Kesulitan dalam menambang satu blok Bitcoin (BTC) berkurang sebesar 5% menjadi 27.693 triliun karena kesulitan jaringan mempertahankan penurunan beruntun selama tiga bulan sejak mencapai level tertinggi sepanjang masa sebesar 31.251 triliun pada Mei 2022.
Melansir dari Cointelegraph, Selasa (26/7/2022), kesulitan jaringan adalah cara yang dirancang oleh pencipta Bitcoin Satoshi Nakamoto untuk memastikan keabsahan semua transaksi menggunakan daya komputasi mentah.
Kesulitan yang berkurang memungkinkan penambang Bitcoin untuk mengonfirmasi transaksi menggunakan sumber daya yang lebih rendah, memungkinkan penambang yang lebih kecil kesempatan bertarung untuk mendapatkan hadiah penambangan.
Baca Juga: Penggemar Kripto Harus Tahu! Ini 5 Hal yang Perlu Diketahui tentang Bitcoin Minggu Ini
Terlepas dari kemunduran kecil, data blockchain.com mengungkapkan bahwa Bitcoin terus beroperasi sebagai jaringan blockchain yang paling tangguh dan tidak dapat diubah. Sementara penyesuaian kesulitan berbanding lurus dengan kekuatan hash penambang, total hash rate (TH/s) pulih 3,2% di sepanjang garis waktu yang sama, seperti yang ditunjukkan di bawah ini.
Pada puncaknya, tingkat hash Bitcoin mencapai level tertinggi sepanjang masa di 231.428 exahashes per detik (EH/s) ketika harga BTC turun menjadi 25.000 dolar bulan lalu pada bulan Juni, meningkatkan kekhawatiran sesaat seputar penggunaan daya yang luas.
Sejak China melarang semua operasi perdagangan dan penambangan kripto pada Juni 2021, Amerika Serikat mengambil kelonggaran dalam menjadi kontributor tertinggi untuk tingkat hash Bitcoin global.
Namun, penambang Tiongkok kembali beroperasi pada September 2021. Menurut data Statista, AS mewakili 37,84% dari tingkat hash global, diikuti oleh China sebesar 21,11% dan Kazakhstan sebesar 13,22%.
Sebelumnya, dilaporkan bahwa penurunan harga GPU yang meroket telah membuka jendela kecil peluang bagi penambang kecil untuk mendapatkan peralatan penambangan yang lebih kuat dan efisien.
Meskipun demikian, penambang melihat penurunan harga GPU sebagai sarana untuk mengimbangi biaya operasional mereka di tengah pasar beruang yang sedang berlangsung.
Meredakan kekhawatiran terkait penggunaan daya selangit, sebuah laporan yang dirilis oleh Dewan Penambangan Bitcoin mengungkap bahwa hampir 60% listrik yang digunakan untuk penambangan BTC berasal dari sumber yang berkelanjutan.
Studi ini juga menemukan bahwa penambangan BTC hanya menyumbang 0,09% dari 34,8 miliar metrik ton emisi karbon yang diperkirakan diproduksi secara global dan hanya mengkonsumsi 0,15% dari pasokan energi global.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: