yoon telah menekankan aliansi AS-Korea Selatan yang lebih kuat, terutama untuk memantau Korea Utara. Ia pun telah meminta negaranya agar berperan lebih besar dalam hubungannya dengan AS dengan bekerja sama dalam isu 'garda baru' yang menjadi kunci persaingan ekonomi AS-China.

        Industri teknologi canggih Korea Selatan pun ingin dimanfaatkannya dalam strategi tersebut, misalnya ketahanan rantai pasokan melalui baterai kendaraan listrik, ruang angkasa, dan keamanan siber.

        Pria yang lahir pada 18 Desember 1960 ini juga mencoba untuk menyeimbangkan kepentingan keamanan dan ekonomi negaranya yang saling bertentangan dalam masalah China.

        Selain itu, ia mengeklaim Korea Selatan akan bekerja sama lebih banyak dengan aliansi keamanan 'Quad' yang beranggotakan AS, Australia, dan Jepang, tetapi belum mengajukan keanggotaan formal dalam kelompok ini.

        Yoon juga menyatakan menentang pelanggaran norma-norma demokrasi liberal dan HAM. Namun, ketika ditanyakan bagaimana sikapnya akan pelanggaran HAM di China, ia menolak untuk membahas 'pertanyaan hipotesis'.

        4. Memanfaatkan pasar untuk menyelamatkan ekonomi

        Yoon mendukung pendekatan yang dipimpin pasar untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja. Ia pun berniat memangkas birokrasi perusahaan untuk membantu mewujudkannya.

        Di tengah banyaknya keluhan atas melonjaknya harga perumahan, Yoon berjanji akan mengurangi pajak bumi dan bangunan serta membangun 2,5 juta rumah baru, termasuk rumah sangat sederhana di bawah harga pasar yang dapat dijangkau oleh pembeli usia 20an-30an tahun.

        5. Mengutamakan hak individu daripada hak perempuan

        Gender pun menjadi isu utama dalam kampanye Pilpres Korea Selatan, terutama bagi kalangan anak muda 20an tahun. Yoon sendiri telah bersumpah akan menghapus Kementerian Kesetaraan Gender. Janji ini sontak telah menjadi pemantik perang gender di Korea Selatan.

        Yoon mengatakan ia yakin untuk fokus pada kebutuhan individu, alih-alih membagi populasi berdasarkan gender.

        Yoon Suk-yeol akan dilantik sebagai presiden Korea Selatan pada 10 Mei. Sejak saat itu, ia akan memimpin Negeri Ginseng selama 5 tahun ke depan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: