Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dr. Raymond R. Tjandrawinata: Sulit di Masa Depan

        Dr. Raymond R. Tjandrawinata: Sulit di Masa Depan Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Sebuah buku berjudul “A Monetary History of the United States”,1867-1960, yang diterbitkan pada tahun 1963 oleh Milton Friedman dan Anna Schwartz, dianggap sebagai salah satu buku ekonomi paling berpengaruh di abad terakhir. Wikipedia merangkumnya sebagai berikut: “Ini menggunakan deret waktu historis dan analisa ekonomi untuk memperdebatkan proposisi baru bahwa perubahan dalam jumlah uang beredar sangat mempengaruhi ekonomi, terutama perilaku fluktuasi ekonomi. Implikasi yang mereka ambil adalah bahwa perubahan dalam jumlah uang beredar memiliki efek merugikan yang tidak diinginkan, dan bahwa kebijakan moneter yang sehat diperlukan untuk stabilitas ekonomi.”

        Sekarang kita bergerak kepada keadaan saat ini. The Fed meremehkan akibat dari percepatan pertumbuhan pasokan uang paling tajam sejak Perang Dunia II, yaitu percepatan inflasi AS tercepat sejak Perang Dunia II. Jelas, model alternatif yang digunakan the Fed tidak dapat mengantisipasi lonjakan inflasi AS, sedangkan pandangan Friedman-Schwartz telah divalidasi oleh pengalaman ekonomi yang sebenarnya.

        Baca Juga: Dr. Raymond R. Tjandrawinata: Harga Pangan Dunia Melonjak

        Misalnya, pandangan Milton Friedman tentang inflasi berperan penting dalam meyakinkan mantan Ketua Fed waktu itu, Paul Volcker, dan Presiden Reagan untuk mengekang pertumbuhan pasokan uang, yang telah berputar di luar kendali dan menciptakan pengalaman stagflasi tahun 1970-an. Hal ini telah diantisipasi secara akurat oleh Profesor Friedman bertahun-tahun sebelumnya. Setelah pertumbuhan pasokan uang dikendalikan dan menjadi target operasi utama The Fed pada awal 1980-an, era disinflasi yang berkepanjangan dimulai, dengan periode pertumbuhan ekonomi terpanjang yang paling tidak ada gangguan resesi dalam sejarah AS.

        Memang, melihat hubungan antara perubahan pertumbuhan uang dan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) nominal sejak tahun 1963, ketika buku Friedman-Schwartz diterbitkan, menunjukkan bahwa kesimpulan mereka tentang pentingnya pertumbuhan pasokan uang yang stabil dan moderat untuk inflasi dan prospek ekonomi adalah benar. Meski hal ini terlepas dari kebijaksanaan konvensional, bahwa hubungan itu rusak setelah tahun 1980-an.

        Faktanya, volatilitas yang relatif rendah dengan jumlah uang beredar dan tingkat pertumbuhan PDB dari tahun 1982 hingga pandemi 2020, sangat kontras dengan lonjakan volatilitas moneter pasca-2020 dan perubahan pertumbuhan PDB nominal yang liar. Perbedaan ini hanyalah satu contoh lagi dari fakta bahwa inflasi selalu dan di mana-mana merupakan fenomena moneter. Hal ini seperti yang dikatakan Profesor Friedman sendiri. Di samping itu, banyak hasil penelitian ekonomi lainnya yang telah didokumentasikan. Pada dasarnya, kebijakan moneter terkait pandemi the Fed ternyata sangat akomodatif. Hal ini memicu terjadinya volatilitas paling besar dalam inflasi dan pertumbuhan PDB sejak Perang Dunia II, di mana terjadi terakhir kalinya saat pertumbuhan pasokan uang menyimpang jauh dari normal.

        Baca Juga: "Habib Rizieq Mau Menemui dan Akan Bicara dari Hati ke Hati dengan Jokowi"

        Dengan secara eksplisit menargetkan pertumbuhan uang beredar yang lebih rendah dan stabil di awal 1980-an, The Fed mampu mengendalikan inflasi dan volatilitas pertumbuhan PDB nominal. Untuk melakukan itu, mereka harus memberlakukan suku bunga berfluktuasi lebih bebas. Misalnya, ketika jumlah uang beredar tumbuh di atas tingkat target, Fed membiarkan suku bunga naik setinggi 20%. Ketika pertumbuhan uang cukup melambat, mereka akan menurunkan suku bunga. Karenanya, dalam dua tahun pertama kepemimpinan Volcker, tingkat suku bunga berfluktuasi sekitar 8% dan 20%, tergantung pada bagaimana statistik pasokan uang berubah-ubah.

        Begitu inflasi mulai mereda, volatilitas suku bunga dengan frekuensi yang tinggi menyebabkan para pembuat kebijakan menyimpulkan bahwa kontrol jangka pendek yang berlebihan atas jumlah uang beredar saat itu, adalah prosedur operasi yang kontraproduktif. Akibat dari hal tersebut, mereka tidak lagi menaruh perhatian. Ketika ekspektasi inflasi bertumpu pada tingkat yang lebih rendah, suku bunga menjadi stabil sebagai akibat fluktuasi pertumbuhan uang beredar di sekitar tingkat yang tidak terlalu panas. Ketika hal ini terjadi, era stabilitas ekonomi dan inflasi dimulai. Dalam ekspansi, ketika pertumbuhan uang beredar secara alami meningkat, inflasi pada akhirnya akan naik dan The Fed akan mengetatkan peredaran dana. Pertumbuhan uang kemudian akan melambat, mendahului kenaikan inflasi yang signifikan. Demikian pula, ketika pertumbuhan melambat dan inflasi mereda, The Fed akan menyediakan lebih banyak likuiditas, dan pertumbuhan uang akan meningkat. Jadi, dengan menjaga ketatnya pengendalian inflasi, The Fed menjaga ketatnya pengendalian jumlah uang beredar. Penjagaan ini tidak terlihat pada siklus terkini dalam kebijakan the Fed. Dalam hal tersebut, mereka telah meremehkan konsekuensi inflasi dari lonjakan terbesar dalam pertumbuhan uang beredar sejak tahun 1940-an dan mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi.

        Jelas, Quantitative Tightening (pengetatan kuantitatif), yang dapat menyusutkan basis moneter dan memperlambat pertumbuhan pasokan uang, adalah kekuatan disinflasi yang kuat yang pada akhirnya akan menurunkan inflasi dari level tertinggi 40 tahun saat ini. Hal ini terlihat pada angka perubahan pertumbuhan pasokan uang year on year (YoY) dari hampir 30% setahun yang lalu menjadi hanya sekitar 5% baru-baru ini, dan fenomena ini adalah salah satu perubahan yang terbesar dalam sejarah di AS. Jika The Fed tetap pada jadwal Quantitative Tightening (QT) saat ini hingga 2023, hal itu akan menjadi ungkitan terbesar dalam pertumbuhan uang dalam sejarah.

        Baca Juga: Dr. Raymond R. Tjandrawinata: Perubahan pada Rantai Nilai Pasokan Membutuhkan Kekuatan Global

        Biasanya, penurunan besar pada pertumbuhan peredaran uang berkorelasi pada penurunan angka pertumbuhan GDP yang juga besar. Karena besarnya pertumbuhan pendapatan, penjualan ritel, dan pendapatan perusahaan diatur oleh pertumbuhan PDB nominal, pertumbuhan ekonomi sulit terjadi jika jadwal QT yang agresif tetap bertahan hingga tahun 2023. Hal ini terlihat pada pertumbuhan PDB nominal yang turun dari 11 % YoY di triwulan 1 (Q1) 2022 menjadi nol di triwulan 4 (Q4) 2022 sebagai akibat perlambatan tajam dari pertumbuhan uang beredar yang terjadi pada tahun lalu. Kondisi ini menyiratkan potensi perlambatan yang sangat mendadak, baik dalam pertumbuhan riil maupun inflasi di kuartal-kuartal mendatang, bahkan sebelum The Fed melakukan pengetatan lebih lanjut seperti yang baru saja dimulai.

        Tidak diragukan lagi, itulah sebabnya banyak ekonom berpendapat bahwa The Fed akan berhenti melakukan pengetatan ini lebih cepat dari jadwal dan bahkan mungkin saja memangkas kembali suku bunga sebelum akhir tahun 2023. Pada waktu di antara sekarang dan nanti, dampak keuangan dari pertumbuhan riil yang menurun dengan cepat dan momentum inflasi akan memaksa The Fed untuk mencoba menghindari penurunan ekonomi karena deflasi. Banyak yang bertanya-tanya akankah The Fed kembali bereaksi berlebihan dan melanggengkan ketidakstabilan yang menjadi ciri dekade baru ini.

        Penurunan inflasi menjadi 2% dalam jangka Panjang, akan terbukti sulit dikarenakan ketidakstabilan politik dan geopolitik domestik di Amerika saat ini. Kemauan politik untuk membawa kebijakan fiskal kembali ke tingkat non-inflasi yang berkelanjutan oleh pemerintah saat ini, tampaknya telah melemah. Di samping itu, tingkat utang pemerintah terlalu tinggi bila suku bunga jauh bertengger di atas 4%. Kompromi yang mungkin dilakukan dengan kenyataan pahit ini adalah kemungkinan yang lebih banyak menoleransi terjadinya inflasi. Secara historis, di luar periode inflasi rendah sebelum pandemi, ketika The Fed secara konsisten gagal menghasilkan mandat inflasi 2% karena pertumbuhan pasokan uang yang tidak mencukupi, inflasi rata-rata bertengger di sekitar 3% selama era uang kertas sejak Perang Dunia II.

        Baca Juga: Ungkit Soal Chat Mesum HRS, Tokoh Ini Blak-blakan Liat Habib Rizieq Bebas Bersyarat: Seyogyanya...

        Singkatnya, meredam fluktuasi pertumbuhan uang beredar adalah kondisi yang diperlukan untuk mengurangi volatilitas luar biasa dalam ekonomi AS sejak Maret 2020. Sementara itu, tingkat ketidakstabilan ekonomi yang lebih tinggi, volatilitas inflasi, dan volatilitas pertumbuhan ekonomi yang tinggi, menyiratkan bahwa para penyandang dana membutuhkan perangkat diversifikasi aset yang lebih luas untuk mengatasi potensi badai yang dapat terjadi di masa mendatang.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: