Ketahanan pangan telah dan akan terus menjadi pendorong utama isu sosial-politik di tingkat global, regional, dan nasional. Meningkatnya populasi dunia, masalah keberlanjutan, dan pertumbuhan pendapatan yang tidak merata menghadirkan tantangan permanen bagi sektor pangan dan pertanian: (1) meningkatkan ketersediaan pangan total, (2) memenuhi diversifikasi keranjang konsumen yang semakin meningkat, dan (3) memenuhi standar kualitas yang lebih tinggi (keselamatan, lingkungan, kesejahteraan dan etika), namun juga (4) menjaga harga pangan tetap terjangkau.
Produksi global meningkat, namun level peningkatan serta pola pembangunan pertanian sangat berbeda di seluruh dunia. Di luar kendala alam, perbedaan ini mencerminkan reformasi ekonomi, strategi pemasaran, dan struktural yang berbeda, namun sangat relevan dalam mempertahankan lanskap pertanian yang beragam di seluruh dunia.
Baca Juga: Dr. Raymond R. Tjandrawinata: Perubahan pada Rantai Nilai Pasokan Membutuhkan Kekuatan Global
Harga bahan pangan mengalami kenaikan dalam beberapa bulan terakhir. Harga banyak makanan, mulai dari gandum dan biji-bijian lainnya hingga daging dan minyak, telah melonjak. Itu didorong oleh banyak faktor, termasuk kenaikan biaya pupuk dan energi pada tahun lalu serta perang Rusia-Ukraina. Beras serta nasi, makanan pokok di sebagian besar Asia, bisa menjadi ikut melonjak.
Anggaran bisnis pertanian yang terus berkembang menjadi kekhawatiran semua petani saat musim tanam. Pada saat volatilitas meningkat, petani terus mencoba mencari cara untuk memastikan mereka dapat membayar semua biaya tanam yang diperlukan, bahkan ketika biaya tersebut terus meningkat. Meningkatnya biaya produksi seperti pupuk, benih, pestisida, energi, mesin, dan tanah menjadi beban bagi mereka.
Meskipun pendapatan panen mungkin naik tahun ini, biaya produksi meningkat dengan cepat dan berpotensi melebihi pendapatan. Hal ini membuat banyak petani mempertanyakan kemampuan mereka untuk mencapai balik modal. Dalam jangka panjang, para petani dapat meningkatkan investasi dan kapasitasnya, tetapi tidak dalam waktu dekat. Para petani khawatir tidak dapat memastikan dirinya memiliki modal yang dibutuhkan untuk bertani, terutama pada saat kebutuhan tersebut meningkat. Pertanyaannya adalah, apakah mereka mampu melakukannya atau bertani menjadi hal yang terlalu mahal?
Baca Juga: Dr. Raymond R. Tjandrawinata: Dunia Harus Bersatu Menanggapi Krisis Ekonomi Global Pascapandemi
Perang Rusia di Ukraina telah menaikkan harga gandum. Kedua negara adalah pengekspor utama gandum dan invasi Rusia telah mengganggu pertanian serta memblokir ekspor gandum dari negara tersebut. Harga gandum telah melonjak lebih dari 50% sejak setahun lalu. Setelah militer Rusia menghancurkan salah satu terminal ekspor gandum terbesar di Ukraina pada Juni bulan lalu, harga melonjak 4%. Harga gandum internasional naik untuk bulan keempat berturut-turut; naik 5,6% di bulan Mei, menjadi rata-rata 56,2% di atas nilainya tahun lalu.
India memberlakukan larangan ekspor gandum pada Mei, dengan alasan kebutuhan untuk mengelola keamanan pangan negara secara keseluruhan. Negara ini juga memberlakukan pembatasan gula hanya beberapa hari setelah larangan gandum.
Dalam ilmu ekonomi, penawaran dan permintaan adalah dua komponen mendasar dari pasar. Pasokan menggambarkan bagaimana produsen dan konsumen, besar atau kecil, bereaksi atau berperilaku di pasar ketika memproduksi dan menjual produk. Larangan ekspor makanan atau gangguan serius termasuk dari India berupa larangan ekspor gandum, Ukraina melarang ekspor gandum, biji sereal, dan gula, sementara Indonesia melarang ekspor minyak sawit.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: