Macet Mudik hingga Berkilo-Kilo, Pengamat: Masyarakat Bisa Menuntut Janji Pemerintah
Larangan mudik yang diterapkan oleh pemerintah dalam dua tahun terakhir akibat pamdemi Covid-19 membuat masyarakat berbondong-bondong meninggalkan Jakarta pada periode lebaran 2022.
Akibatnya menjelang hari lebaran kendaraan terlihat memadati jalan dari arah Jakarta menuju ke daerah lainya baik itu Barat maupun Timur.
Pakar Kebijakan Publik dan CEO Narasi Institute Achmad Nur Hidayat MPP menyebut, akibat dari kemacetan panjang tersebut keuntungan pemilik tol meningkat signifikan pada mudik tahun ini.
Baca Juga: Heboh Pemudik Pakai Kaos Anies Presiden, Mileanies: Mereka Berharap Anies Naik Pangkat Jadi Presiden
"Pemilik tol saat mudik 2022 diduga meningkat sampai Rp15-20 triliun hanya disaat mudik selama 7 hari saja," ujar Hidayat dalam keterangan tertulis yang diterima, Sabtu (30/4/2022).
Hidayat mengatakan, banyaknya kemacetan panjang dan lama yang terjadi hingga menimbulkan keresahan bagi para pemudik. Beberapa strategi pun digunakan seperti One Way dan Contra Flow tapi ternyata belum berhasil mengurai kemacetan.
Dengan diberlakukannya one way yang diharapkan dapat mengurai kemacetan ternyata menimbulkan masalah lain seperti yang terjadi di tol Cipularang.
Akibatnya, pemudik ke arah Jakarta tertahan selama 12 jam hingga menimbulkan protes dari pemudik dengan menutup jalan sehingga kemacetan parah terjadi. Begitupula yang terjadi di pelabuhan Merak hingga 19 jam, kemacetan tersebut sempat menimbulkan pemudik pingsan.
"Janji pemerintah bahwa jika kemacetan sudah sampai 1 KM akan digratiskan ternyata tidak ditunaikan. Tentu saja masyarakat bisa menuntut janji tersebut secara hukum," tegasnya.
Menurutnya saat ini pemerintah tidak punya keberanian untuk menggratiskan tol padahal ini sangat penting untuk bisa menghilangkan antrian-antrian yang terjadi di gerbang tol. Alasan Tol Belum Gratis adalah Pemerintah Diduga Ingin Pengusaha Tol meraup untung besar saat lebaran 2022.
Hidayat melanjutkan, semestinya kepentingan masyarakat dalam hal ini adalah pemudik harus lebih diprioritaskan. Dengan keresahan dan ketidaknyaman mereka saat mudik sangat berpengaruh kepada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Ini terbukti dengan luapan-luapan kekesalan masyarakat yang bisa kita lihat di media sosial.
"Ini membuktikan bahwa pemerintah lebih pro kepada para oligarki pengusaha tol yang akan meraup keuntungan yang besar dari para pemudik," ungkapnya.
Dengan kondisi saat ini tol macet ditambah dengan naiknya harga BBM sehingga membuat lebih boros. Melihat hak tersebut bisa dikatakan rakyat telah terhisap dana dan energinya karena pengelolaan mudik yang tidak tepat dan efisien. Dengan kemacetan yang sedemikian panjang tentunya penggunaan BBM menjadi lebih besar.
"Melihat penderitaan para pemudik yang mengalami kemacetan tentunya sebagai bentuk tanggung jawab moral, Jasa Marga dan pengusaha tol lainnya harus memperbaiki dan meningkatkan pelayanan dengan memperbaiki jalan yang bergelombang, fasilitas rest area yang nyaman, jarak rest area yang diatur untuk memudahkan istirahat dan toilet," ujarnya.
Selain itu, Hidayat menilai sebenarnya pemerintah memiliki power yang besar untuk mengatur ini semua menjadi lebih mudah. Pemerintah bisa menetapkan aturan berdasarkan kondisi tertentu agar tol gratis yang harus dipatuhi oleh perusahaan-perusahaan tol.
Selain itu, pemerintah bisa berdialog dengan para pengusaha tol untuk hal ini. Jika ada perusahaan tol yang tidak mau ikut aturan Pemerintah maka diancam tegas. Pemerintah tentunya bisa mencontoh kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Malaysia yang berani menggratiskan tol untuk pemudik lebaran.
"Tentu saja hal ini sangat membahagiakan rakyatnya sehingga mereka bisa spend uang mereka untuk keluarga, dan mereka punya lebih banyak waktu untuk kebersamaan dengan keluarga karena tidak menghabiskan banyak waktu di jalan karena macet. Dan dengan digratiskannya jalan tol tentunya akan membuat perputaran uang di daerah menjadi meningkat," paparnya.
Ditengah keluh kesah dan sumpah serapah yang muncul dari para pemudik tiba-tiba muncul hasil survey yang menyatakan bahwa kepercayaan masyarakat kepada presiden Jokowi semakin menguat. Tentunya hasil survey ini akan sulit dipercaya validitasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: