Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pemda-Pemda Naikkan Harga Gas Melon, Pengamat Ikut Beraksi...

        Pemda-Pemda Naikkan Harga Gas Melon, Pengamat Ikut Beraksi... Kredit Foto: Antara/Asep Fathulrahman
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan ikut menyoroti kenaikan harga eceran tertinggi (HET) LPG 3 kg subsidi di beberapa wilayah di Jawa Barat seperti Kabupaten/Kota Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan, oleh Pemerintah Daerah.

        Adapun kenaikan harga gas melon ini, yang sebelumnya Rp16.000 kini menjadi Rp19.000.

        “Karena ini sangat bertentangan dengan upaya pemerintah pusat yang berupaya  menjaga daya beli masyarakat yang baru saja terdampak akibat pandemi Covid-19. Padahal untuk tetap menjaga daya beli, pemerintah harus mengeluarkan dana APBN sebesar Rp502,4 triliun untuk subsidi energi baik BBM, listrik maupun LPG 3 kg,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (30/7/2022).

        Baca Juga: Jamin Ketersediaan LPG di Kota Surakarta, Pertamina Tambah 14.600 Tabung LPG 3 Kg

        Lanjutnya, ia pun menegaskan jika aksi Pemda yang menaikkan LPG subsidi ini sangat tidak pro terhadap masyarakat kurang mampu.

        Baca Juga: PLN Klaim Berhasil Konversi 1.000 Kompor LPG ke Kompor Induksi

        “Terkesan, kebijakan kenaikan HET ini hanya mementingkan pengusaha saja tanpa berpikir dampaknya kepada masyarakat terutama masyarakat tidak mampu. Bisa dipastikan kenaikan HET akan menambah beban hidup masyarakat yang daerahnya mengalami kenaikan HET LPG 3 kg termasuk juga UMKM yang tengah bangkit dari keterpurukan pasca Covid-19,” cetusnya.

        Karena itu, pihaknya pun meminta kepada Pemda Kabupaten/Kota Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan untuk membatalkan kebijakan tersebut.

        “Sedangkan untuk Pemda Kabupaten/Kota Bekasi yang akan memberlakukan kebijakan HET terbaru pada tanggal 1 Agustus 2022 saya minta untuk tidak melakukannya. Hal ini semata-mata demi membantu masyarakat dan pemerintah dalam meningkatkan daya beli dan perekonomian masyarakat pasca pandemi,” tukasnya.

        Sementara itu, Sementara Ekonom Konstitusi Defiyan Cori juga menyayangkan kebijakan kenaikkan harga elpiji 3 kg tersebut.

        “Pihak Hiswana Migas Cirebon mengatakan bahwa kenaikan harga gas elpiji 3 kg yang terjadi di Kabupaten/Kota Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan sudah lama direncanakan yaitu sejak beberapa tahun lalu. Itu artinya, kenaikan harga gas elpiji subsidi 3 kg per tabung ini memang telah direncanakan secara kalkulatif dan matang antara berbagai pihak yang memiliki kewenangan,” paparnya.

        Menurutnya, hal ini juga diikuti oleh kabupaten/kota lainnya seperti Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi dengan menetapkan HET yang baru melalui Surat Keputusan Walikota Bekasi Nomor 510/Kep.571/Diadagperin/XI/2021 Tanggal 9 Nov 2021.

        Yang menjadi pertanyaan publik yang mendasar adalah siapakah pihak yang memiliki kewenangan menetapkan harga elpiji 3 kg yang bersubsidi ini. Apakah ini porsi mutlak kewenangan pemerintah daerah dalam melakukan perubahan harga? Berapakah sebenarnya HET yang telah ditetapkan oleh pemerintah bersama badan usaha yang berwenang mengelola gas 3 kg yang bersubsidi ini?

        “Mengacu pada ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 3/PMK.02/2015 yang merupakan perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64/PMK.02/2012, telah diatur ketentuan mengenai tata cara penyediaan anggaran, penghitungan, pembayaran, dan pertanggungjawaban subsidi Liquefied Petroleum Gas (LPG) Tabung 3 Kilogram,” terangnya.

        Selain itu, kata dia, terdapat ketentuan yang terkandung dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 tahun 2007 (Perpres 104/2007) tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG Tabung 3 kg.

        “Artinya, segala hal yang berkaitan dengan penetapan harga dan distribusi gas elpiji 3 kg sebagai sebuah bentuk penugasan negara telah cukup diatur oleh pemerintah,” ujarnya.

        Selanjutnya, untuk maksud dan tujuan serta kepentingan apa pemerintah daerah juga memiliki kewenangan dalam menetapkan peraturan mengenai distribusi dan perubahan harga barang bersubsidi yang merupakan kewajiban pelayanan kepada masyarakat atau Public Services Obligation (PSO)?

        “Dengan logika aturan dan kondisi perekonomian nasional terkini, maka kita  mendesak Menteri Dalam Negeri untuk membatalkan peraturan Bupati/Walikota yang telah dan akan diberlakukan terkait perubahan atau kenaikan harga gas 3 Kg bersubsidi di berbagai daerah untuk kepentingan stabilitas perekonomian daerah dan nasional serta menjadi preseden buruk yang akan menular ke daerah-daerah lain,” tukas dia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: