Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        KemenPPPA Sesalkan Pengusiran Wanita di Cianjur oleh Warga karena Poliandri

        KemenPPPA Sesalkan Pengusiran Wanita di Cianjur oleh Warga karena Poliandri Kredit Foto: Rena Laila Wuri
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam aksi pengusiran dan pembakaran pakaian seorang perempuan berinisial N (28 tahun) yang diduga dilakukan oleh sekelompok warga Kecamatan Sukaluyu, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Tindakan yang dinilai “main hakim sendiri” tersebut sempat viral di pemberitaan pada hari Senin (16/5/2022). 

        Sebelumnya, warga Kabupaten Cianjur dihebohkan dengan kasus seorang perempuan berinisial N yang melakukan poliandri atau memiliki dua suami. Bahkan aksinya tersebut membuat warga geram hingga mengusir perempuan itu dari kampung dan seluruh pakaiannya dibakar.  

        Baca Juga: Gandeng UGM, KemenPPPA Siapkan Aturan Pelaksana Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

        Berdasarkan informasi yang dihimpun KemenPPPA, aksi pengusiran warga terhadap N tersebut dilakukan karena N merupakan perempuan yang diduga melakukan poliandri. Hal ini seharusnya tidak dijadikan alasan warga bisa menghakimi N. 

        “Saya merasa prihatin dan menyayangkan terjadinya aksi tersebut. Semestinya sebagai warga negara yang baik dan memiliki aturan hukum, aksi main hakim sendiri (eigenrichting) tidak perlu dilakukan dengan alasan apapun. Justru dalam kejadian yang menimpa N ini perlu dilakukan pendalaman lebih lanjut. Apapun alasannya, permasalahan sebab akibat menjadi syarat mutlak yang harus dilihat dalam kasus N ini,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, dalam keterangannya pada Selasa (17/5/2022). 

        Menteri PPPA menuturkan bahwa aksi pembakaran pakaian dan pengusiran korban yang disertai dengan caci maki oleh warga tersebut, merupakan tindakan penghakiman atau “main hakim sendiri”. Tindakan tersebut merupakan perbuatan sewenang-wenang yang tidak berdasarkan pada hukum yang berlaku. Apapun kesalahan seseorang, upaya main hakim sendiri merupakan hal yang dilarang oleh hukum. 

        Baca Juga: Kiai Ini Sebut Video Habib Bahar Terkait Habib Rizieq Provokatif, Berbahaya!

        Jika melihat hukum yang berlaku, perbuatan warga desa setempat yang melakukan pengusiran dan pembakaran pakaian terhadap korban justru bisa saja dikenakan Pasal 406 KUHP tentang penghancuran atau perusakan barang, yaitu “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum, menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”. 

        Selain Pasal 406 ayat (1) KUHP, dapat juga dikenakan Pasal 170 KUHP jika terbukti adanya kekerasan yang dilakukan bersama-sama (pengeroyokan), pelaku terancam pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. 

        Sementara itu, terkait Poliandri sendiri, disebutkan dalam Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa negara menyatakan asas perkawinan Indonesia adalah monogami, sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 3 ayat 1. Sedangkan untuk ketentuan sebaliknya (terkait poliandri) tidak diatur dalam UU Perkawinan di Indonesia. 

        Baca Juga: Geram Soal Kasus Penculikan 12 Anak di Bogor-Jakarta, KemenPPPA Minta Hukum Tegas Pelaku!

        Menteri PPPA mengutarakan bahwa semestinya masyarakat bisa lebih bijak untuk mendengarkan dan mengetahui terlebih dahulu alasan N melakukan poliandri secara diam–diam, entah itu karena N mengalami KDRT, faktor ekonomi, dan lain sebagainya. Menteri PPPA sangat menyayangkan warga setempat yang melakukan aksi main hakim sendiri tanpa prosedur hukum yang berlaku, hingga menyakiti seseorang dalam hal ini adalah N. 

        “Saya mengapresiasi UPTD PPA Kabupaten Cianjur yang telah bergerak cepat untuk melakukan penjangkauan kepada Korban untuk melakukan klarifikasi terlebih dahulu terkait kejadian yang menimpa korban. KemenPPPA akan mengawal kasus ini bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang membidangi urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, dalam hal ini Dinas PPPA Provinsi Jawa Barat, Dinas Kabupaten Cianjur dan UPTD PPA Kabupaten Cianjur yang secara fungsional memiliki tugas yang sama dengan KemenPPPA dalam melakukan layanan, khususnya  penjangkauan korban, dan pendampingan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dan bantuan hukum,” ujar Menteri PPPA. 

        Baca Juga: Curigai Keterlibatan Intelejen Hitam dari Indonesia, PA 212: Kasus UAS Mirip Apa yang Dialami HRS

        Bintang juga mengajak semua pihak termasuk korban untuk berani bicara dan mengungkap kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Untuk memudahkan aksesibilitas kepada korban atau siapa saja yang melihat, dan mendengar adanya kekerasan dapat melaporkan kasusnya melalui call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 dan WhatsApp 08111 129 129.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rena Laila Wuri
        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: