Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ancaman Paling Ngeri Mulai Dilontar Eks Presiden Rusia, NATO Harap Segera Sadar Diri

        Ancaman Paling Ngeri Mulai Dilontar Eks Presiden Rusia, NATO Harap Segera Sadar Diri Kredit Foto: Reuters/Sputnik/Yulia Zyryanova
        Warta Ekonomi, Moskow -

        Rusia kembali melontarkan ancaman pada anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Moskow menegaskan, agar organisasi itu tak gegabah mengusik semenanjung Crimea.

        Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev bahkan mengingatkan, Perang Dunia (PD) III akan pecah, jika NATO nekat mengganggu Crimea.

        Baca Juga: Amerika Endus Perusahaan-perusahaan China Sokong Militer Rusia karena...

        “Wilayah itu merupakan bagian dari Rusia. Setiap upaya mengusik Crimea, berarti deklarasi perang terhadap Rusia dan bisa memicu Perang Dunia ketiga,” ingat Medvedev di Moskow, kemarin.

        Crimea yang sebelumnya bagian dari Ukraina, melakukan jajak pendapat hingga memilih bergabung dengan Rusia pada 2014. Kremlin pun mendeklarasikan bahwa semenanjung di selatan Ukraina itu merupakan bagian dari Federasi Rusia.

        Selain ancaman PD III, Medvedev yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia juga mengingatkan konsekuensi jika Finlandia dan Swedia benar-benar bergabung dengan NATO. Katanya, Rusia akan memperkuat pertahanan di sekitar perbatasan dengan kedua negara itu.

        Kremlin, lanjut Medvedev, bahkan siap untuk melakukan pembalasan serius. Salah satu upayanya adalah rencana pemasangan rudal hipersonik Iskander. Menurut Medvedev, Rusia akan menempatkan senjata itu di depan “halaman” Swedia dan Finlandia.

        Di saat yang sama, NATO masih terus merayu Turki agar menyetujui Swedia dan Finlandia bergabung dengan aliansi tersebut. Turki merupakan satu-satunya anggota NATO yang menolak dua negara itu bergabung di pakta pertahanan tersebut.

        Akibat penolakan Ankara, Swedia dilaporkan menggelar konsultasi dengan NATO. Namun, diplomat senior NATO menyebut, perselisihan antara Turki dan dua negara Nordik itu lebih terkait politik, dibanding masalah teknis soal persyaratan masuk aliansi tersebut.

        Finlandia dan Swedia memutuskan bergabung dengan NATO, menyusul invasi Rusia ke Ukraina. Mereka khawatir akan keamanan negaranya. Namun, langkah tersebut mengalami rintangan, karena Turki tak mengizinkan Swedia-Finlandia jadi anggota NATO. Padahal, untuk bisa bergabung, suatu negara harus mengantongi izin seluruh anggota aliansi itu.

        Turki memiliki alasan sendiri, mengapa keberatan Finlandia dan Swedia masuk NATO. “Kami tak akan mengatakan ‘ya’ kepada mereka (negara) yang menjatuhkan sanksi terhadap Turki,” kata Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan pertengahan Mei lalu.

        Swedia telah menangguhkan penjualan senjata ke Turki sejak 2019, usai operasi militer Turki di Suriah. Selain itu, Pemerintahan Erdogan juga menuduh Finlandia dan Swedia menyembunyikan kelompok teror, termasuk milisi Kurdi yang kabur.

        Kurdi adalah kelompok yang masuk daftar hitam Turki, Uni Eropa dan Amerika Serikat.

        Permasalahan lain yang memicu perselisihan Turki dan negara Nordik itu, yakni soal ekstradisi. Finlandia dan Swedia gagal memenuhi permintaan Turki untuk mengekstradisi milisi Kurdi hingga tokoh oposisi yang dinilai Ankara berupaya melakukan kudeta.

        Kementerian Kehakiman Turki telah meminta sejumlah negara Eropa seperti Swedia dan Finlandia untuk mengekstradisi orang-orang yang dituduh punya hubungan dengan militan Kurdi atau dalam gerakan upaya kudeta Erdogan pada 2016.

        Namun Finlandia dan Swedia tak memenuhinya. Turki juga sudah menegur Stockholm, karena menunjukkan kelonggaran terhadap Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang telah melancarkan pemberontakan berdarah di Turki sejak 1984.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: