Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Potensi EBT Indonesia Luar Biasa Besar, Sayang Belum Bisa Dioptimalkan, Ini Sebabnya

        Potensi EBT Indonesia Luar Biasa Besar, Sayang Belum Bisa Dioptimalkan, Ini Sebabnya Kredit Foto: Cahyo Prayogo
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Begitu melimpahnya potensi energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia rasanya belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun perusahaan swasta.

        Sebagaimana diketahui, Indonesia memiliki potensi EBT yang besar, di mana untuk panas bumi sebesar 24 GW, hydropower 75 GW, minihydro 20 GW, energi surya 3.295 GW, energi angin 155 GW, dan bioenergi 57 GW. 

        Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan menyebut, potensi EBT besar yang Indonesia miliki belum bisa dimaksimalkan karena adanya permasalahan di beberapa faktor, salah satunya adalah terkait penyimpanan energi.

        Baca Juga: Dorong Peningkatan Perdagangan-Investasi, Transisi Energi dan Proyek Berkelanjutan, B20 Roadshow ke Jepang

        "Salah satu permasalahan dari EBT adalah belum semua bisa menjadi baseload atau menjadi peaker. Masih bersifat intermitten sehingga keandalannya menjadi terganggu," ujar Mamit saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Senin (1/8/2022).

        Mamit mengatakan, sampai dengan saat ini yang baru bisa menjadi baseload hanya dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan geothermal, sedangkan sisanya masih belum bisa atau hanya ongrid.

        "Saya kira dengan terus berkembangnya teknologi, ke depan akan ditemukan teknologi yang akan maju sehingga semua bisa bersifat offgrid dengan harga yang terjangkau," ujarnya.

        Meski begitu, ia optimis target dari Net Zero Emmition (NZE) 2060 masih akan tercapai sesuai dengan yang telah direncanakan oleh pemerintah.

        "Ya, saya kira masih berjalan tapi perlahan-lahan. Untuk menuju NZE itu dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tidak bisa kita sendiri yang menanggung biayanya. Harus di-support oleh negara lain terutama negara maju agar program ini bisa berjalan lancar," ungkapnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: