Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Luhut Sebut Non Jawa Harus Tahu Diri Jika Mau Nyapres, Pemerhati Sejarah Sebut Sesat: Mitos Bikinan Belanda!

        Luhut Sebut Non Jawa Harus Tahu Diri Jika Mau Nyapres, Pemerhati Sejarah Sebut Sesat: Mitos Bikinan Belanda! Kredit Foto: Instagram/Luhut Binsar Pandjaitan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan kembali dapat sorotan imbas pernyataannya yang menyinggung orang non-jawa tidak bisa jadi presiden.

        Mengenai hal ini, Pemerhati sejarah Arief Gunawan mengatakan presiden harus dari suku Jawa sebagai mitos warisan Belanda dan sangat menyesatkan. 

        "Jawa-non Jawa mitos sesat bikinan Belanda terbawa sampai pilpres. Cara berpikir feodalistik dan superioritas primordialistik seperti ini sangat jauh dari cita-cita demokrasi yang berkeadilan," kata Arief kepada wartawan, Kamis (22/9/2022).

        Arief mengatakan mindset sesat yang mempertahankan mitos warisan kolonialis Belanda soal presiden harus dari suku tertentu mesti dibuang. Menurutnya, parameter seseorang pantas menjadi presiden atau tidak haruslah berdasarkan integritas, treck record, prestasi, dan ciri kemampuan problem solver.

        Baca Juga: Elektabilitas PDIP dan Gerindra Merosot, PKS Melesat Masuk 3 Besar Hasil Survei, Nggak Nyangka, Alasannya Bikin Semua Melongo!

        "Selain itu, figur calon presiden harus memiliki standar etika yang tinggi, tidak KKN," katanya.

        Senada, tokoh nasional Rizal Ramli menyebut pernyataan Luhut ngasal. Orang luar Jawa susah menjadi presiden, menurut dia, akibat sistim pemilihan oligopolistik yang sengaja direkayasa untuk menguntungkan boneka oligarki.

        "Kalau sistimnya kompetitif tidak ada lagi pembelahan Jawa vs non-Jawa," tegasnya.

        Rizal menyebut sejumlah kriteria utama calon presiden di antaranya harus sosok unggul dan demokratis. Rizal menyentil Luhut dengan sosok BJ Habibie.

        "Prof BJ Habibie, Presiden RI ke 3 non-Jawa unggul, orang Pare-Pare, demokratis, problem-solver, berfikir dan bekerja cepat dan nyaman di lingkungan internasional," katanya. 

        Tak hanya itu, Habibie disebut Rizal merupakan orang yang tegak lurus terhadap aturan dan tidak punya kepentingan dengan oligarki.

        "Tidak feodal, tidak mencla-mencle, bukan boneka oligarki," tambahnya.

        Rizal yang juga dikenal sebagai ekonom senior dan pernah menjadi anggota tim panel ekonomi Perserikatan Bangsa Bangsa membandingkan kepemimpinan nasional saat ini di mana Luhut menjadi bagian di dalamnya.

        Pemerintahan Presiden Jokowi hari ini, sebut dia, sibuk menjadikan pemindahan ibu kota negara sebagai proyek prioritas seolah-olah tidak sadar Indonesia sedang krisis utang.

        "Untuk bayar cicilan pokoknya Rp 400 triliun, bayar cicilan bunganya Rp 405 triliun. Sepertiga APBN. Lalu rakyat dikorbankan dengan kenaikan harga BBM, pajak, listrik. Situ jangan egois, sono belajar dari Presiden Habibie," demikian kata Rizal Ramli.

        Baca Juga: Drama Jokowi Endorse Prabowo Jadi Capres Tuai Respons dari Relawan Anies: Bisa Jadi Preseden Buruk Bagi Demokrasi Indonesia

        Sebelumnya, Luhut Binsar Panjaitan mengingatkan orang-orang di luar Jawa untuk tidak memaksakan diri menjadi calon presiden di Indonesia. Menurut dia, orang di luar Jawa harus tahu diri bahwa keinginannya menjadi presiden sulit terwujud.

        "Apa hanya dengan menjadi presiden, kau bisa mengabdi? Kan tidak juga. Harus tahu diri juga. Kalau kau bukan orang Jawa, pemilihan langsung hari ini, saya tidak tahu 25 tahun lagi, sudah lupakan saja," kata Luhut ketika berbincang dengan Rocky Gerung dalam acara Menatap Indonesia Pasca 2024, di kanal YouTube RGTV Channel ID yang diunggah Rabu (21/9/2022).

        "Tidak memaksakan diri kita. Sakit hati. Yang bikin sakit hati kan diri kita sendiri," tambah Luhut.

        Luhut mencontohkan dirinya sendiri yang tidak memaksakan diri menjadi calon presiden. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Bayu Muhardianto

        Bagikan Artikel: