Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pertama Sejak PD II, 300 Ribu Tentara Rusia Diberangkatkan Putin menuju Ukraina, Awas!

        Pertama Sejak PD II, 300 Ribu Tentara Rusia Diberangkatkan Putin menuju Ukraina, Awas! Kredit Foto: Reuters/Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina
        Warta Ekonomi, Moskow -

        Setidaknya 300 ribu tentara cadangan Rusia diberangkatkan Presiden Rusia Vladimir Putin ke Ukraina pada Rabu (21/9/2022).

        Diketahui, mobilisasi tentara oleh Putin ini merupakan pertama Rusia sejak Perang Dunia II dan menandakan ekskalasi besar perang yang kini memasuki bulan ke-7.

        Baca Juga: Putin Ingatkan Perdamaian Sipil Wajib Jadi Prioritas: Ini Sangat Penting

        Dilansir dari Reuters, pasukan Rusia baru-baru ini mengalami kemunduran dengan diusir dari daerah yang mereka kuasai di timur laut Ukraina. Invasi mereka juga macet di selatan.

        Menurut Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu, dengan mobilisasi parsial, 300 ribu tentara cadangan dapat dikerahkan dan berlaku bagi mereka yang memiliki pengalaman militer sebelumnya.

        "Jika integritas teritorial negara kita terancam, kita akan menggunakan segala cara yang ada untuk melindungi rakyat kita. Ini bukan gertakan! Rusia punya banyak senjata untuk membalas," ujar Putin dalam pidatonya yang disiarkan televisi ke seluruh negerinya.

        Shoigu mengaku jumlah tentara Rusia yang tewas sejak awal konflik adalah 5.397 orang. Namun, Amerika Serikat (AS) bulan lalu yakin kalau personel Rusia yang tewas atau terluka adalah 70 ribu-80 ribu orang. Pada bulan Juli, negara itu memperkirakan korban tewas Rusia sekitar 15 ribu jiwa.

        Mobilisasi ini menegaskan perang tak berjalan sesuai rencana Rusia, menurut Penasihat Presiden Ukraina Mykhailo Podolyak. Ia juga yakin kalau langkah itu akan terbukti sangat tak populer.

        "Reaksinya benar-benar dapat diprediksi dan lebih terlihat seperti upaya untuk membenarkan kegagalan mereka sendiri. Perang jelas tak berjalan sesuai skenario Rusia," komentar Podolyak.

        Menurut pidato Putin, mobilisasi parsial dari 2 juta tentara cadangannya yang kuat bertujuan untuk mempertahankan Rusia dan teritorialnya.

        "Barat tak menginginkan perdamaian di Ukraina. Washington, London, Brussels mendorong Kyiv agar meluncurkan operasi militer ke wilayah kita untuk menjarah total negara kita," kecamnya.

        Pernyataan Putin itu didasarkan aksi militer Ukraina yang secara sporadis menyerang target di dalam Rusia selama konflik dengan senjata jarak jauh yang dipasok oleh Barat.

        "Pemerasan nuklir juga telah digunakan," tuduh Putin.

        Ia merujuk pada pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporozhzhia Ukraina, yang terbesar di Eropa. Rusia dan Ukraina pun sama-sama saling menuduh membahayakan PLTN itu selama pertempuran.

        Putin lantas menuding negara-negara NATO menyatakan kemungkinan diterimanya penggunaan senjata nuklir pemusnah massal terhadap Rusia.

        "Kepada mereka yang membiarkan pernyataan seperti itu soal Rusia, saya ingin mengingatkan Anda bahwa negara kita juga memiliki berbagai alat penghancur. Beberapa komponennya lebih modern daripada milik negara-negara NATO," ancamnya.

        Baca Juga: Awas! Rusia Siapkan Hukuman yang Bikin Pelaku Kejahatan di Masa Perang Gak Berkutik

        Setelah itu, ia menyatakan kembali tujuannya untuk 'membebaskan Donbas', jantung industri Ukraina. Menurut klaimnya, sebagian besar warga di sana tak ingin kembali sebagai 'sapi perah' Ukraina.

        Sebelum Putin berpidato, para pemimpin dunia yang bertemu di PBB New York mengecam invasi Rusia ke Ukraina. Mereka pun berencana mengadakan referendum dalam beberapa hari mendatang di 4 wilayah yang diduduki Rusia.

        Di sisi lain, para pemimpin regional pro-Rusia tampaknya telah terkoordinasi untuk mengumumkan referendum pada 23-27 September di provinsi Luhansk, Donetsk, Kherson, dan Zaporozhzhia. Empat wilayah itu mencakup sekitar 15 persen wilayah Ukraina.

        Rusia sendiri telah menganggap Luhansk dan Donetsk sebagai negara merdeka. Negara itu kini menguasai sekitar 60 persen Donetsk dan merebut hampir seluruh Luhansk sejak Juli.

        Namun, keuntungan ini terancam setelah pasukan Rusia diusir dari provinsi Kharkiv bulan ini, sehingga kehilangan kendali atas jalur pasokan utama mereka untuk sebagian besar garis depan Donetsk dan Luhansk.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: