Kota Banda Aceh tercatat sebagai sebagai salah satu kota yang memiliki partisipasi masyarakat yang tinggi. Seluruh lapisan masyarakat diajak produktif menciptakan barang dan jasa, termasuk memanfaatkan potensi wilayah menjadi objek wisata.
Alhasil, upaya pemerintah Kota Banda Aceh tersebut tidak sia-sia. Kota Banda Aceh mengalami penurunan angka kemiskinan yang signifikan. Di tahun 2021 menjadi momentum kebangkitan ekonomi. Angka per kapita Kota Banda Aceh mencapai Rp78 juta per orang.
Baca Juga: Dorong Gerakan Literasi, Perpusnas Gelar Bimtek hingga ke Sumut
"Pemerintah Kota Banda Aceh sangat berfokus pada pemberdayaan masyarakat sehingga kami dapat memfasilitasi produktivitas masyarakat," ungkap Wali Kota Banda Aceh Aminullah pada kesempatan Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat (PILM) di Kota Banda Aceh, dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (19/05/2022).
Kebangkitan tersebut terhitung cepat mengingat penurunan ekonomi akibat pandemi yang panjang. Wali Kota Aminullah menyatakan bahwa capaian tersebut karena faktor masyarakat Kota Banda Aceh yang senang membaca. "Makanya, kami sediakan banyak pojok baca di kedai-kedai kopi," tambah Wali Kota.
Raihan ini tentu menciptakan tantangan berikutnya, yakni bagaimana memaksimalkan pemanfaatan teknologi digital sehingga produksi masyarakat Kota Banda Aceh semakin luas dikenal.
Baca Juga: Menteri Erick Dorong Generasi Milenial Makin Melek Literasi Digital dan Jadi Inovator
Anggota Komisi X DPR RI Illiza Sa'aduddin Djamal mengatakan bahwa 60% pekerjaan di dunia akan diotomasi, dan sedikitnya 26 juta pekerja baru tercipta dari UMKM akibat adanya e-commerce.
"Agar terus relevan dengan perkembangan zaman, masyarakat tetap terus meng-upgrade dirinya dan mengusai ilmu dan perkembangan teknologi," imbuh Illiza.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Atsiri Research Center Universitas Syiah Kuala Syaifullah Muhammad turut mengakui kalau bahwa produktivitas masyarakat Aceh sudah baik. Justru yang diperlukan saat ini adalah perluasan atau pemasaran dari produk barang/jasa yang dihasilkan.
"Lima tingkatan literasi yang sering disampaikan Perpustakaan Nasional dalam berbagai forum dipahami betul oleh masyarakat Banda Aceh. Tinggal pemerintah kota untuk menarik minat para investor meluaskan pemasaran produk barang/jasa hasil literasi masyarakat," ujar Syaifullah.
Baca Juga: Makanan Berpengawet Masih Marak di Aceh
Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Deni Kurniadi menjelaskan lima tingkatan literasi tersebut, antara lain pertama kemampuan baca tulis hitung. Kedua, kemampuan mengakses bahan bacaan terjangkau yang akurat, terkini, terlengkap, dan terpercaya. Ketiga, kemampuan memahami yang tersirat dan yang tersurat. Keempat, kemampuan inovasi dan kreativitas sebagai antisipasi terhadap perkembangan teknologi informasi dan perubahan. Dan kelima adalah kemampuan menciptakan barang/jasa yang dapat digunakan dalam kompetisi global.
"Jika semua tingkatan literasi mampu dipahami dan dapat dielaborasi dengan baik, kita tidak akan lagi menjadi masyarakat konsumen. Melainkan masyarakat produsen," jelas Deputi.
Fakta lain justru disuarakan pegiat literasi Yarmen Dinamika. Meski masyarakat Aceh masuk ke dalam peringkat 10 besar memanfaatkan digitalisasi ketika berliterasi, namun masyarakat Aceh juga tinggi dalam penerimaan berita hoaks. Capaian yang bertolak belakang dengan realita.
Baca Juga: Pegawai Kontrak Bakal Dievaluasi, Gubernur Aceh Singgung Soal Pengangguran
"Itu artinya, pemahaman digital juga harus selaras dengan kemampuan literasi dan berpikir kritis agar lebih bijak dalam memanfaatkan teknologi digital," pungkasnya.
Kegiatan PILM juga dirangkaikan penandatanganan Nota Kesepakatan dan Kesepahaman antara Perpustakaan Nasional dengan 25 perguruan tinggi dan pemerintah daerah di Provinsi Aceh.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: