Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Lihat Peluang Bisnis Crowdsourcing Sejak 10 Tahun Lalu, Ryan Gondokusumo Dirikan Sribu

        Lihat Peluang Bisnis Crowdsourcing Sejak 10 Tahun Lalu, Ryan Gondokusumo Dirikan Sribu Kredit Foto: Sribu
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pandemi Covid-19 yang datang tanpa permisi, hingga kini masih berlangsung di seluruh belahan dunia termasuk Indonesia. Pandemi menghantam sejak akhir tahun 2019, menciptakan perubahan yang besar bagi kehidupan hingga berdampak terhadap perekonomian. Perlambatan ekonomi terjadi dihampir semua sektor terutama yang mengandalkan aktivitasnya pada mobilitas barang dan jasa.

        Pemerintah pun terpaksa mengeluarkan berbagai kebijakan guna mengatasi penyebaran pandemi dengan mengurangi mobilitas masyarakat. Tak pelak, hal tersebut membuat konsumsi, investasi, transportasi, pariwisata, produksi, dan keyakinan pelaku ekonomi menurun signifikan, yang pada akhirnya membuat pertumbuhan ekonomi turun dengan tajam.

        Meskipun memberikan tantangan berat bagi perekonomian, namun pandemi Covid-19 memiliki dampak positif dalam mendorong ekonomi digital. Pasalnya, momentum pandemi Covid-19 telah mengubah gaya hidup dengan semakin meningkatnya pemanfaatan digital ekonomi.

        Oleh karena itu, upaya memgakselerasi transformasi digital di bidang ekonomi dapat dijadikan salah satu strategi dalam memastikan tetap bergeraknya sektor-sektor ekonomi produktif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

        Peluang membangkitkan ekonomi digital melalui pemanfaatkan transformasi digital harus terus digelorakan, utamanya dengan memanfaatkan momentum pandemi karena sejak mewabahnya pandemi Covid-19, terlihat lonjakan penggunaan digitalisasi ekonomi yang semakin besar.

        Kementerian Keuangan mencatat transaksi e-commerce Indonesia pada tahun 2021 mencapai Rp401,25 trilun naik 50 persen daripada 2020 Rp266,3 triliun dengan total transaksi sebanyak 1,73 miliar.

        Sementara, laporan dari Google e-Conomy Sea 2021 menyebutkan bahwa terdapat 21 juta konsumen baru sejak pandemi hingga kuartal I 2021 dengan 72 persen berasal dari area non-metropolitan. Hal ini menunjukan adanya peningkatan penyebaran demografi konsumen digital.

        “Kondisi ini sesuatu yang menggembirakan, karena biasanya di kota besar saja tapi sekarang semakin banyak orang melek. Transaksi juga akan terus naik, transaksi akan naik terus, karena sebelum pandemi itu kebanyakan perusahaan invest untuk edukasi. Makanya selama pandemi ini market teredukasi dan malah akan mempercepat angka ini (transaksi) karena multiplier. Saya lihat malah ke depannya rata-rata orang akan lebih shoping online,” kata, CEO Sribu, Ryan Gondokusomo kala berbincang dengan Warta Ekonomi.

        Melihat kondisi tersebut, Ryan melihat bahwa pemasaran digital menjadi kunci untuk meraih potensi maksimal perkembangan ekonomi digital di Tanah Air. Bila dilihat, lanjut Ryan, pengguna internet di Indonesia menghabiskan waktu menjelah dunia maya selama hampir 9 jam setiap harinya di 2021. Adapun, kebanyakan pengguna menggunakan internet untuk mengakses media sosial, komunikasi pesan, game online, dan belanja online.

        “Sehingga, upaya pemasaran digital dan konten yang berkualitas menjadi kunci untuk memperoleh perhatian konsumen digital sehingga kebutuhan tenaga kerja yang berkualitas di bidang ini turut meningkat,” ungkap Ryan.

        Menurutnya, terdapat lima keahlian yang akan seemakin diperlukan di era perdagangan digital seperti pembuatan konten, pembuatan website, pembuatan aplikasi mobile, pemasaran via media sosial dan optimasi mensin pencari (search engine optimization).

        Nah ternyata,  di era perdagangan digital banyak perusahaan yang melirik crowdsourcing untuk merekrut Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Tercatat, dari 683 ribu perusahaan mulai dari kecil, menengah dan besar menggunakan 4,14 juta full time freelancer dengan menghasilkan market digital content senilai Rp29 triliun.

        “Keuntungan perusahaan menggunakan platform crowdsourcing itu pertama cepat menemukan pekerja freelance yang tepat dengan beragam jenis keahlian di bidang branding, content dan digital marketing. Kedua, value for money karena memperoleh fleksibilitas dengan berbagai pilihan skema perekrutan yang disesuaikan dengan budget dan hasil yang ingin dicapai. Ketiga, kualitasnya itu tinggi karena kita bisa lihat detail portofolio dan review dari setiap freelancer. Kalau untuk freelancer keuntungannya itu penghasilan dan memiliki kesemepatan berwirausaha, lalu akses pasar luas dan bisa kerja remote,” terang Ryan.

        Masa Depan Freelancing

        Menilik lebih jauh terkait potensi bisnis di sektor freelancing, Sribu, perusahaan yang bergerak di bidang penyediaan jasa solusi konten dan pemasaran digital berbasis crowdsourcing melihat sektor freelancing di Indonesia mengalami perkembangan yang positif dan cukup menjanjikan selama 10 tahun terakhir.

        Hal ini terlihat dari pertumbuhan jumlah freelancer dan jumlah klien/perusahaan yang menggunakan jasa freelancer melalui platform Sribu. Pertumbuhan bisnis Sribu secara konsisten bertumbuh dengan rata- rata kenaikan pendapatan sebesar 15% per tahun.

        Masa depan sektor freelancing di Indonesia akan semakin cerah dengan semakin terbiasanya perusahaan maupun pekerja terhadap sistem kerja jarak jauh. Sribu melihat bahwa adopsi sistem kerja jarak jauh membuat perusahaan/pelaku usaha cenderung untuk beralih fokus, dari yang sebelumnya lebih berfokus pada jumlah jam kerja, menjadi berfokus pada hasil/produktivitas/kinerja SDM-nya.

        “Sribu meyakini ekosistem freelancing di Indonesia akan semakin solid. Dari sisi supply peminat freelancer akan terus meningkat seiring semakin nyamannya orang bekerja dengan sistem kerja jarak jauh yang lebih fleksibel,” ujar Ryan.

        Sribu Sebagai Crowdsourcing Freelancer Platform 

        Ryan bercerita bila sebelum didirikannya Sribu, Ia telah melakukan riset pasar terkait permasalahan yang paling sering terjadi di lapangan ketika pelaku usaha berhubungan dengan pihak freelancer.

        Berdasarkan hasil risetnya terdapat beberapa kendala yang sering terjadi, misalnya dari sisi pelaku usaha mengalami sulitnya mencari freelancer yang kredibel dan berkualitas, kemudian kesulitan untuk berkomunikasi dengan freelancer yang mengakibatkan pada hasil kerja yang tidak memuaskan, dan juga adanya keraguan merekrut freelancer karena tidak adanya organisasi yang dapat dimintai pertanggungjawabannya bila terjadi kendala/masalah.

        Sementara dari sisi freelancer sering kali terkendala akibat brief pelaku usaha yang kurang jelas dan berubah-ubah, durasi proyek yang lebih panjang karena respons yang lambat dari klien, kekhawatiran akan sulitnya proses pembayaran, hingga sulitnya mengembangkan bisnis karena keterbatasan informasi terkait peluang kerja.

        “Hal ini yang melatarbelakangi kehadiran Sribu sepuluh tahun yang lalu tepatnya pada tahun 2011. Melalui platform kami, Sribu.com dan Sribulancer.com, kami memiliki visi dan misi untuk menjadi wadah atau platform digital berbasis crowdsourcing yang memungkinkan para freelancer dan pelaku usaha dapat saling menemukan dan bertransaksi dengan mudah, nyaman dan aman,” tutur Ryan.

        Di Sribu, terdapat beragam skema perekrutan freelancer yang fleksibel sehingga pelaku usaha dapat memilih jenis layanan yang sesuai dengan kebutuhan bisnis, budget, dan hasil yang ingin dicapai. Misalnya melalui kontes, posting job, perekrutan langsung, paket jasa, maupun layanan terintegrasi branding dan pemasaran digital (dari strategi sampai eksekusi).

        Perusahaan juga dapat memilih dari beragam jenis layanan yang diperlukan, termasuk diantaranya pemasaran digital, desain, branding, pembuatan konten (fotografi, videografi penulisan), pembuatan website dan aplikasi mobile, dan lain-lain.

        “Saat ini lebih dari 26.000 freelancer terkurasi dengan berbagai keahlian telah bergabung dengan Sribu dengan kualitas hasil pekerjaan yang telah terstandar dan melalui proses seleksi oleh Sribu. Pelaku usaha dapat mengakses puluhan ribu konten kreator dengan beragam jenis dan tingkat keahlian, sesuai dengan kebutuhan bisnis mereka, Klien juga dapat melihat portofolio masing-masing freelancer. Melalui Sribu, pelaku usaha dapat memperoleh hasil kerja dalam kurun waktu yang singkat, dengan kualitas yang terjamin dan hasil yang terukur. Dari sisi freelancer, mereka dapat memperoleh akses terhadap database klien Sribu yang terdiri dari lebih dari 15.000 UKM dan korporasi, yang diharapkan dapat membantu para freelancer untuk memperoleh lebih banyak lagi pekerjaan dan membangun usaha freelancenya,” imbuhnya.

        Selain itu, Sribu memiliki fitur chat yang memastikan komunikasi antara freelancer dan pemilik usaha terekam dengan jelas. “Apabila terjadi konflik atau perseteruan antara freelancer dan pemilik bisnis, maka kami dapat membantu menyelesaikan permasalahan tersebut berdasarkan komunikasi yang terekam di sistem kami,” ungkapnya.

        Rencana Bisnis

        Ryan mengaku bahwa Sribu merupakan perusahaan startup yang berbeda dengan yang lain. Sribu tidak mengejar valuasi dengan melakukan investasi besar-besaran. Sebaliknya, Sribu lebih fokus untuk tumbuh menjadi perusahaan yang memiliki kinerja sehat. Untuk itu, segala pengembangan bisnis pun dilakukan secara matang.

        “Kita bukan company yang kejar valuasi dan bakar duit. Kita kejar profit, dari situ kita lakukan improvement. Buat kita healty company itu mengisyaratkan bisnisnya dibutuhkan,” tegasnya.

        Saat ini, Sribu memiliki dua model bisnis melaui Sribu Platform yang dan Sribu Solution. Di Sribu Plaform perusahan menawarkan layanan kepada perusahaan UMKM dan kecil yang jumlah klien sudah mencapai 15.000 lebih dengan jumlah freelancer terkurasi sebanyak 26.000.

        Sementara, Sribu Solution mengincar perusahaan menengah dan besar dengan scope pekerjaan yang besar dan kontrak kerja mulai dari 1 hingga 3 tahun dengan menawarakan solusi jasa pemasaran digital yang terintegrasi (end-to-end).

        “Sribu platform sudah ada 25 ribu transaksi dan solution sudah handle 50 klien kita targetkan 200-300 klien. Jadi kalau paltform itu melihat volume, kalau solution itu lebih ke value. Dua bisnis ini nanti akna kita merger menjadi satu,” katanya.

        Saat ditanya terkait pengembangan bisnis, Ryan menyatakan bahwa Sribu berencana untuk mengambangkan bisnis salah satunya dengan masuk ke sektor Pendidikan.

        “Kita ada ke arah sana tapi mungkin 3 tahun ke depan. Saya lihat challenge terbesar di Indonesia itu soal edukasi. Keahliann freelancer itu tidak diajari di sekolah. menurut saya akan ke arah sana, karena ini very big issue di indonesia. Nanti yang mengajar freelancer yang sudah sukses. Ke depan kita juga akan lebih ke programmer akan munculkan contract based programmer. ini akan dilakukan tahun depan,” tuturnya.

        Sebagai informasi, Mynavi Corporation Japan (Mynavi) perusahaan asal Jepang ini belum lama ini memutuskan untuk mengakusisi Sribu. Ryan mengatakan bahwa Sribu telah resmi bergabung dengan jaringan bisnis Mynavi Corporation Japan.

        Tentunya hal ini menambah catatan penting dalam perjalanan Sribu selama 10 tahun terakhir ini, dimana sebelumnya perusaahaan juga telah dipercaya dan memperoleh pendanaan dari East Venture, Asteria, dan CrowdWorks untuk mengembangkan bisnis.

        “Sribu dan Mynavi berbagi nilai dan visi yang sama dalam penyerapan tenaga kerja melalui penyediaan akses dan infrastruktur digital bagi pemberi dan pencari kerja. Sebagai perusahaan HR, PR dan media terbesar di Jepang, Mynavi akan semakin memperkuat pondasi bisnis dan memperluas jaringan bisnis Sribu ke pasar internasional. Yang juga akan menguntungkan bagi para freelancer konten kreator yang bergabung di Sribu,” kata Ryan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Annisa Nurfitri
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: