Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Wamenkeu: Menuju Transisi Energi Hijau, Investasi Pendanaan Swasta Diperlukan Selain APBN

        Wamenkeu: Menuju Transisi Energi Hijau, Investasi Pendanaan Swasta Diperlukan Selain APBN Kredit Foto: Antara/Basri Marzuki
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia, Suahasil Nazara menyatakan Komitmen Indonesia untuk memitigasi dampak perubahan iklim yang berbahaya bagi lingkungan terus digaungkan, termasuk melalui pengembangan energi berkelanjutan yang ramah lingkungan.

        Dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC), Indonesia menargetkan penurunan emisi hingga 29% dengan upaya sendiri atau hingga 41% dengan bantuan internasional pada tahun 2030 nanti. Berbagai kebijakan dilakukan untuk memastikan agar target ini dapat direalisasikan. 

        Ia mengatakan salah satu komponen penting dalam upaya penurunan emisi adalah pendanaan, baik melalui APBN maupun mobilisasi dana sektor swasta. 

        Baca Juga: Subholding Gas Pertamina Uji Coba Pemanfaatan CNG, Dukung Pemanfaatan Energi Bersih di Bali

        “Hal pertama yang harus dilakukan pemerintah (untuk menarik investasi dari sektor swasta) adalah menunjukkan komitmen melalui pendanaan publik. Bagi Indonesia, ini termasuk pengurangan subsidi untuk bahan bakar minyak yang sudah kita lakukan dalam lima tahun terakhir. Penurunan subsidi ini cukup menantang mengingat harga minyak dunia saat ini sedang bergejolak”, ungkap Suahasil dalam keterangannya, Jumat (1/4/2022). 

        Hal lain yang dilakukan Indonesia adalah climate budget tagging dalam APBN. Ini menjadi komitmen semua kementerian untuk menunjukkan anggaran mitigasi perubahan iklim masing-masing. Saat ini, baru 34% kebutuhan mitigasi perubahan iklim yang dipenuhi dengan APBN. 

        “Kita mendorong partisipasi sektor swasta melalui sisi belanja maupun sisi pendanaan. Dari sisi pendanaan, kita melakukan penerbitan sukuk hijau (Green Sukuk) yang konsisten diterbitkan secara reguler dalam lima tahun terakhir”, lanjut Suahasil. 

        Indonesia juga telah menerbitkan taksonomi hijau yang akan digunakan pemerintah untuk memisahkan sektor dan subsektor usaha yang ramah lingkungan, kurang ramah lingkungan dan tidak ramah lingkungan. Ini bertujuan untuk mendorong inovasi penciptaan produk, proyek, inisiatif hijau sesuai dengan standar Pemerintah. 

        Pajak dan taksonomi hijau merupakan instrumen penting dalam mitigasi perubahan iklim. Menjadi hal penting bagi Indonesia untuk menyediakan platform yang tidak hanya menjadi katalis dana publik, tapi juga katalis partisipasi sektor swasta. 

        Indonesia bersama Bank pembangunan Asia (ADB) telah meluncurkan Mekanisme Transisi Energi (Energy Transition Mechanism) sebagai platform yang menggabungkan fasilitas penurunan karbon dan energi terbarukan.

        “Mekanisme Transisi Energi merupakan instrumen penting untuk mencapai gol penurunan emisi, terutama untuk Indonesia yang 70% listriknya berasal dari pembangkit listrik tenaga batubara”, terang Suahasil. 

        Dalam mitigasi perubahan iklim Indonesia, kearifan lokal juga berperan vital terutama karena bentuk geografis Indonesia yang berupa negara kepulauan. “Infrastruktur daerah dan bagaimana masyarakat daerah mengelola sampah merupakan potongan-potongan upaya kecil yang ketika disatukan dapat memberikan kontribusi besar”, papar Suahasil. 

        Ke depan, Indonesia berkomitmen untuk terus mengupayakan implementasi Sustainable Development Goals (SDGs) melalui pendanaan hijau. APBN sebagai instrumen kebijakan fiskal akan digunakan untuk terus mendorong transisi energi yang adil dan terjangkau. 

        Suahasil menjadi panelis dalam sesi Green Finance bersama para tokoh terkemuka lainnya, yaitu Rhian-Mari Thomas (CEO, Green Finance Institute), Werner Hoyer (Presiden Bank Pengembangan Eropa), Kreshnik Bekteshi (Menteri Perekonomian Republik Makedonia Utara), Aminath Shauna (Menteri Lingkungan, Perubahan Iklim, dan Teknologi Republik Maladewa), dan Naoshi Hirose (Wakil Menteri Luar Negeri, Menteri Perekonomian, Perdagangan, dan Industri Jepang).

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rena Laila Wuri
        Editor: Fajria Anindya Utami

        Bagikan Artikel: